Quantcast
Channel: Archives – Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
Viewing all 380 articles
Browse latest View live

Krisdaren, Krisis Energi dan/atau Darurat Energi

$
0
0

Hamidi Oleh : M. Hamidi Rahmat

Krisdaren adalah singkatan dari Krisis Energi dan/atau Darurat Energi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), krisis berarti keadaan yang berbahaya, parah sekali atau keadaan genting. Sedangkan darurat berarti keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera.    

Di bidang energi, biasanya krisis energi didefinisikan sebagai kondisi kekurangan energi. Sedangkan darurat energi didefinisikan sebagai kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.

Apakah Indonesia pada saat ini sudah mengalami krisis energi dan darurat energi ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat berapa produksi energi dan berapa konsumsi nasional energi di Indonesia.

Pertama, produksi dan konsumsi minyak. Pada periode tahun 1975-1995 produksi minyak Indonesia di atas 1 juta barel perhari, bahkan pada 1980-an dan 1991-an produksi minyak Indonesia hampir mendekati 2 juta barel perhari. Sementara konsumsi BBM dalam negeri pada 1975-1985 di bawah 500.000 barel perhari. Namun seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia, konsumsi BBM dalam negeri terus meningkat, sehingga pada 2004 produksi minyak tidak lagi mencukupi untuk menutupi konsumsi dalam negeri yang jumlahnya berada di level 1 juta barel per hari, sementara produksinya terus turun. Pada tahun 2015, konsumsi BBM dalam negeri sudah di atas 1,5 juta barel per hari, sementara produksinya di bawah 800.000 barel per hari. Sehingga kita harus mengimpor sebesar 700.000 barel perhari. Dengan demikian, PT Pertamina menghabiskan sekitar US$ 150 juta atau Rp 1,95 triliun per hari untuk impor BBM (detikFinance, 18/6/2015).

Kedua, produksi dan konsumsi gas. Indonesia merupakan produsen gas terbesar ke 10 di dunia dengan rata-rata produksi sebesar 73,4 miliar meter kubik pertahun, dan konsumen gas terbesar ke 25 di dunia dengan rata-rata konsumsi sebesar 38,4 miliar meter kubik pertahun.

Produksi dan konsumsi gas di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
(Miliar M3)

Tahun    2005    2006    2007    2008    2009    2010    2011    2012    2013    2014
Produksi    75,1    74,3    71,5    73,7    76,9    85,7    81,5    77,1    72,1    73,4
Konsumsi    35,9    36,6    34,1    39,1    41,5    43,4    42,1    42,2    36,5    38,4
(sumber : www.Indonesia Investments.com, 10/10/2015)

Disamping itu, menurut BP Statistical Review of World Energy 2015, Indonesia memiliki cadangan gas alam yang besar. Saat ini, negara kita memiliki cadangan gas terbesar ketiga di wilayah Asia Pasifik (setelah Australia dan Cina), berkontribusi untuk 1,5% dari total cadangan gas dunia.

Ketiga, produksi dan konsumsi batubara. Produksi dan konsumsi batubara di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
(Juta Ton)

Tahun    2007    2008    2009    2010    2011    2012    2013    2014    2015
Produksi     217     240     254     275     353     412     474     458     376
Konsumsi DN      61      49      56      65      66      67      72      76      80
Eksport     163     191     198     210     287     345     402     382     296
(sumber : www.Indonesia Investments.com, 10/10/2015)

Tabel diatas menunjukkan bahwa konsumsi batubara dalam negeri sampai saat ini relatif masih rendah dibanding produksinya, yaitu antara 15-24% saja. Selebihnya diekspor ke berbagai negara.

Pada saat ini Indonesia menjadi produsen terbesar ketiga di dunia dibawah Cina (1.844,6 Juta Ton) dan Amerika Serikat (507,8 Juta Ton). Sementara cadangan batubara Indonesia sebesar 12 miliar ton, menjadikan Indonesia menempati peringkat ke-10 dengan sekitar 3,1% dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Apabila tidak ditemukan cadangan batubara yang baru dan tingkat produksi saat ini tetap diteruskan, maka diperkirakan batubara Indonesia akan habis dalam 83 tahun kedepan.

Krisis atau Tidak Krisis

Melihat data diatas, dapat dikatakan bahwa kita sudah net importir minyak. Produksi minyak kita tak lagi mencukup kebutuhan dalam negeri, dan cadangannya-pun juga tidak banyak lagi. Tetapi gas dan batubara kita masih banyak. Oleh karena itu, kebijakan Pemerintah mendorong kita untuk mengurangi konsumsi minyak dan menggantinya dengan energi alternatif, seperti gas, batubara dan energi baru dan terbarukan (EBT).

Apakah Indonesia sudah diambang krisis energi ? Menurut berbagai pihak, sepertinya kita belum akan sampai pada tingkat krisis energi. Kecuali minyak, cadangan energi kita masih banyak, bahkan berlimpah, terutama EBT. Jika EBT ini dikembangkan, maka sumber energi kita akan selalu mencukupi dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Menurut berbagai sumber, antara lain Kem ESDM dan alamandah’s.blog (9/9/2014), setidak-tidaknya ada 8 jenis sumber EBT di Indonesia yang layak dikembangkan. Pertama, Energi/Tenaga Air. Energi air adalah salah satu sumber energi alternatif yang banyak dimiliki Indonesia untuk menggantikan bahan bakar fosil yang selama ini paling banyak digunakan. Tenaga air digunakan untuk menggerakkan turbin listrik pada PLTA, Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kita tentu mengenal PLTA Singkarak (Sumbar), PLTA Gajah Mungkur (Jateng), PLTA Karangkates (Jatim), PLTA Riam Kanan (Kalsel) dan PLTA Larona (Sulsel).

Kedua, Energi Panas Bumi. Energi panas bumi atau geothermal adalah sumber energi terbarukan berupa energi thermal yang dihasilkan dan tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun pemanfaatannya masih terkendala pada teknologi eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar lempeng tektonik. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki Indonesia antara lain: PLTP Sibayak (Sumut), PLTP Salak (Jabar), PLTP Dieng (Jateng), dan PLTP Lahendong (Sulut).

Ketiga, Energi Angin. Energi angin atau bayu adalah sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh angin. Kincir angin digunakan untuk menangkap energi angin dan diubah menjadi energi listrik. Pemanfaat energi angin menjadi listrik di Indonesia telah dilakukan seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTBayu) Samas di Bantul, Yogyakarta.

Keempat, Energi Matahari. Energi matahari atau surya adalah energi terbarukan yang bersumber dari radiasi sinar dan panas yang dipancarkan matahari. Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang terdapat di Indonesia antara lain : PLTS Karangasem (Bali), PLTS Raijua, PLTS Nule, dan PLTS Solor Barat (NTT). Kalau PLTS yang kecil-kecil banyak kita jumpai dipinggir jalan, terutama jalan tol luar kota.

Kelima, Energi Biofuel. Energi biofuel atau bahan bakar hayati atau bahan bakar nabati (BBN) adalah sumber energi terbarukan berupa bahan bakar dalam bentuk padat, cair, dan gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Sumber biofuel adalah tanaman yang memiliki kandungan gula tinggi, seperti sorgum dan tebu, dan tanaman yang memiliki kandungan minyak nabati tinggi, seperti jarak, ganggang, dan kelapa sawit.

Keenam, Energi Biomassa. Energi biomassa adalah jenis energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang hidup atau belum lama mati. Sumber biomassa antara lain bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Pembangkit listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di Gorontalo yang memanfaatkan tongkol jagung.

Ketujuh, Energi Gelombang Laut. Energi gelombang laut atau ombak adalah energi terbarukan yang bersumber dari tekanan naik turunnya gelombang air laut. Indonesia sebagai negara maritim yang terletak diantara dua samudera berpotensi tinggi memanfaatkan sumber energi dari gelombang laut. Sayangnya sumber energi alternatif ini masih dalam taraf pengembangan di Indonesia.

Kedelapan, Energi Pasang Surut. Energi pasang surut air laut adalah energi terbarukan yang bersumber dari proses pasang surut air laut. Terdapat dua jenis sumber energi pasang surut air laut. Yang pertama adalah perbedaan tinggi rendah air laut saat pasang dan surut. Yang kedua adalah arus pasang surut terutama pada selat-selat yang kecil. Layaknya energi gelombang laut, Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam pemanfaatan energi pasang surut air laut.

Sayangnya, sumber energi ini masih banyak yang belum termanfaatkan. Jika dilihat kontribusi sumber EBT sebagai sumber energi nasional, masih kurang dari 10%, meskipun potensinya sangat besar. Dari kontribusi yang 10% tersebut, tenaga air merupakan yang terbanyak menyumbang energi nasional, diikuti oleh panas bumi. Sedangkan yang lainnya bisa dikatakan belum termanfaatkan. Sementara 90% dari sumber energi kita masih mengandalkan minyak, gas dan batubara, dimana produksi minyak kita sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk menenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

Upaya Mengantisipasi

Kalau begitu, mengapa Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penanggulangan Krisis Energi Dan/Atau Darurat Energi. Di dalam Perpres tersebut dapat dibaca alasan penerbitan Perpres dimaksud : pertama, dalam rangka menjamin ketahanan energi nasional dan untuk menetapkan langkah-langkah penanggulangan krisis energi dan darurat energi yang dilaksanakan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi; dan yang kedua, untuk memberikan arah bagi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

Hal-hal yang diatur dalam Perpres tersebut, antara lain sebagai berikut : Pertama, definisi krisis energi, yaitu kondisi kekurangan energi; dan definisi darurat energi yaitu kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi. Kedua, penetapan dan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik, yaitu BBM, Tenaga Listrik, LPG, dan Gas Bumi.

Ketiga, krisis energi operasional ditetapkan apabila pemenuhan cadangan operasional minimum atau kebutuhan minimum energi diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh Badan Usaha (yang memiliki izin usaha hilir minyak dan gas bumi atau izin usaha penyediaan tenaga listrik). Keempat, darurat energi operasional ditetapkan apabila gangguan pada sarana dan prasarana energi tidak dapat dipulihkan oleh Badan Usaha. Kelima, krisis energi dan/atau darurat energi nasional ditetapkan jika mengakibatkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan/atau terganggunya kegiatan perekonomian.

Keenam, tata cara penetapan krisis energi dan darurat energi : (1) Menteri ESDM, DEN, dan Badan Pengatur serta Badan Usaha melakukan identifikasi dan memantau kondisi penyediaan dan kebutuhan energi untuk mengantisipasi krisis energi dan/atau darurat energi. (2) Gubernur (termasuk berdasarkan usul Bupati/Walikota) dan/atau Badan Usaha dapat mengusulkan penetapan krisis energi dan/atau darurat energi kepada Menteri ESDM. (3) Dalam hal hasil identifikasi dan/atau usul Gubernur atau Badan Usaha berpotensi memenuhi kondisi krisis energi dan darurat energi, Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN mengadakan Sidang Anggota DEN. (4) Dalam hal Sidang Anggota DEN memutuskan keadaan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional, Menteri ESDM menetapkan krisis energi dan/atau darurat energi, dan Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN menetapkan langkah-langkah penanggulangannya. (5) Sedangkan dalam hal Sidang Anggota DEN merekomendasikan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional, Menteri ESDM mengusulkan kepada Presiden untuk menetapkan krisis energi dan/atau darurat energi, dan Presiden selaku Ketua DEN menetapkan langkah-langkah penanggulangannya.

Ketujuh, Pemerintah wajib melaksanakan tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan Keputusan Ketua Harian DEN dan Keputusan Ketua DEN. Kedelapan, Menteri ESDM, menteri lain yang terkait, Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi.

Kesembilan, Badan Usaha, pihak lain yang terkait, dan masyarakat wajib turut serta menanggulangi krisis energi dan/atau darurat energi. Kesepuluh, berakhirnya krisis energi dan/atau darurat energi untuk kondisi teknis operasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri ESDM setelah mendapat rekomendasi DEN. Kesebelas, berakhirnya krisis energi dan/atau darurat energi untuk kondisi teknis nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.


TOL LAUT DAN PEMBANGUNAN INKLUSIF

$
0
0

Eddy-Cahyono-Sugiarto Eddy Cahyono Sugiarto

“Kita telah lama memunggungi laut, samudera, selat, dan teluk. Sekarang saatnya kita mengembalikan Jalesveva Jayamahe. Di laut kita jaya!

(Pidato Joko Widodo dalam pengucapan sumpah sebagai Presiden RI 2014–2019, 20 Oktober 2014)

Jokowi telah memancangkan komitmen mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim dengan memacu paradigma pembangunan inklusif, dari Jawasentris” menjadi “Indonesiasentris”, yang salah satunya ditempuh melalui  pengembangan Tol Laut, sebagai strategi  menekan disparitas harga serta memeratakan pembangunan ekonomi berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia.

Pilihan strategi pengembangan Tol Laut  sejatinya merupakan elaborasi dari pembangunan inklusif yang mengedepankan keadilan ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sekaligus   menjadi anti-tesis dari paradigma pembangunan eksklusif,  yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata dengan menafikan aspek pemerataan dan kesinambungan.

Paradigma pembangunan inklusif yang mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi berkeadilan,melalui percepatan pengembangan tol laut,  sejalan dengan upaya  mewujudkan Nawacita pertama,“memperkuat jati diri sebagai negara maritim”.Nawacita ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Selain itu, pengembangan tol laut ini mengarah pada capaian Nawacita ketujuh, “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Tol Laut sebagai salah satu program utama Presiden Jokowi telah dicanangkan pada 4 November 2015, Program Tol Laut  merupakan salah satu pilar guna mendukung Indonesia menjadi negara poros maritim dunia dalammewujudkan visi Indonesia Hebat, sekaligusuntuk menegaskan bahwa negara benar-benar hadir ke seluruh daerah lewat kapal-kapal yang terjadwalrutin berlayar.

TolLaut sebagai sebuah konsep dirancang untuk memperkuat jalur pelayaran yang ditujukan bagi pemerataan pertumbuhan ke Indonesia bagian timur, menurunkan biaya logistik, juga menjamin ketersediaan pokok strategis di seluruh wilayah Indonesia dengan harga relatif sama sehingga kesejahteraan rakyat semakin merata.

Di antara ketiga tujuan itu, penurunan biaya logistik dengan perbaikan menyeluruh Sistem Logistik Nasional (Sislognas) khususnya pada transportasi laut tampaknya menjadi tantangan tersendiri, sebab, dibandingkan negara lain, biaya transportasi laut kita memang 2-3 kali lebih mahal.

Pada masa mendatang kita tentunya berharap percepatan pengembangan tol laut dapat diikuti pengapalan langsung (direct call),  ekspor langsung dari pelabuhan tertentu ke negara tujuan ekspor  sehingga akan dapat memeratakan geliat pertumbuhan ekonomi domestik.

Tol Laut meningkatkan daya saing 

Sebuah studi yang dilakukan Institut Teknologi Bandung (ITB),  mengungkapkan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari produk domestik bruto. Tingginya biaya logistik tadi tidak hanya berdampak pada mahalnya barang-barang, namun juga menjadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Di lingkup regional kondisi ini tentunya akan berdampak pada rendahnya daya saing sislognas Indonesia, dimana berdasarkan survei World Bank, skor Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index/LPI) Indonesia pada 2014 adalah 3,1 dengan peringkat 53. Di antara negara ASEAN, skor dan peringkat Indonesia tersebut kalah dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Biaya logistik yang tinggi khususnya di moda transportasi laut, tampaknya menjadi sebuah persoalan serius bangsa ini, apalagi dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan, mengoptimalkan transportasi laut menjadi sebuah pilihan yang tepat, dengan adanya tol laut dan peningkatan konektivitas secara keseluruhan, pemerintah berharap sistem logistik nasional menjadi lebih baik dan biaya logistik dapat dikurangi secara signifikan.

Program tol laut dirancang tidak hanya sekadar membangun konektivitas antara kawasan Barat Indonesia dengan kawasan Timur Indonesia untuk kelancaran arus barang dan logistik serta menekan biaya logistik saja. Namun Tol laut telah berkembang menjadi semacam lokomotif bagi pembangunan di Indonesia, utamanya pembangunan di kawasan Indonesia Timur.

Melalui program tol laut diharapkan akan dapat mempercepatat integrasi antara kawasan pelabuhan dengan kawasan industri dan kawasan ekonomi, kawasan pertumbuhan ekonomi serta kluster-kluster ekonomi untuk menopang kebutuhan akan arus barang dan logistik di pelabuhan.

Tol laut juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi  kesenjangan antara wilayah Indonesia Barat dengan Indonesia Timur. Karena melalui program ini dikembangkan kawasan industri atau kawasan ekonomi baru di sekitar pelabuhan utama maupun pelabuhan pengumpul, agar terjadi keseimbangan pengangkutan barang.

Tol laut pada gilirannya akan mendorong berkembangnya kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi yang baru. Setidaknya kehadiran tol laut akan melempangkan jalan suatu kawasan yang akan dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada di kawasan itu, serta mendorong ketersedian infrastruktur yang memadai.

Program ini sekaligus menjadi sebuah terobosan dalam mengatasi kesenjangan antara kawasan Timur Indonesia dengan kawasan Barat Indonesia yang telah berlangsung selama puluhan tahun.Tol laut telah mendorong pemanfaatan potensi potensi ekonomi yang ada di kawasan Timur serta membuka pasar baru untuk produk yang dihasilkan di kawasan Indonesia Timur.

Peluang kerja dan kesempatan berusaha akan terbuka, produktivitas dan daya saing diprediksi akan mengalami peningkatan. Tak kalah menariknya, biaya logistik akan turun sehingga harga-harga barang semakin murah. Bila harga semakin murah, tentu saja beban masyarakat di Indonesia Timur bisa dikurangi.

Mendekati 1 tahun implementasi  Tol Laut, secercah harapan akan terwujudnya pembangunan inklusif telah mulai terlihat, indikatordapat dicermati dari meningkatnya  volume angkutan barang yang diangkut kapal laut di Indonesia terutama di rute-tute yang dilayani Tol Laut. Jumlah barang dalam negeri yang diangkut dengan kapal laut periode April 2016 tercatat sebesar 20,8 juta atau naik 1,98 persen dibandingkan periode Maret 2016 sebear 20,44 juta ton. Sementara, total barang yang diangkut dengan kapal laut periode Januari-April 2016 tercatat sebesar 81,0 juta ton, jumlah tersebut juga naik dibandingkan periode sama Januari-April 2015 yang mencapai 72,483 juta ton.

Kenaikan arus barang dalam negeri tersebut, merupakan indikasi perekonomian di daerah mulai bergerak naik. Ada pengiriman barang yang berkelanjutan dan makin besar, distrisbusi barang dan jasa lancar dan harga bahan kebutuhan pokok di masyarakat telah  terkendali bahkan turun, dengan distribusi barang dan jasa yang makin cepat dan tinggi, diharapkan akan  bisa menekan biaya logistik nasional, sekaligus menaikkan daya saing perekonomian lokal.

Kita tentunya berharap K/L dan pemerintah daerah dapat terus meningkatkan sinergitas dalam mengembangkan hinterland dan kawasan industri berbasis produk unggulan daerah,  serta intermoda transportasi yang dapat mendukung berkembangnya perdagangan lokal guna mengatasi masalah imbalance trade  agar pengembangan Tol Laut dapat optimal tidak hanya menekan disparitas harga, namun lebih jauh dapat mengkonversikan potensi ekonomi lokal, agar memiliki nilai tambah dalam berkonstribusi memacu pembangunan inklusif,  sebagai  jawaban terhadap  upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara merata dan berkeadilan. Semoga.

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden RI
Kedeputian I Bidang Perencanaan Kajian dan Pengendalian Program Prioritas Presiden
Kantor Staf Presiden RI

Perlindungan Identitas Korban Kejahatan Asusila Di Media Massa

$
0
0

DSC01094(1)Rengga Damayanti, S.H., M.H.

Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan kasus perkosaan dan pembunuhan yang menimpa gadis di bawah umur berinisial Y (14 tahun) di Lampung. Peristiwa tragis ini bahkan sempat menjadi headline sebagian media lokal maupun nasional selama beberapa hari. Pasalnya para pelaku dan korban merupakan anak usia remaja. Semua media seolah berlomba mengupas tuntas kasus ini, jauh-jauh hari sebelum pihak yang diberi wewenang oleh hukum untuk mengungkapnya di persidangan.

Kita dapat dengan mudah mengetahui latar belakang keluarga korban, termasuk foto korban yang bisa di akses hingga ke media sosial. Oknum media tidak malu-malu (tanpa ragu-ragu dan menghiraukan perasaan keluarga korban)  untuk mengungkap identitas korban secara jelas dan terang, tanpa inisial lengkap dengan alamat rumahnya, hingga sudah menjadi perbincangan yang lazim diberbagai kalangan. Pun, hal serupa terjadi pada peristiwa kriminal lainnya yang menimpa korban perempuan berinisial E di Tangerang, dan pelakunya ada yang berusia 15 tahun. Bahkan kali ini, beberapa portal online memuat gambar-gambar foto korban yang sudah meninggal, karena pembunuhannya yang sadis.

Pertanyaanya kemudian, sebegitu tinggikah rasa ingin tahu rakyat Indonesia, sehingga awak media harus bekerja ekstra keras untuk menyajikan berita yang sedetail-detainya, khususnya untuk kasus tindak pidana asusila dan pembunuhan. Atau sebegitu bebaskah saluran informasi sehingga tidak ada filter lagi? Lantas seberapa besar perhatian kita pada keluarga korban, tidakkah kita memperhitungkan perasaan orangtua korban melihat foto anaknya diretas di media.

Bukankah dalam Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik tercantum klausul yang berbunyi:

“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.”

Dari klausul tersebut, dapat dijelaskan bahwa kata “identitas” mengandung pengertian adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak, dan kata “anak” artinya seseorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Sementara pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang tidak dirubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 bahwa anak adalah anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Bahkan di dalam Pasal 64 huruf i Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan antara lain bahwa: anak yang sedang berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan khusus berupa penghindaran dari publikasi atas identitasnya.

Kasus pidana yang terjadi dengan korban Y dan E adalah kasus kesekian di antara banyaknya peristiwa kejahatan seksual yang terjadi belakangan, yang melibatkan baik pelaku dan korbannya adalah anak-anak. Patut kita acungi jempol pada kesungguhan pemerintah dalam memperhatikan hal ini, yang tertuang dalam Penjelasan Umum Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan antara lain dengan mengkategorikan “kekerasan seksual pada anak merupakan kejahatan serius (serious crime).” Meski hingga kini masih terjadi pro dan kontra, salah satunya seputar penerapan kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual pada anak, namun upaya penjatuhan pidana berat ini sebenarnya bertujuan memberikan efek jera pada pelaku, dan efek takut pada calon pelaku.

Terlepas dari itu semua, adalah kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk memberikan perhatian dan pengawasan terhadap kelangsungan hidup yang layak bagi tumbuh kembang anak, sebagai generasi penerus bangsa. Serta peran media massa dalam penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.

Jakarta, 1 Juni 2016

 

Kepala Subbidang Naturalisasi, Asisten Deputi Bidang Hukum,

Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan,

Kementerian Sekretariat Negara RI

PERPRES NOMOR 51 TAHUN 2016 TERBIT, PEMERINTAH DAERAH WAJIB MENETAPKAN BATAS SEMPADAN PANTAI

$
0
0

khusnulOleh Kusnul Nur Kasanah

Presiden belum lama ini tepatnya tanggal 14 Juni 2016 telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.

Peraturan Presiden ini memuat norma pengaturan tentang kriteria penetapan Batas Sempadan Pantai yang menjadi dasar acuan bagi Pemerintah Daerah yang wilayahnya memiliki sempadan pantai untuk menetapkan batas sempadan pantainya.

Merujuk dalam definisi di Perpres Batas Sempadan Pantai tersebut, yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, sedangkan batas sempadan pantai adalah ruang sempadan pantai yang ditetapkan berdasarkan metode tertentu.

Perpres mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang memiliki batas sempadan pantai wajib menetapkan batas sempadan pantainya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, sedangkan Pemerintah Daerah Provinsi memberikan arahan dalam Perda RTRW Provinsi. Khusus untuk DKI Jakarta, batas sempadan pantai ditetapkan oleh Gubernur dalam Perda RTRW Provinsi DKI.

Penetapan batas sempadan pantai dilakukan dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga: kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.

Untuk penetapanya dilakukan berdasarkan penghitungan yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain yang terkait. Penghitungan batas sempadan pantai juga harus memperhatikan: perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; perlindungan pantai dari erosi atau abrasi; perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya; perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta; pengaturan akses publik; dan pengaturan untuk saluran air dan limbah.

Pendekatan praktis dan analitik/numerik digunakan pula dalam penghitungan batas sempadan pantai. Pendekatan praktis merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman empiris dan historis seperti rekam/riwayat sejarah kejadian dan/atau keberadaan faktor ancaman terkait gempa, tsunami, erosi/abrasi, badai, dan banjir dari laut. Sedangkan analitik/numerik pendekatan dengan metode matematik, seperti seperti gempa diukur dengan kekuatan gempa, tsunami diukur dari tinggi gelombang, erosi/abrasi diukur dari perubahan garis pantai dan sebagainya.

Pengaturan tata cara penghitungan batas sempadan pantai secara lebih detail akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, sedangkan untuk pemanfatan ruang di kawasan sempadan pantai diatur lebih lanjut oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang setelah berkoordinasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri/Kepala Lembaga lain yang terkait, mengingat banyak sektor yang lokasi kegiatannya berada di kawasan sempadan pantai.

Pemerintah Daerah diberikan waktu paling lama 5 tahun untuk menetapkan batas sempadan pantai atau menyesuaikan bagi yang penetapan batas sempadan pantainya belum sesuai dengan ketentuan Perpres.

Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 diharapkan akan memberikan jaminan terhadap pemanfaatan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan lindung yang lestari dan berkelanjutan dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau, pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi, pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai serta ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk kepentingan rekreasi, dan semua jenis kegaitan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis dan estetika kawasan, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

============

Kusnul Nur Kasanah, Keasdepan Kelautan dan Perikanan, Kedeputian Bidang Kemaritiman.

Wacana Mewujudkan Kota Layak Huni Bagi Manusia Lanjut Usia

$
0
0
thanonOleh : Thanon Aria Dewangga
Asisten Deputi Bidang Penyelenggaraan Persidangan, Sekretariat Kabinet

Presiden Joko Widodo dalam acara Hari Keluarga Nasional bulan Agustus 2015 pernah menyinggung kesiapan masyarakat dalam menghadapi bonus demografi. Bonus demografi diprediksi akan dirasakan oleh kita pada tahun 2020-2030 nanti. Concern beliau terhadap bonus demografi sangat tinggi dan mengatakan  harus dikelola dengan tepat agar tidak menjadi bencana demografi.

Istilah yang disampaikan adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua dimana sisi yang satu membawa berkah bila kita mempersiapkan diri dengan serius dan sisi yang lain membawa bencana bila kualitas manusia Indonesia tidak disiapkan dengan baik.  Hal senada kembali diucapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan saat berkunjung ke kabupaten Bantaeng yang banyak menyoroti sisi kurang terampilnya tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan terbatas.

Namun dalam tulisan ini, kita tidak akan menyoroti siap tidaknya kita menghadapi bonus demografi pada tahun 2020-2030, namun justru lebih jauh kedepan dengan pertanyaan, siapkah kita menghadapi pendduduk Indonesia lanjut usia setelah kita mengalami bonus demografi. Permasalahan ini diangkat oleh World Bank yang bekerjasama dengan CSIS menyelenggarakan peluncuran laporan terbaru Bank Dunia, berjudul Live Long and Prosper, yang mengkaji tren penuaan di kawasan Asia Timur dan Pasifik serta tantangannya terhadap prospek pertumbuhan kawasan. Indonesia diyakini World Bank akan mengalami tren ini setelah menikmati bonus demografi dan memberikan early warning agar kita siap menghadapinya.

 Siapkah kita menghadapi Gelombang lansia Tahun 2045-2055?

Populasi lansia tentu akan melesat sekitar tahun 2045-2055 ketika generasi produktif Indonesia memasuki usia lanjut. Persoalan ini memang bukan hanya tugas dari pemerintah saja, tapi merupakan tugas dari kita semua dan yang paling penting adalah mempersiapkan diri sendiri.

Profesor Prijono Tjiptoherjanto dalam sessi panel menyampaikan hal yang menarik bahwa masalah aging ini tentu menjadi PR besar bagi Indonesia. Beliau memberikan ilustrasi masalah aging ini dalam kacamata tiga pilar good governance. Dari sudut pandang pemerintahan tentu kita mengharapkan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Dunia swasta mengharapkan iklim bisnis yang kondusif dan tercapainya kesejahteraan. Pun demikian dengan masyarakat yang mengharapkan kualitas hidup yang lebih baik salah satunya melalui meningkatnya tingkat harapan hidup dan kesejahteraan.

Menjadi manusia lanjut usia yang memiliki tingkat harapan hidup yang tinggi serta sejahtera tentu merupakan impian kita semua. Walikota Bandung Ridwan Kamil bahkan melakukan berbagai upaya bersama dengan Pemerintah Kota Bandung untuk meningkatkan indeks kebahagiaan masyarakatnya. Salah satu yang dilakukan oleh Pemkot Bandung untuk meningkatkan indeks kebahagiaan warganya yaitu dengan membangun dan memperbaiki berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh warganya, salah satunya taman-taman kota, fasilitas pelayanan umum hingga tempat hiburan. Apa yang telah dilakukan oleh Pemkot Bandung selama ini, telah berdampak positif untuk meningkatkan indeks kebahagiaan warganya.

Mewujudkan Kota Layak Huni Bagi Manusia Lanjut Usia

Upaya yang dilakukan Kota Bandung yang seharusnya dicoba untuk dijadikan inisiatif oleh berbagai kota di Indonesia, agar sebagian kota di Indonesia menjadi kota yang mempunyai peringkat the most liveable city setidak-tidaknya di Indonesia untuk manusia lanjut usia. Upaya ini perlu didorong dan dijadikan salah satu terobosan bagi sebagian kota-kota di Indonesia agar tidak hanya menjadikan Pendapatan Asli Daerah sebagai indikator tapi juga Indeks Kebahagiaan Masyarakat.

Saat ini terkesan hampir semua kota berupaya untuk meningkatkan perekonomian dengan mengundang investor dalam dan luar negeri untuk membangun kotanya. Dampak yang dikhawatirkan terjadi adalah semua kota akhirnya menjadi sahabat bagi manusia usia produktif sedangkan manusia lanjut usia menjadi terlupakan. Ritme dan gaya hidup kota-kota yang berorientasi pada ekonomi tentu tidak sesuai dengan gaya hidup manusia lanjut usia. Untuk itulah menjadi sangat menarik bila ada satu atau dua kota di satu provinsi di Indonesia yang berani menawarkan diri sebagai ‘kota pensiun’ yang menawarkan kenyamanan bagi penghuni kotanya yang nanti mayoritas merupakan manusia lanjut usia.

Beberapa surat kabar terkemuka di luar negeri minimal satu kali dalam setahun selalu memberikan review terhadap beberapa kota yang dianggap sebagai kota layak huni. Salah satunya Huffington Post di tahun 2016 ini memunculkan 12 kota yang masuk dalam kategori layak huni atau cocok untuk dijadikan tempat pensiun. Sayangnya di Indonesia belum ada dari Kementerian/Lembaga atau penelitian dari media terkemuka yang mengetengahkan atau memberikan penilaian terhadap kota-kota di Indonesia yang dianggap sebagai layak huni bagi manusia lanjut usia.

Bila semua kota di Indonesia tidak berlomba-lomba menjadikan indikator ekonomi sebagai kunci kesuksesan sebuah pembangunan, rasanya bisa dikaji penetapan satu kota layak huni untuk tempat pensiun di semua provinsi. Rasanya sulit untuk menyelaraskan irama atau denyut nadi kota yang sibuk seperti ibukota-ibukota provinsi dengan keinginan dari manusia lanjut usia. Penulis mencoba mengambil sampel kota Magelang dan Ciamis yang rasanya sangat ramah bagi manusia lanjut usia. Pertanyaannya adalah mungkinkah kepala daerah yang kabupaten/kotanya dijadikan kota pensiun  mau menerimanya? Seharusnya banyak yang berminat karena di balik ketenangan kota pensiun tersimpan potensi ekonomi yang cukup menjanjikan. Diperlukan diskusi dan pembicaraan yang lebih dalam  terhadap isu kota pensiun ini.

 

 

 

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM RANGKA MENCIPTAKAN OBAT MURAH DAN BERKUALITAS (INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2016)

$
0
0

2016-06-23-PHOTO-00000152Oleh:    Bobai M Anugrahta Saragih, Analis Hukum pada Subbidang Industri, Deputi Bidang Perekonomian

Bagi sebagian besar masyarakat, harga obat kerap tidak terjangkau. Kondisi tersebut dapat membuat hak masyarakat terhadap akses pengobatan jadi terhambat karena tidak semua warga memiliki asuransi kesehatan. Hal tersebut disebabkan bahan baku obat masih harus didatangkan dari luar negeri.  Saat ini terdapat 206 industri farmasi yang mendominasi pangsa pasar obat nasional, tetapi 95% bahan baku pembuatan obat tersebut masih diimpor.

Memperhatikan hal tersebut, keberadaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat membantu masyarakat mendapatkan obat dengan harga lebih murah dari pasaran dan berpengaruh meningkatkan pasar farmasi terutama kebutuhan masyarakat pada obat berkualitas. Namun demikian, JKN dimaksud harus pula memerlukan dukungan kemampuan produksi dalam negeri. Untuk itu, perlu diambil langkah-langkah kebijakan yang terintegrasi (tailor-made policy) yang melibatkan dukungan semua Kementerian/Lembaga, BUMN, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempercepat pengembangan industri farmasi.

Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 8 Juni 2016, Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Inpres dimaksud memuat beberapa hal yang bersifat percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, guna mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri alat kesehatan dalam negeri melalui peningkatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, meliputi:

  1. penyusunan dan penetapan rencana aksi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, sebagai acuan K/L terkait agar kebijakan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan tersebut dapat terarah dan dapat mendorong produksi bahan baku obat di dalam negeri seperti produk bioteknologi, produk vaksin, produk natural;
  2. fasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, agar terdapat peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka jaminan kesehatan nasional (JKN) dan mendorong keterjangkauan harga obat di dalam negeri;
  3. mendorong pengembangan riset di bidang farmasi dan alat kesehatan, untuk mendorong peningkatan kualitas dan ragam temuan-temuan baru;
  4. penyusunan kebijakan yang mendorong investasi di bidang industri farmasi dan alat kesehatan, dengan memberikan insentif fiskal yang mendukung tumbuh dan berkembangnya industri farmasi dan alat kesehatan agar dapat berdaya saing menciptakan .

Lebih lanjut, dalam Inpres, Presiden menginstruksikan kepada Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, guna mengambil langkah-langkah untuk mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dengan:

  1. menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional;
  2. meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri dan ekspor;
  3. mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang farmasi dan alat kesehatan; dan
  4. mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri.

            Komitmen Pemerintah untuk memberikan obat murah ini sangat kuat dan hal tersebut diungkapkan Presiden pada beberapa kesempatan. Kedepannya, Inpres ini menjadi kebijakan nasional terpadu dan terintegrasi, sehingga dapat membantu mendapatkan obat dengan harga lebih murah dan berkualiatas, serta Inpres ini juga dapat menjadi model kebijakan yang akan mendorong kebijakan lain peduli kepada kebutuhan masyarakat.

 

 

SELAMAT IDUL FITRI 1437 H, MOHON MAAF LAHIR BATIN

$
0
0
Screenshot_2016-07-05-23-06-50_1Oleh: M Arief Khumaedy
 
“Memaafkan”. Kata mulia ini sering kita dengar, kita baca di media sosial yang melekat di ponsel dan jaringan internet kita masing masing, dan kita lantunkan pada setiap pertemuan dengan sanak kerabat. Memaafkan didalamnya terkandung ketulusan, penyerahanan ego atau harga diri dan keberanian. Pada hari Raya Idul Fitri 1437 H ini momen bermaaf-maafan tersebut kita ulangi kembali.

 
Memang dalam ajaran agama, perintah untuk memaafkan dilaksanakan setap saat, tidak hanya  pada  momen momen tertentu. Memaafkan tidak tergantung momen perayaan idul fitri, tetapi pada setiap kesempatan dalam kehidupan kita.  Memaafkan menjadi kewajiban untuk  dilakukan oleh orang beriman. Derajat orang yang mudah memaafkan orang lain akan digolongkan sebagai  orang yang berkedudukan mulia,  dimuliakan dengan mendapatkan keutamaan di dunia dan  sisi Allah swt nanti di akherat. “Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kecuali kemuliaan (di dunia dan akherat)”. Seorang pemaaf akan mendapatkan kemuliaan di dunia seperti dihormati dan disegani dihadapan manusia kerena sifanya yang pemaaf, dan diakherat nanti akan mendapatkan kedudukan mulia dihadapan Allah. Pemilik sifat pemaaf ini juga tergolong sebagai orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah swt: (Orang-orang yang bertaqwa adalah) mereka yang menafkahkann (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta (mudah) memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukaii oang-orang yang berbuat kebajikan, (Ali Imron: 134).  Sifat “memaafkan” yang berkedudukan mulia ini merupakan perbuatan bajik yang disukai oleh Allah swt.  Lebih-lebih pemberian maaf tersebut iklas dari lubuk yang paling dalam. “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” – (QS. Al Baqarah : 263)
 
 
#####
Tradisi lebaran yang didalamnya ada saat bermaaf-maafan dan silaturahmi ini  merupakan bentuk implementasi dari ajaran Islam yang sudah membumi dan di hanyati pemeluknya di Indonesia. Ajaran yang mewajibkan untuk memberikan maaf kepada sesama dan menghubungkan silaaturami menjelma dalam tradisi mudik dan “unjung” (berkunjung). Berkunjung dari rumah ke rumah keluarga besar, kemudian di lingkungan tetangga dan handai toulan untuk saling memberi kabar baik memohon kesalahan bilamana ada kesalahan baik di sengaja atau tidak disengaja.  Bentuk budaya ini hasil dari proses sosial yang berlangsung bertahun-tahun, secara elastis mengambil bentuk dalam tradisi mudik dan berkunjung yang sekarang telah menjadi kekayaan budaya nasional. Proses ini adalah bentuk islamisasi melalui adaptasi dilingkungan sesuai dengan lokalitas yang ada  dimana Islam berada. Tradisi lebaran ini bukti Islam sebagai  rahmat, bahwa pendahulu umat  dahulu yang cerdas dalam melaksanakan dan mewartakan ajaran Islam dalam situasi lokal yang berbeda.
 
Perintah silaturahmi ini sangat jelas. Dalam hadis riwayat Anas bin Malik ra,   Rasulullah saw bersabda:  barangsiapa yang ingin diluaskan rizki dan dipanjangkan umur maka hendaklah bersilaturahmilah  (HR. Al-Bukhari). Dalam Al Quran suci disebutkan  “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. ( QS. An Nisa:1)
 
Dari sisi ekonomi, tradisi lebaran ini juga telah menjadi rahmat bagi bangsa Indonesia, yakni terjadi sarana transfer pendapatan uang dari pusat-pusat pertumbuhan perekonomian ke daerah daerah. Dana yang selama ini terpusat di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, tersebar ke daerah-daerah hingga ke pelosok desa. Pada perayaan Idul Fitri terjadi pergerakan aliran uang dari kota kota besar ke daerah-daerah dengan jumlah sangat besar. Bank Indonesiamencatat jumlah uang yang beredar selama bulan Ramadhan sampai dengan  hari Raya Idul Fitri menembus angka 160,4 triliun rupiah.Angka sebesar ini untuk memenuhi kebutuhan uang tunai selama Ramadhan dan Idul Fitri 2016 yang diperkirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. BI memprediksi, kebutuhan uang (outflow) di bulan Ramadhan sampai dengan Idul Fitri 2016 tembus di Rp160,4 triliun. Realisasi outflow pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2015 atau mencapai Rp140 triliun. Uang sebesar ini dibawa ke daerah daerah oleh para pemudik dari kota-kota besar di Indonesia bahkan dari Negara Negara asing, yaitu dari pahlawan kita tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Mereka membawa uang dan modal lainnya ke desa dan kampungnya untuk dibelanjakan di daerah, untuk kebahagian bersama  keluarga maupun untuk membangun desa. Di bulan Ramdhan dan Idul Fitri tahun 2016 ini merupakan siklus peredaran jumlah yang tertinggi dalam sembilan tahun terakhir, yang diperkirakan pertumbuhan mencapai 14,7%. Pembayaran gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI dan Polisi yang ke-13 juga menjadi factor pertumbuhan peradaran uang ini.
 
####
Memaafkan berhubungan dengan sikap toleran dan lapang dada. Toleran pada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita, baik karena prasangka bahwa perbuatan orang lain itu tidak tepat atau memang perbuatan itu nyata-nyata salah. Hal ini terkait dengan sikap penerimaan kita, sikap lapang dada dan sabar pada waktu terjadi hal hal yang berbeda dengan persepsi kita. Amar ma’ruf tidak harus dengan kekerasan, bahkan dalam perbuatan bajik perlu kerja sama untuk melaksanakan dengan saling nasehat menasehati dalam hal melakukan kebaikan dan kesabaran.  “Demi masa!  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (Q.S. Al Ashr: 1-3 ) .
 
Hanya sayangnya, noda sedikit membuat rusak susu sebelanga, Terorisme yang dilakukan mereka yang mengatasnamakan agama, seakan-akan menutup mulianya ajaran Islam yang suci untuk memberi maaf  ini. Tindakan terorisme ini bentuk dari sikap memaksakan  ide dan pikirannya dengan mengatasnamakan ajaran agama, melalui cara-cara kekerasan. Jangan terjebak pada perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, melalui cara-cara kekekerasan seperti  tindakan penganut komunisme di masa masa jayanya dahulu, yang memaksakan nilai keadilan “sama rata sama rasa” melalui cara-cara kekerasan, atas nama  revolusi yang dianggap sebagai  tuntutan  dari sejarah.
 
Semoga kita tidak tergoda sengan tindakan intoleran dengan tdak memberi maaf ini
 
Selamat hari raya idul fitri 1437 H. 
Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang-orang  yang kembali suci dan beruntung.
Taqabalallahu minna wa minkum
(Semoga Allah menerima amalanku dan amalanmu).
Afwan zahir wal bathin
(Mohon maaf lahir dan batin)
 
Semoga kita dipertemukan kembali Ramadhan yang akan datang. Amiin.

ENGGANO … PESONA NUSA PENJAGA INDONESIA

$
0
0

khusnulEnggano merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia dan berbatasan dengan India. Secara administratif pulau ini berada di wilayah Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, berjarak sekitar 175 km dari Kota Bengkulu, 123 km dari Kota Manna, 133 km dari Kota Bintuhan, dan 513 km dari Ibukota Jakarta.

Perjalanan dari Jakarta dengan pesawat terbang ke Bengkulu dapat ditempuh selama sekitar 1,5 jam, dari Bengkulu ke Pulau Enggano dapat ditempuh dengan pesawat perintis yang dapat ditempuh dalam waktu 40 menit, atau dengan kapal feri sekitar 12-18 jam.

Pulau Enggano memiliki luas 400,6 km2 dan panjang pantai 112 km dengan topografi berkisar 5 – 102 meter DPL, dengan puncak tertinggi mencapai 281 meter di Gunung Kana Buwabuwa, pasir pantainya berwarna putih dan ditumbuhi pohon kelapa dan perdu. Sebelah barat Pulau Enggano terdapat pulau-pulau kecil seperti Pulau Dua, Pulau Merbau, Pulau Bangkai, dan Pulau Satu.

Di Pulau Enggano mengalir beberapa sungai besar dan kecil seperti Sungai Air Kinono, Air Kianopo, dan Air Kuala Kikin. Keberadaan sungai-sungai itulah yang mempengaruhi keanekaragaman hayati di Pulau Enggano, dalam beberapa tahun terakhir banyak peneliti yang menemukan keunikan keanekaragaman hayati Pulau Enggano yang berbeda dengan yang berada di Pulau Bengkulu. Selain itu, potensi perikanan tangkap di Pulau Enggano cukup besar, jenis-jenis ikan kualitas ekspor seperti ikan tuna, kerapu, tenggiri, tongkol, kakap, dan gebur banyak tertangkap di Enggano.

Meskipun masuk dalam pulau terluar Indonesia, Enggano merupakan pulau berpenduduk. Sebagian besar penduduknya merupakan petani dan nelayan, saat kondisi perairan tenang penduduk melaut, namun sebaliknya saat gelombang tinggi penduduk bercocok tanam mengolah sawah, berkebun dengan komoditas seperti kelapa, melinjo, cengkih, coklat dan pisang, serta berternak kerbau sapi, ayam, dan kambing.

Lain dari keanekaragaman hayati dan panorama pantai pasir putih yang menawan serta pemandangan bawah laut yang mempesona untuk diving, Pulau Enggano juga menawarkan potensi-potensi wisata alam yang dapat di-explore, seperti:

  1. Petualangan alam melihat fauna liar

Crocodile Watching, hampir di setiap muara sungai didiami oleh buaya, dengan ukuran mulai dari kecil sampai dengan berukuran raksasa. Bird Watching, banyak burung liar yang dapat ditemui di Enggano, salah satunya yang terdapat di Taman Burung Gunung Nanua. Dua spesies endemik yang ada di Kepulauan Enggano yakni Celepuk Enggano, dengan Status Konservasi Hampir Terancam, dan Burung Kacamata dengan Status Konservasi Rentan. Jenis burung lain yang bisa dijumpai diantaranya adalah Burung Betet Ekor Panjang, Tiung/Beo Enggano, Pergam, Kehicap Ranting, dan Bangau. Sea Turlte, bisa dilihat di tepi tubir yang terdapat di pesisir pantai Pulau Enggano, dapat dilihat juga beberapa lokasi yang biasa dijumpai akitifitas bertelurnya penyu; yakni di sekitar Teluk Labuho (Teluk Kopi) Teluk Abeha, Teluk Kioyo, Teluk Ahai, dan dua lokasi di Teluk Malakoni.

  1. Berburu dan memancing

Bagi yang hobi berburu, babi hutan salah satu satwa buruan yang potensial untuk diburu di Pulau Enggano. Adanya kelompok berburu tradisional menjadi daya tarik tersendiri, dengan alat yang masih tradisional dan dengan anjing buruan lokal. Untuk yang hobi memancing Pulau Enggano adalah tempat yang tepat, spot-spot menarik untuk memancing dapat ditemui disekitar Sawang Bugis di daerah barat daya Pulau Enggano, dengan menggunakan sampan nelayan maupun di sekitar muara sungai. Kegiatan menangkap udang lobster dan kepiting laut juga merupakan wisata menyenangkan yang dapat dilakukan di sekitar mulut tubir dengan menggunakan alat khusus pada malam hari.

  1. Surfing

Bagi wisatawan yang hobi surfing, ombak di Pulau Enggano sangat pas untuk surfing karena ombak Samudera Hindia di Pulau Enggano cukup tinggi, sehingga dapat memicu adrenalin para peselancar.

  1. Wisata Antropologi.

Keberadaan suku-suku dan masih banyaknya masyarakat yang menganut agama nenek moyang (Ameok) menjadi kekhasan budaya tersendiri di Enggano. Dengan berjalan menjelajah pulau, akan ditemukan Maula, tempat ibadah agama Ameok, yang jumlah sangat banyak dan biasanya berlokasi di gunung-gunung yang sepi dan berhutan lebat. Keunikan ini akan menjadikan Pulau Enggano destinasi menarik untuk dikunjungi.

Potensi pariwisata Enggano yang begitu menawan, belum didukung ketersediaan infrastruktur seperti penginapan, air bersih, listrik, dan aksesibilitas yang memadai, tentu saja ini akan menjadi permasalahan dasar yang membutuhkan langkah konkrit untuk diatasi, sehingga komitmen pemerintah untuk menjadikan Pulau Enggano sebagi icon baru pariwisata dapat diwujudkan. Di samping ketersediaan infrastruktur, hal lain yang tidak kalah penting adalah kesiapan masyarakat setempat, bagaimana mengedukasi menjadi masyarakat yang ramah dan nyaman bagi para pelancong. Terwujudnya Pulau Enggano sebagai icon baru destinasi wisata nusantara tentu akan memberikan stimulus positif bagi pulau-pulau terluar lainnya untuk mengeliat sebagai nusa penjaga Indonesia yang aman, lestari, dan sejahtera.

Penulis: Kusnul Nur Kasanah, Kepala Subbidang Pendayagunaan Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Tata Ruang Kedeputian Bidang Kemaritiman.

=======


Strategi Komunikasi dalam Logo Peringatan Kemerdekaan RI

$
0
0

12647245_10207190908343955_1593412526027532334_nOleh: Edi Nurhadiyanto *)

 

P R O K L A M A S I

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta.

 

Naskah yang diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik di atas, yang kemudian dikenal dengan sebutan naskah “Proklamasi Autentik”, selama peringatan kemerdekaan di Bulan Agustus akan diputar kembali untuk mengingat perjuangan yang telah dilakukan oleh para pendahulu Bangsa.

Momentum peringatan kemerdekaan sejatinya bukan hanya perayaan tahunan yang biasa saja, namun lebih dari itu prosesi peringatan juga dapat menjadi sebuah sarana untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat secara tidak langsung.

Harold Dwight Lasswell, seorang ilmuwan politik terkemuka Amerika Serikat dan pencetus teori komunikasi, menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan pesan dalam sebuah kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan ”Who Says What Which Channel To Whom With What Effect?”

Lasswell ingin menyampaikan bahwa pesan dalam sebuah kegiatan komunikasi dapat dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus di atas, yakni:

Who? (Siapakah komunikatornya)

Says what? (pesan apa yang dinyatakannya)

In which channel? (media apa yang digunakannya)

To whom? (siapa komunikannya)

With what effect? (efek apa yang diharapkan)

Dengan dasar tersebut di atas, salah satu strategi komunikasi yang hendak diwujudkan dalam peringatan kemerdekaan terutama dalam dua tahun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah melalui logo yang digunakan.

Menjadikan Logo sebagai Strategi Komunikasi

Logo dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama. Dalam setiap peringatan kemerdekaan, logo menjadi salah satu hal penting untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang berharganya momentum yang dirayakan setiap 17 Agustus ini.

Menilik teori Lasswell di atas, logo peringatan kemerdekaan selama dua tahun kepemimpinan Presiden Jokowi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Logo Peringatan 70 Tahun Kemerdekaan

Pengenalan logo peringatan 70 tahun kemerdekaan dirangkaikan dengan pencanangan Gerakan Nasional “Ayo Kerja” yang dilangsungkan di Sabang, Pulau Weh pada Selasa, 10 Maret 2015.

Logo-70-tahun-gerakan-nasional-ayo-kerja-kemerdekaan-Indonesia“Hari ini saya berdiri di titik nol kilometer Indonesia, titik ujung barat Indonesia. Gerakan Nasional  70 Tahun Kemerdekaan RI, saya canangkan tepat di nol kilometer Indonesia, di Kota Sabang dan rencananya akan berakhir di Merauke ujung timur Indonesia waktu berikutnya,” tutur Presiden Jokowi saat itu.

Pesan Presiden saat mencanangkan logo peringatan kemerdekaan bukan hanya sampai di situ saja. Ada pesan yang disampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan dan rakyat.

Berikut pesan Presiden Jokowi yang lain yakni,”Gotong royong bukan hanya urusan rakyat, para pemimpinlah yang pertama dan terutama harus mampu memberikan contoh bergotong royong dalam kerja. Karena kita yakin tantangan besar yang dihadapi Bangsa Indonedia hari ini baik  nasional, regional maupun global memerlukan upaya bersama yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote”.

Dalam konteks teori komunikasi Lasswell di atas, Presiden Jokowi mengambil peran besar untuk menyampaikan pesan yang kuat kepada masyarakat. Saluran yang digunakan dalam menyampaikan informasi pun jelas karena positioning yang dimiliki oleh Presiden Jokowi.

Efek yang diharapkan oleh Presiden Jokowi termaktub dalam arahannya yakni,” Indonesia bukan hanya masa lalu kita, melainkan hari ini, dan masa depan kita. Indonesia adalah harapan kita, tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata. Tempat kita untuk menaruh cita-cita, sekaligus tempat untuk mewujudkannya”.

 b. Logo Peringatan 71 Tahun Kemerdekaan

Rilis logo 71 Tahun Indonesia Merdeka secara resmi tertuang dalam surat Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara yang ditandatangani Sekretaris Menteri Sekretaris Negara (Sesmensesneg) Setya Utama Nomor : B-1651/Kemensetneg/Ses/TU.00.04/05/2016 tanggal 25 Mei 2016 tentang Penyampaian Logo Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2016.

GSM 71tahunUntuk menguatkan pesan kepada masyarakat, Presiden Jokowi seperti halnya peluncuran logo Peringatan 70 tahun kemerdekaan mengambil peran penting. Presiden Jokowi membuka Pameran Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia “GORESAN JUANG KEMERDEKAAN”, yang digelar di Galeri Nasional, Jakarta, pada hari Senin, 1 Agustus 2016 lalu.

Penguatan pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam acara tersebut kepada masyarakat yakni bahwa dari tema-tema lukisan tersebut, masyarakat terutama generasi muda bisa belajar banyak. Pembelajaran dimaksud seperti memetik nilai-nilai perjuangan, membangun imajinasi yang indah tentang Indonesia, sopan satun dan kehalusan budi masyarakat Indonesia serta peradaban bangsa.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), konsep Logo Peringatan Kemerdekaan ke-71 adalah sebagai bentuk kerja nyata yang berkesinambungan. Untuk itulah, visualisasi 71 tahun Indonesia merdeka memiliki bentuk yang berkelanjutan dari logo 70 Tahun Indonesia merdeka.

Refleksi Kepemimpinan dalam Logo Peringatan Kemerdekaan

Dalam peluncuran logo peringatan kemerdekaan ke-70 dan ke-71, Presiden Jokowi menghadiri kedua acara tersebut secara langsung. Apa yang disebut dalam teori Lasswell bahwa Pemberi pesan memberikan kesan kuat akan ide yang ingin disampaikannya.

Teori komunikasi yang disampaikan oleh Quinn dalam buku Kampanye PR Kiat dan Strategi (Ruslan, 2002:90-91) bahwa strategi hendaknya memberikan kepemimpinan yang memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap pencapaian tujuan pokok. Hal ini menegaskan komitmen Presiden Jokowi dalam mengejawantahkan Nawa Cita yang disampaikan saat visi misi sebelum menjadi Presiden.

Dengan demikian, menurut penulis, strategi komunikasi yang diterapkan untuk penyampaian logo peringatan kemerdekaan menarik karena mengindahkan teori komunikasi yakni dalam mengetahui tujuan pesan komunikasi dan bagaimana peranan komunikator dalam menyampaikan pesan tersebut.

Layak untuk ditunggu di tahun depan apakah akan ada Strategi Komunikasi yang baru dalam Logo Peringatan Kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia (RI).

*) Penulis adalah Kepala Subbidang Pelayanan Informasi pada Asisten Deputi Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Protokol

MEMBANGUN BERANDA TERDEPAN NUSANTARA

$
0
0

20151002_074854Untuk dapat mengakselerasi kemajuan bangsa dibutuhkan konsep pembangunan yang “anti mainstream”, tanpa sebuah komitmen dan lompatan pemikiran tidak akan ada perubahan signifikan dalam pembangunan.

Perubahan orientasi kebijakan dan strategi diperlukan untuk  mengatasi kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan, antara Kawasan Timur dan Kawasan Barat, antara Bagian Tengah dan Bagian Terluar (terdepan).

Pembangunan yang terkonsentrasi di darat menjadikan potensi kelautan menjadi terabaikan (dipunggungi). Permasalahan kesenjangan dan mindset pembangunan darat yang telah terpatri sejak rezim pemerintahan terdahulu menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintahan Presiden Jokowi.

Guna mengatasi tantangan tersebut, Presiden Jokowi memperkenalkan konsep yang dituangkan dalam Butir Ke-3 Nawacita Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah & desa dalam kerangka negara kesatuan”.  Membangun dari pinggiran dapat diartikan sebagai pembangunan di kawasan perbatasan. Komitmen pemerintah selama ini terhadap pembangunan kawasan perbatasan dinilai masih sangat minim dan cenderung menjadi kawasan yang termarginalkan, padahal jika dilihat dari aspek geopolitik kawasan perbatasan memiliki posisi yang sangat strategis. Menyadari posisi strategis itulah, saat ini pembangunan kawasan perbatasan menjadi salah satu agenda pembangunan prioritas nasional.

Pengembangan kawasan perbatasan negara yang selama ini dianggap sebagai pinggiran negara, diarahkan menjadi halaman depan negara, yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, dengan menggunakan pendekatan pembangunan keamanan (security approach) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach) yang difokuskan pada 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dan 187 Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) di 41 Kabupaten/Kota dan 13 Provinsi.

Mengatasi ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan, Presiden pada tanggal 28 April 2015 mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 (Tujuh) Pos Lintas Batas Negara Terpadu Dan Sarana Prasarana Penunjang Di Kawasan Perbatasan. Dalam Inpres tersebut, Presiden mengintruksikan kepada para Menteri dalam Kabinet Kerja untuk mengambil langkah-langkah pembangunan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk mempercepat pembangunan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan sarana prasarana penunjang di kawasan perbatasan di Aruk-Kabupaten Sambas, Entikong-Kabupaten Sanggau, Nanga Badau-Kabupaten Kapuas Hulu, Motaain-Kabupaten Belu, Motamasin-Kabupaten Malaka, Wini-Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Skouw-Kota Jayapura.

Sedangkan dalam aspek perencanaan pemanfaatan ruang Presiden juga telah menetapkan 5 (lima) Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara, yang meliputi perbatasan negara di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Papua, Maluku, serta Papua Barat dan Maluku Utara. Dokumen perencanaan spasial tersebut, selain memberikan kepastian hukum terhadap pemanfaatan ruang di kawasan perbatasan, diharapkan juga akan mampu menjaga keterpaduan ruang dan menjadi alat koordinasi bagi pelaksanaan pembangunan di kawasan perbatasan.

Jika matra spasial pembangunan kawasan perbatasan telah diatur dalam perpres rencana tata ruang kawasan perbatasan negara, maka program-program pembangunan di kawasan perbatasan sampai dengan tahun 2019 telah dipadukan oleh Badan Nasional Pegelola Perbatasan (BNPP) dalam dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015–2019. Rencana Induk tersebut fokus pada agenda prioritas yang meliputi: penetapan dan penegasan batas wilayah negara, peningkatan pertahanan dan keamanan, serta penegakan hukum, peningkatan pelayanan lintas batas negara, peningkatan penyediaan infrastruktur kawasan perbatasan, penataan ruang kawasan perbatasan, pengembangan/pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan, peningkatan pelayanan sosial dasar kawasan perbatasan, dan penguatan/penataan kelembagaan.

Di samping telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan keterpaduan program dan matra spasial kawasan perbatasan, Pemerintah juga memberikan perhatian terhadap bagian dari kawasan perbatasan yang berupa Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT), yaitu pulau-pulau kecil yang sesuai dengan hukum internasional dan nasional memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 Indonesia memiliki 111 PPKT, dimana saat ini sedang disusun Keputusan Presiden guna penetapan 111 PPKT tersebut. Penetapan terhadap 111 PPKT sangat penting karena PPKT memiliki Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) yang menjadi dasar penentuan garis pangkal kepulauan Indonesia, sehingga berpengaruh terhadap Batas Wilayah Kedaulatan Indonesia. Tentu saja sebagai nusa penjaga terdepan Indonesia, PPKT harus bersolek sehingga kedaulatan negara tidak hanya dijaga dengan pendekatan pertahanan dan kemanan militer tapi juga dengan pendekatan kesejahteraan.

Dengan adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap kawasan perbatasan yang telah diwujudkan dengan berbagai kebijakan, diharapkan akan dapat memberikan stimulus dan percepatan pembangunan dalam rangka menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan nusantara yang aman, berdaulat, dan berdaya saing.

Penulis: Kusnul Nur Kasanah, Kepala Subbidang Pendayagunaan Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Tata Ruang Kedeputian Bidang Kemaritiman.

 

=====

Ada Apa Dengan Pulau Enggano…?

$
0
0

Screenshot_2016-08-11-05-32-35_1Oleh : M. Hamidi Rahmat

Menjelang peringatan hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke-71, pulau Enggano ramai dibicarakan. Ada apa gerangan yang terjadi di pulau sebelah barat Sumatera tersebut ?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu akan kita tinjau sejenak kebijakan Pemerintah tentang pulau-pulau kecil terluar dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2010 Pemerintah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersebut dijelaskan bahwa Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Sedangkan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.

Dengan definisi tersebut maka pulau Enggano termasuk pulau kecil karena luasnya hanya 402,6 km2 (Presentasi Bupati Bengkulu Utara, 8/8/2016). Dalam tabel Wikipedia mengenai daftar pulau-pulau terluar Indonesia, tercantum Pulau Enggano pada urutan ke-23 meskipun tidak ada berbatasan langsung dengan negara tetangga, tetapi menghadap ke laut lepas Samudera Hindia. Di dalam tabel lampiran Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, nama pulau Enggano tercantum pada nomor urut 73. Dengan demikian jelaslah bahwa pulau Enggano merupakan PPKT.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) tersebut dinyatakan bahwa tujuan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Pembangunan dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan keterpaduan pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, sumber daya manusia, pertahanan, dan keamanan.

Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan secara terpadu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, meliputi bidang-bidang sumber daya alam, lingkungan hidup, infrastruktur, perhubungan, pembinaan wilayah, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.

Kebijakan Pemerintahanan Jokowi-JK

Pada saat kampanye Pemilihan Presiden pada tahun 2014 yang lalu, telah menjelaskan visi, misi, dan program aksinya jika terpilih menjadi Presiden RI. Pada waktu itu pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden ini menawarkan 12 agenda strategis dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat dalam bidang politik, 16 agenda strategis untuk menuju Indonesia yang berdikari dalam bidang ekonomi dan 3 agenda strategis untuk Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Dari 31 agenda strategis itu diperas lagi menjadi sembilan agenda prioritas dalam pemerintahannya.

Untuk menunjukan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, maka dirumuskan sembilan agenda prioritas dalam pemerintahannya. Kesembilan agenda prioritas itu disebut Nawa Cita.

Nawa Cita ketiga adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Lebih lanjut Jokowi menjabarkan bahwa: Pertama, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan. Kedua, meletakkan dasar-dasar bagi dimulainya desentralisasi asimetris. Kebijakan desentralisasi asimetris ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat daya saing ekonomi Indonesia secara global, dan untuk membantu daerah-daerah yang kapasitas berpemerintahan belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan publik.

Ketiga, mensinergikan tatakelola pemerintahan Indonesia sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terfragmentasi sebagaimana berkembang selama ini. Keempat, menyelesaikan problem fragmentasi dalam penyelenggaraan politik desentralisasi di pusat dengan memperlakukan regim desentralisasi sebagai ujung tombak pengelolaan pemerintahan negara menggantikan dominasi regim sektoral dan keuangan dalam tata pengelolaan pemerintahan negara selama ini. Kelima, melakukan reformasi dalam tata hubungan keuangan pusat dan daerah dengan cara pengaturan kembali sistem distribusi keuangan nasional sehingga proses pembangunan tidak semata-mata mengikuti logika struktur pemerintahan, tetapi melihat kondisi dan kebutuhan daerah yang asimetris.

Keenam, melakukan pemerataan pembangunan antar wilayah: antara Jawa dengan luar Jawa, antara wilayah barat Indonesia dengan wilayah timur Indonesia, antara kota dengan desa. Ketujuh, menata kembali pembentukan daerah otonom baru yang lebih berorientasi kesejahteraan dengan perubahan kebijakan DAU yang menjadi salah satu sebab yang mendorong pembentukan daerah otonom baru dan mengharuskan adanya pentahapan bagi pembentukan daerah otonom baru.

Kedelapan, mendorong daerah untuk dapat melakukan pengurangan overhead cost (biaya rutin) dan mengalokasikan lebih banyak untuk pelayanan publik. Kesembilan, melakukan reformasi pelayanan publik melalui: penguatan desa, kelurahan, dan kecamatan sebagai ujung tombak pelayanan publik serta mengawal implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi, dan pendampingan.

Kesepuluh, meningkatkan kapasitas pemerintah nasional untuk lebih menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan dan pelayanan, bagi daerah otonom secara lebih maksimal; dan mendorong kemungkinan bagi adanya penggabungan ataupun penghapusan daerah otonom setelah melalui proses pembinaan, monitoring, dan evaluasi yang terukur dalam jangka waktu yang memadai.

Kebijakan di Bidang Energi

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pasal 23 ayat 2 menyatakan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan. Model percontohan pengembangan energi untuk kegiatan produktif di pulau Enggano merupakan salah contoh yang dikemukakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Visi yang telah ditetapkan untuk mengembangkan energi di pulau kecil terluar dengan keterbatasn sumber energi adalah: Terwujudnya energi baru terbarukan untuk kegiatan produktif pulau-pulau kecil terluar, dengan misi: “Mengembangkan pulau kecil terluar sebagai beranda depan NKRI melalui pengembangan kegiatan produktif yang didukung energi baru terbarukan. Kegiatan model percontohan pengembangan energi untuk kegiatan produktif di pulau Enggano merupakan konsep rencana aksi mewujudkan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk kegiatan produktif daerah PPKT dengan outcome pulau mandiri energi untuk listrik.

Pulau Enggano yang merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Bengkulu Utara, memiliki potensi sumber energi yang besar seperti tenaga surya, angin, biomas? dan panas bumi. Dari sekian banyak pilihan EBT ini, tentu akan dipilih jenis pembangkit listrik yang paling potensial dan paling menguntungkan. Kelihatannya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLT Angin) yang akan menjadi andalan.

Secara ekonomis, pembangkit listrik di pulau ini sangat sulit untuk terkoneksi dengan jaringan listrik pulau Sumatera. Penyebabnya adalah pulau ini termasuk pulau kecil, terpencil, dan jauh dari pulau Sumatera, sehingga sangat besar investasi yang dibutuhkan untuk membangun jaringan listrik PLN. Oleh karena itu, pembangunan pembangkit tenaga listrik secara off grid dengan mengandalkan EBT merupakan pilihan yang paling rasional. Meskipun diakui bahwa biaya produksi listrik yang bersumber dari EBT masih mahal.

Pada saat ini PLTS yang paling diandalkan di pulau yang terletak di samudera Hindia ini. Pada siang hari modul surya (photovoltaic) dari PLTS akan menyerap sinar matahari dan mengkonversinya menjadi energi listrik. Energi listrik ini sebagian langsung disalurkan kepada pelanggan dan sebagian lagi disimpan dalam baterei. Proses pengisian energi listrik dari modul surya ke baterai diatur oleh solar charge controller agar tidak terjadi over charge. Besarnya energi yang dihasilkan oleh modul surya sangat tergantung kepada intensitas penyinaran matahari yang diterima oleh modul surya dan efisiensi cell.

Pada malam hari, sumber energi matahari tidak dapat dimanfaatkan lagi, maka beban akan disuplai oleh baterai. Energi yang tersimpan dalam baterai pada siang hari akan dipergunakan untuk menyuplai beban saat dibutuhkan melalui inverter. Inverter ini mengubah tegangan DC pada sisi baterai menjadi tegangan AC pada sisi beban. Dengan demikian, pelanggan tetap mendapatkan pasokan listrik meskipun di malam hari.

Hasil survei Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pada musim penghujan, potensi surya sekitar 3 kWh/m2/hari, karena kondisi tutupan awan cepat berubah, dan dalam sehari dapat terjadi hujan 3-6 kali. Pada musim kemarau potensi surya sekitar 4 kWh/m2/hari. Potensi listrik yang dihasilkan dari PLTS sekitar 383,2 kWh/hari dengan potensi energi matahari rata-rata 4,9 kWh/m2/hari.

Keuntungan menggunakan PLTS antara lain, (1) sistem ini praktis tidak memiliki komponen bergerak sehingga lifetime system sangat lama, (2) mereduksi penggunaan bahan bakar fosil sehingga mengurangi polusi/ emisi bahan bakar, (3) bersih, tidak berisik, menggunakan energi gratis dari matahari sepanjang tahun, (4) biaya operasional dapat diabaikan karena sama sekali tidak memerlukan bahan bakar, dan (5) pengoperasian dan perawatan sistem yang sangat mudah.

Di pulau Enggano, listrik yang ada dipergunakan untuk kegiatan ekonomi produktif oleh sejumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk memproduksi tepung pisang, pabrik es, abon ikan, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut :

Screenshot_2016-08-11-05-32-24_2
Untuk mendukung penambahan suplai listrik di daerah PPKT, termasuk pulau Enggano, sekarang ini Kementerian ESDM telah merencanakan Program Indonesia Terang (PIT) secara off grid, tidak terkoneksi dengan jaringan PLN existing. Program ini merupakan bagian dari program kelistrikan 35 ribu MW yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketengalistrikan, namun dilakukan dengan pendekatan khusus dalam rangka menjangkau sebagian besar daerah terpencil yang belum mendapat pasokan listrik. PIT ini sangat penting, karena menurut data Potensi Desa 2014 yang diterbitkan BPS, masih terdapat 12.659 desa (16% total desa Indonesia) yang belum memiliki akses listrik PLN, bahkan 2.519 desa diantaranya tidak memiliki sumber penerangan sama sekali.

Menurut Bupati Bengkulu Utara, kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak dibangun, bukan saja pembangunan jaringan listrik pedesaan, tetapi yang juga sangat dinantikan masyarakat setempat yang berjumlah sekitar 3.354 jiwa (2015) adalah pembangunan tangki penimbun bahan bakar minyak (BBM).

Permasalahan dan Tindak Lanjut

Sampai saat ini permasalahan yang dihadapi untuk mengembangkan atau membangun pembangkit listrik dengan menggunakan EBT masih mahal. Biaya investasi yang mahal ini mengakibatkan biaya pokok produksi listriknya juga mahal, jauh di atas biaya produksi listrik yang bersumber dari BBM. Misalnya harga pokok produksi listrik dari PLTS dengan baterai sekitar Rp12.622 per kWh. Sedangkan harga pokok produksi listrik dengan BBM hanya sekitar Rp1.800 per kWh. Biaya pokok produksi listrik yang paling murah adalah pembangkit listrik yang berbahan bakar batubara hanya sekitar Rp500-600 per kWh. Kemudian disusul oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sekitar Rp787 per kWh. Selanjutnya Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sekitar Rp900 per kWh (Website Kem ESDM).

Tingginya biaya pokok produksi listrik di pulau Enggano, sedangkan kemampuan penduduk dan UKM untuk membayar tagihan listrik sangat rendah. Untuk itu Pemerintah perlu: (1) memberikan insentif bagi investor dalam usaha sektor kemaritiman dan bagi investor dalam membangun energi listrik dengan EBT terkait perizinan, lahan, pajak, dan lain-lain, (2) Model percepatan pembangunan ekonomi wilayah kepulauan melalui sektor kelautan dan pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT.

Supaya pembangunan merata di seluruh pelosok tanah air, alangkah baiknya kalau pembangunan di wilayah kepulauan dapat menyamai pencapaian pembangunan di wilayah berbasis daratan. Kita perlu mendorong investasi sektor ekonomi kelautan, seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, wisata bahari, pelabuhan dan transportasi laut, serta industri dan jasa maritim. Di samping itu, untuk pembangkit tenaga listrik, kita perlu mendorong investor untuk membangun pembangkit listrik tenaga EBT, seperti angin, surya, ombak, pasang surut, dan arus laut.

Ada Apa Dengan Pulau Enggano

Setelah menjelaskan kebijakan pemerintah dalam membangun pulau-pulau kecil dan terluar, dan kebijakan energi listrik di pulau Enggano, kita kembali ke pertanyaan awal yaitu Ada Apa Dengan Pulau Enggano?

Dalam pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar menyatakan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Tim Koordinasi) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dan Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Dalam Negeri sebagai Wakil Ketua. Anggota Tim Koordinasi ini terdiri dari 17 menteri atau pejabat setingkat menteri.

Tugas Tim Koordinasi adalah mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.

Salah satu upaya Tim Koordinasi ini untuk mengenalkan dan mensosialisasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah dengan mengadakan upacara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia di pulau kecil terluar. Dan untuk tahun 2016 ini, Tim Koordinasi/Tim Kerja Pengelolaan PPKT telah memilih pulau Enggano sebagai tempat upacara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Ini adalah acara penting, terutama bagi pulau Enggano yang akan menjadi venue upacara sakral tersebut. Banyak pejabat yang akan menghadiri upacara dimaksud, banyak media massa akan memberitakannya. Pemberitaan tersebut pasti akan mengulas berbagai kemajuan hasil pembangunan di pulau seluas 402,6 km2 tersebut. Di samping kemajuannya, tentu media massa juga akan membahas kekurangan dan kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat setempat.

Potensi alam yang indah, baik pemandangan di daratan, pemandangan di pantai, maupun pemandangan di bawah laut. Hal ini merupakan tugas kita bersama untuk mengembangkannya, sehingga potensi yang luar biasa ini bisa membawa berkah dan kesejahteraan bagi kita semua, terutama bagi penduduk pulau Enggano.

Nah, ini sangat menarik untuk disimak, apalagi kalau banyak media TV yang menayangkannya, terutama secara live. Jangan anda lewatkan tayangan-tayangan atau berita-berita tersebut karena akan banyak menambah wawasan dan meningkatkan kecintaan kita kepada tanah air kita yang penuh pesona ini. Semoga !!

===== 000 =====

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PULAU ENGGANO

$
0
0

elmy yasinta bappenasoleh Elmy Yasinta Ciptadi *)

Profil Wilayah

Pulau Enggano merupakan salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Letaknya yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia menjadikan Pulau Enggano sebagai salah satu dari Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) yang memiliki nilai strategis yang tinggi yaitu sebagai titik dasar dan garis pangkal Kepulauan Indonesia dalam penetapan wilayah Perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan Landas Kontinen Indonesia.

Pulau Enggano juga memiliki berbagai potensi ekonomi yang dapat dikembangkan seperti pariwisata, perikanan, dan pertanian. Kegiatan pariwisata yang dapat dikembangkan seperti wisata mangrove seluas ±1.414,78 Ha, minawisata, wisata selam dengan luas terumbu karang ±5.097 Ha, dan keindahan pantai dan padang lamun seluas ±103,73 Ha. Sementara, untuk potensi di bidang perikanan perairan di Pulau Enggano menghasilkan sumber daya perikanan yang cukup melimpah. Berbagai jenis ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, crustachea, ikan demersal, ikan karang, teripang dan kerang-kerangan hidup di perairan Pulau Enggano. Adapun untuk bidang pertanian Pulau Enggano memiliki komoditas unggulan yaitu cokelat dan pisang (Sumber: Paparan Bupati Kabupaten Bengkulu Utara, 2016).

Tantangan Pembangunan
Pulau Enggano tidak termasuk ke dalam tipologi daerah tertinggal. Namun, hingga saat ini masih terdapat tiga desa yang pembangunannya belum optimal, yaitu Desa Banjar Sari, Desa Meok, dan Desa Kaana (Indeks Pembangunan Desa, 2014). Berikut merupakan gambaran tantangan pembangunan di masing-masing desa tersebut:

  • Desa Banjar Sari merupakan desa tertinggal dengan IPD Tahun 2014 sebesar (43,93). Tantangan terbesar yaitu pada aspek infrastruktur (12,63) dan aspek pelayanan umum (43,51). Masyarakat Desa Banjar Sari tidak dapat mengakses fasilitas pelayanan pendidikan dan kesehatan seperti TK, SMP, SMA, rumah sakit bersalin, dan apotek. Adapun fasilitas penunjang aktivitas ekonomi seperti pasar, penginapan, rumah makan dan bank juga tidak tersedia. Sementara untuk kondisi penerangan utama desa, ketersediaan bahan bakar, sumber air bersih, prasarana sanitasi lingkungan, ketersediaan fasilitas komunikasi seluler, jaringan internet, dan fasilitas olahraga kondisinya pun terbatas.
  • Desa Meok merupakan desa tertinggal dengan IPD Tahun 2014 sebesar (43,10). Tantangan terbesar pembangunan di Desa Meok yaitu pada aspek pelayanan dasar (26,17) dan aspek infrastruktur (35,16). Masyarakat di Desa Meok mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas pendidikan maupun pelayanan kesehatan seperti TK, SMP, SMA, rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dokter, bidan, poskesdes dan apotek. Adapun toko, pasar, rumah makan, penginapan, dan bank yang tidak tersedia di Desa Meok. Ketersediaan bahan bakar untuk memasak, prasarana sanitasi lingkungan, jaringan internet dan fasilitas olah raga juga sangat terbatas. Dari sisi penyediaan sarana transportasi, Desa Meok merupakan desa yang tidak dilintasi angkutan umum.
  • Desa Kaana merupakan desa tertinggal dengan IPD Tahun 2014 sebesar (43,57). Tantangan pembangunan di Desa Kaana meliputi aspek pelayanan dasar (28,16), aspek infrastruktur (32,55) dan aspek pelayanan umum (49,65). Tidak adanya TK, SMP, SMA, rumah sakit, rumah sakit bersalin, puskesmas, poliklinik, dokter, bidan dan apotek sehingga menyulitkan masyakat mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan. Di Desa Kaana fasilitas seperti toko, pasar, rumah makan, penginapan, dan bank tidak tersedia sehingga menyulitkan aktivitas perekonomian masyarakat. Adapun untuk bahan bakar untuk memasak, prasarana sanitasi lingkungan, jaringan internet  dan fasilitas olah raga kondisinya juga masih harus ditingkatkan. Desa Kaana juga merupakan desa yang tidak dilintasi oleh angkutan umum.

Ketiga desa merupakan desa yang tidak memiliki sumber penerimaan desa, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Desa, Alokasi Dana Desa, maupun Dana Bagi Hasil/Hibah/Bantuan, sehingga hal tersebut mempengaruhi terhambatnya pembangunan di ketiga desa.

Adapun secara umum, tantangan pembangunan di Pulau Enggano yaitu: 1) belum ditetapkannya Pulau Enggano sebagai kawasan perbatasan negara tahun 2015-2019, mengingat Pulau Enggano tidak berbatasan langsung dengan negara lain melainkan berbatasan dengan laut lepas; 2) potensi pariwisata yang belum terkelola dengan baik, padahal Pulau Enggano memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik berupa ekosistem hutan maupun pesisir; 3) distribusi listrik, air bersih, dan bahan bakar yang masih terbatas, sehingga menghambat aktivitas perekonomian masyarakat; 4) Pulau Enggano merupakan pulau terluar dan salah satu kecamatan dari Kabupaten Bengkulu Utara yang berlokasi di daratan Sumatera; 5) konektivitas antar desa di dalam Pulau Enggano masih sangat kurang, termasuk konektivitas dari Pulau Enggano ke daratan Sumatera atau ibu kota Kabupaten Bengkulu Utara; 6) Pulau Enggano memiliki beberapa desa dengan tipologi desa tertinggal, meskipun untuk Kabupaten Bengkulu Utara bukan merupakan daerah tertinggal; 7) pelayanan dasar di beberapa desa di Pulau Enggano yang belum tersedia; dan 8) adanya potensi ancaman bencana berupa bencana tsunami, gempa bumi, abrasi/gelombang pasang dan cuaca ekstrem.

Arah Kebijakan
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Pulau Enggano merupakan salah satu dari 92 pulau-pulau kecil terluar yang ditetapkan dalam Perpres tersebut. Pembangunan di Pulau Enggano sebagai pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan prinsip Wawasan Nusantara, Berkelanjutan, dan Berbasis Masyarakat yang bertujuan untuk: (1) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan; (2) memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan; serta (3) memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.

Sejalan dengan hal di atas, amanat Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019 guna mewujudkan keamanan dan pertahanan di Pulau Enggano akan ditempatkannya personil TNI untuk mencegah gangguan keamanan dan pelanggaran hukum yang mengancam kedaulatan negara. Sedangkan untuk mewujudkan pemanfaatan SDA yang berkelanjutan, Pulau Enggano menjadi salah satu lokasi prioritas kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK untuk mendukung keberlanjutan dan kemanfaatan sumber daya hayati. Pulau Enggano terpilih karena dianggap sebagai kandidat jalur pelayaran internasional yang tingkat endemisitasnya tinggi. Selain itu, Pulau Enggano juga merupakan salah satu pulau terluar sehingga terbatasnya pengawasan sering mengancam keanekaragaman hayati. Dalam hal ini akan dilakukan kegiatan eksplorasi di Pulau Enggano sebagai upaya untuk mengkaji kondisi kelestarian keanekaragaman hayati di pulau tersebut.

Adapun dukungan program pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat terdapat dua kegiatan strategis jangka menengah tahun 2015-2019 yang akan dilaksanakan di Pulau Enggano, yaitu Pembangunan Bandara Enggano dan Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Enggano. Keduanya merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan konektivitas sehingga kegiatan perekonomian masyarakat dapat berkembang.

perpres peta

Sumber: Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017, 2016

Arah pembangunan di Pulau Enggano juga tercantum di dalam Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, Pulau Enggano bersama-sama dengan Sabang, Kepulauan Anambas, Berau/Buton Selatan, dan Alor ditetapkan sebagai salah satu dari lima lokasi indikatif Pembangunan Pulau-pulau Kecil Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT) Tahun 2017.

Berdasarkan Permen KP No. 48 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan, program PSKPT bertujuan untuk memperkuat sektor hulu dan hilir serta kelembagaan penggerak usaha kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan. Program PSKPT meliputi:
(1) penataan kawasan SKPT melalui penyusunan rencana zonasi;
(2) penyusunan rencana induk (masterplan), dan penyusunan rencana bisnis (bussiness plan);
(3) pemberian bantuan dan revitalisasi sarana dan prasarana produksi bidang kelautan dan perikanan;
(4) pemberian bantuan permodalan usaha bidang kelautan dan perikanan;
(5) penguatan kelembagaan usaha kelautan dan perikanan melalui pengembangan sistem bisnis kelautan dan perikanan, koordinasi lintas kementerian/lembaga, pembinaan, pendampingan, dan kemitraan;
(6) penyediaan fasilitas, sarana, dan prasarana untuk menunjang bisnis kelautan dan perikanan;
(7) penguatan daya saing melalui peningkatan nilai tambah dan pemasaran produk hasil kelautan dan perikanan;
(8) pengembangan techno park melalui penguatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pengolahan hasil perikanan dan jasa kelautan;
(9) pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan;
(10) mengembangkan sistem perkarantinaan ikan, pengendalian mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan; (11) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan;
(12) pengelolaan kawasan konservasi perairan dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya ikan untuk mendukung bisnis kelautan dan perikanan serta wisata bahari; dan
(13) peningkatan pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Program PSKPT ini sejalan dengan salah satu misi dalam Nawa Cita, yaitu pembangunan dari wilayah pinggiran untuk memperkuat daerah, wilayah terpencil dan perdesaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penutup
Upaya pembangunan Pulau Enggano sebagai salah satu Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) Indonesia bertujuan untuk menjawab berbagai tantangan pembangunan di wilayah tersebut, yaitu upaya mewujudkan pertahanan dan keamanan, pemanfaatan SDA yang berkelanjutan, juga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mengingat tantangan pembangunan Pulau Enggano yang bersifat lintas sektor, keberhasilan pembangunan di Pulau Enggano memerlukan kerjasama, dukungan, dan sinergi dari semua pemangku kepentingan, baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun non pemerintah.

*) Staf di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas

OPTIMALISASI PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR (PPKT)

$
0
0
095995400_1448251378-1*) Widy Prasetyo
1. Pendahuluan

Kondisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang memiliki 17.504 pulau, membentang dari Sabang hingga Merauke serta dari Miangas hingga Dana Rote dengan 92 Pulau Pulau Kecil Terluar (PPKT), diantaranya terdapat 12 (dua belas) pulau kecil terluar yang memiliki nilai  sangat strategis karena batas negara ditentukan dari titik terluar pulau ini. Pulau-pulau ini sangat rawan baik ditinjau dari sisi keamanan maupun keberadaan fisik geografisnya dikarenakan hilang karena adanya ancaman baik secara politis maupun secara fisik.

Pulau-pulau ini semestinya mendapat perhatian dan pengawasan dan dikelola secara serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu keutuhan NKRI. Pengelolaan PPKT bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah, keamanan dan pertahanan negara, pemanfaatan sumberdaya alam, dan pemberdayaan masyarakat setempat dengan prinsip wawasan nusantara, berkelanjutan, terpadu dan berbasis masyarakat.

Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar meliputi 5 (lima) bidang, yaitu: sumberdaya alam dan lingkungan hidup,  infrastruktur dan perhubungan, pembinaan wilayah, pertahanan dan keamanan serta ekonomi, sosial, dan budaya. Pemerintah telah membentuk Tim Kerja Perpres 78/2005 untuk pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Namun dalam perjalanan waktu, pengelolaan yang lebih terintegrasi dan terstruktur dan sinergis antar Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Tim Kerja perlu dioptimalkan tugas pokok fungsinya.

2. Keberadaan Perpres 78 Tahun 2005

Perpres 78 tahun 2005 merupakan salah satu instrumen peraturan perundangan-undangan pemerintah untuk mengelola keberadaan pulau-pulau kecil terluar. Perpres ini mengamanatkan pembentukan Tim Koordinasi dengan tugas mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil. Sesuai dengan Perpres ini, pengorganisasian pelaksanaan pengelolaan PPKT dan menghindari tumpang tindih kewenangan ditetapkan 2 (dua) Tim Kerja.  Tim Kerja I membidangi sumberdaya alam, lingkungan hidup, infrastruktur dan perhubungan, ekonomi, sosial, dan budaya; sedangkan Tim Kerja II membidangi wilayah, pertahanan, dan keamanan; serta Sekretariat Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.  Di dalam penyelenggaraan sehari-hari Tim Koordinasi dibantu oleh Tim Kerja yang dikoordinasikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sesuai dengan pasal 6, 7, dan 8 Perpres ini.

Di sisi lain didalam pengelolaan PPKT, pemerintah telah berupaya juga untuk mengatur dan menetapkan dasar-dasar peraturan perundangan dan beberapa instrumen diantaranya adalah: UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Dan Pulau-Pulau Kecil, dan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara serta PP 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar

Namun pada implementasinya, instrumen-instrumen tersebut termasuk Perpres 78 tahun 2005, belum sepenuhnya mampu untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi untuk mengelola PPKT dalam rangka mensejahterakan masyarakat setempat tepat sesuai dengan sasaran yang didasari oleh kebijakan-kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan. Terutama dalam sinkronisasi dan keterpaduan pengelolaan pembangunan PPKT baik dari aspek kebijakan pertahanan dan keamanan, kesejahteraan serta kelestarian lingkungan hidup.  Hal ini mengindikasikan instrumen dan peraturan perundangan yang telah ditetapkan belum dapat dijadikan pedoman bagi para pemangku kepentingan  pengelola pembangunan PPKT

Dengan demikian, keberadaan Tim Kerja Perpres 78 tahun 2005 perlu untuk dioptimalkan sehingga diharapkan dapat mengakomodasi dan menjembatani ketidaksinkronan dan ketidakterpaduan pemangku kepentingan dalam rangka mengelola dan pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT).

3. Optimalisasi Tim Kerja Perpres 78 Tahun 2005

Dalam rangka untuk lebih fokus menciptakan tetap utuhnya wilayah dan tegaknya kedaulatan NKRI, pembangunan yang berkelanjutan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di PPKT, perlu adanya langkah-langkah optimalisasi Tim Kerja Perpres 78 tahun 2005 sebagai berikut:

Pertama, Aspek Legal. Mengintegrasikan Perpres 78/2005 ke dalam Perpres yang mengatur tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan sehingga akan diperoleh penguatan kelembagaan untuk mengatur dan mengelola  PPKT. Selain itu perlu disusun suatu peraturan sebagai turunan dari peraturan tentang pemanfaatan  PPKT (PP 62/2010) sehingga dapat mengakomodasi keterlibatan pemerintah secara langsung, keikutsertaan pihak swasta dan validasi  jumlah PPKT.

Kedua, Aspek Efektifitas Pengorganisasian Tugas. Prinsip pembangunan bersifat fokus penajaman program pembangunan oleh Pemerintah Pusat dalam pengeloaan PPKT. Peningkatan efektifitas kerja masing-masing anggota dan ‘Leading Sector’ Tim Kerja kedalam revisi Perpres tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

Ketiga, Aspek Program. Keterpaduan program tidak bersifat teknis sektoral sehingga percepatan penyusunan Grand Design pengelolaan PPKT merupakan suatu keniscayaan di samping percepatan penyusunan Zonasi Laut dalam rangka penataan ruang di laut oleh Pemerintah Pusat dan penyusunan peraturan perundangannya.

Keempat, Aspek Kerjasama. Pengelolaan PPKT tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga perlu memberdayakan masyarakat dan sektor swasta. Sehingga dalam pengelolaan PPKT dapat dikutsertakan dan menjalin kerja sama dengan BUMN/swasta serta melibatkan peran serta masyarakat.

Kelima, Aspek Penganggaran. Pengelolaan PPKT dalam penyusunan penganggaran dapat  memanfaatkan forum trilateral antara Menkeu, Bappenas, dan K/L dalam rangka memprioritaskan program pengelolaan PPKT. Serta adanya komitmen dan konsistensi K/L untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan PPKT melalui anggaran masing-masing dan bila memungkinkan dengan menarik investasi pihak swasta.

4. Kesimpulan

Optimalisasi pengelolaan PPKT dapat berjalan dengan baik apabila ada komitmen dan niat baik dari seluruh pemangku kepentingan untuk secara bersama-sama membangun dan mengelola PPKT bagi kepentingan bangsa negara dan kesejahteraan masyarakat.

*) Kabid Strategi Pertahanan, Asdep Koordinasi Doktrin dan Strategi Pertahanan, Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara, Kemenko Polhukam

Energi Untuk Kegiatan Produktif Pulau Enggano

$
0
0

HamidiOleh : M. Hamidi Rahmat

Kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Sistem Komunal, merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi masyarakat di pulau-pulau kecil terluar (PPKT).

Pada tahun 2015 KESDM membangun PLTS di 31 lokasi PPKT berpenduduk, sementara KKP akan menfasilitasi dukungan daerah, kesiapan masyarakat dan rencana pengelolaan dan pendampingan kelompok masyarakat dalam mengelola PLTS tersebut.

Dalam rangka pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk kegiatan produktif di daerah PPKT, Balitbang KESDM akan mengkaji kelayakannya dan mengembangkan EBT di daerah tersebut, sekaligus mendukung peningkatan rasio elektrifikasi nasional. Sebagai model percontohan, Pulau Enggano telah terpilih sebagai lokasi Pengembangan Energi Untuk Kegiatan Produktif dimaksud.

Sebagaimana telah dikemukakan pada artikel terdahulu bahwa Visi yang telah ditetapkan untuk mengembangkan energi di pulau kecil terluar dengan keterbatasan sumber energi adalah: “Terwujudnya energi baru terbarukan untuk kegiatan produktif pulau-pulau kecil terluar”, dengan misi: “Mengembangkan pulau kecil terluar sebagai beranda depan NKRI melalui pengembangan kegiatan produktif yang didukung energi baru terbarukan”. Kegiatan model percontohan pengembangan energi untuk kegiatan produktif di Pulau Enggano merupakan konsep rencana aksi mewujudkan EBT untuk kegiatan produktif daerah PPKT dengan outcome pulau mandiri energi untuk listrik.

Ekonomi Produktif

Laporan Tim Pengembangan Energi Untuk Ekonomi Produktif di Pulau-Pulau Terluar 2015, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Puslitbangtek KEBTKE) KESDM menjelaskan bahwa pertanian merupakan salah satu kegiatan ekonomi produktif masyarakat Pulau Enggano. Pada umumnya masyarakat petani melaksanakan usaha taninya dengan manajemen yang masih sederhana, serta belum dilakukan dengan pengelolaan yang efisien dan efektif untuk menghasilkan keuntungan yang optimal. Sementara untuk memperoleh hasil yang optimal, maka usaha tani sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan karakteristik komoditas, seperti karakteristik pisang dan karakteristik melinjo yang tumbuh di Pulau Enggano.

Sebagaimana diketahui bahwa pisang dan melinjo merupakan buah yang tidak tahan lama dan cepat rusak atau busuk. Oleh karena itu, perlu dukungan jaringan transportasi yang cepat dan tepat sejak dari kebun sampai ke tangan konsumen. Di samping itu, kegiatan pengolahan pasca panen merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan, agar produk bisa langsung dikonsumsi, tahan lama, dan mudah diangkut.

Membuat tepung pisang merupakan salah satu upaya yang tepat untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Tepung pisang sudah pasti tahan lama dan lebih mudah dikirim ke pasar atau daerah domisili konsumen. Industri tepung pisang diperkirakan akan mampu berkembang dengan baik di tanah air, karena permintaan aneka tepung sebagai bahan campuran dalam berbagai produk olahan seperti biskuit, makanan bayi, cookies, cake, dan produk bakeri semakin hari semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia juga menyebabkan semakin tingginya permintaan atas produk-produk berbasis tepung tersebut.

Pulau Enggano sebagai salah satu daerah sentra produksi pisang di Bengkulu, menurut sejumlah pengamat, dapat menjadi lokasi yang tepat untuk pengembangan agroindusri buah pisang, termasuk industri tepung pisang. Cara membuatnya tidaklah sulit, sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat umum serta dapat diterapkan di semua daerah. Menurut laporan Puslitbangtek KEBTKE KESDM, dari sekian banyak jenis pisang yang ada di pulau berpenduduk 3.091 jiwa ini, jenis pisang kepok dengan ketuaan yang cukup-lah yang paling baik untuk dijadikan tepung.

Di samping usaha pertanian, usaha perikanan laut juga merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan di pulau dengan panjang pantai 123 km ini. Berbagai jenis ikan hasil tangkapan nelayan mempunyai tekstur daging yang tebal seperti ikan arau, kerapu, tenggiri, dan gabus. Semua jenis ikan ini sangat baik untuk dijadikan abon ikan dan kerupuk ikan. Abon ikan jenis ini mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama. Proses pengolahan untuk membuat abon ikan cukup sederhana, hanya merupakan pelumatan dan pengeringan daging ikan segar yang telah ditambahkan bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan dapat memperpanjang masa simpan.

Permasalahan utama dalam mengembangkan industri perikanan di pulau kecil sebelah barat Sumatera ini adalah ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pulau induk untuk mendapatkan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan es balok serta bahan kebutuhan melaut lainnya. Sebagaimana diketahui bersama bahwa balok es merupakan bahan yang sangat penting bagi nelayan untuk dapat menjaga kesegaran ikan supaya tidak cepat busuk. Oleh karena itu, mendirikan pabrik balok es merupakan hal yang sangat krusial di pulau seluas 402,6 km2 ini.

Pembangkit Listrik

Sebagaimana telah disinggung pada artikel terdahulu bahwa untuk pengembangan jaringan listrik dari pulau Sumatera ke pulau Enggano sangat tidak ekonomis karena membutuhkan investasi yang tidak sedikit sehubungan dengan jauhnya jarak transmisi yang harus dibentangkan. Oleh karena itu sumber energi alternatif, terutama EBT merupakan pilihan yang sangat rasional.

PLTS merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dibangun di Pulau Enggano pada saat ini. Meskipun pulau kecil ini terpencil, jauh dari pulau induk, tetapi sumber energi matahari dapat diperoleh dimanapun sepanjang hari, kecuali ketika tertutup awan atau hujan. PLTS memanfaatkan energi gratis sinar matahari yang melimpah ruah untuk dikonversi menjadi energi listrik guna memenuhi kebutuhan listrik penduduk sekitarnya.

Hasil kajian litbang KESDM menyimpulkan bahwa meskipun nilai investasi PLTS relatif lebih mahal dibandingkan dengan pembangkit listrik konvensional seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), akan tetapi dalam beberapa kondisi, pemanfaatan PLTS menjadi solusi yang jauh lebih ekonomis, baik dari segi investasi ataupun operasional. Sulitnya akses dan mobilisasi ke lokasi menjadikan biaya investasi pengembangan jaringan listrik atau pembangunan pembangkit konvensional menjadi membengkak, ditambah lagi biaya operasional dan maintenance yang tidak sedikit akibat sulitnya transportasi menuju lokasi.

Meskipun masih belum mencukupi, sebagian masyarakat sudah dapat menikmati suplai listrik di pulau yang berjarak sekitar 156 km dari kota Manna (kota terdekat) atau sekitar 513 km dari kota Jakarta. Sebagian besar tenaga listrik digunakan untuk kegiatan produktif di sejumlah pabrik seperti pabrik batu es, pabrik abon ikan, pabrik tepung pisang, pabrik pengolahan melinjo, cold storage (lemari pendingin ikan) dan untuk keperluan hotel. Sebagian kecil listrik digunakan masyarakat untuk penerangan rumah.

Di samping penambahan pembangkit listrik, Bupati Bengkulu Utara (8/8/2016) mengharapkan rencana pembangunan pulau Enggano dalam 5 tahun kedepan, dapat terealisasi antara lain :

  • Pembangunan klaster industri perikanan tangkap (pembangunan pelabuhan perikanan) terdiri dari dermaga, kantor administrasi pelabuhan, stasiun pengisian BBM, jetty, pabrik es, cold storage, dan fasilitas fungsional/penunjang pelabuhan lainnya.
  • Pembangunan wisata bahari berupa mangrove tracking, wisata menyelam, wisata pantai dan keramba jaring apung minawisata.
  • Pembangunan infrastruktur utama lainnya, berupa jalan utama sepanjang 42 km dan jalan lingkar sepanjang 17 km.

Perencanaan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara ini memang perlu didukung oleh semua pihak karena sumber daya ikan yang melimpah di pulau yang terletak di samudera luas ini. Alamnya juga indah, baik pemandangan di permukaan laut, maupun alam di bawah laut. Foto-foto indah nan eksotis yang ditayangkan oleh Bupati Bengkulu Utara di Kantor Sekretariat Kabinet pada tanggal 8 Agustus 2016 yang lalu merupakan bukti nyata betapa indahnya alam Enggano. Tentu saja ini akan mendatangkan kemanfaatan dan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Pulau Enggano, apabila dapat dipoles dan dikemas dalam suatu bentuk objek wisata yang terintegrasi.

Merintis Pulau Enggano dengan Angkutan Laut Perintis

$
0
0

IMG-20160809-WA0008oleh Benni Kusriyadi*)

Transportasi laut memiliki peran strategis bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah diakui dunia sebagai negara kepulauan melalui UNCLOS 1982. Sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan umum dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran bahwa angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional.

Banyak pulau-pulau terluar Indonesia dan di kawasan timur Indonesia yang belum terlayani jaringan trasnportasi yang cukup baik, hal ini mengakibatkan terhambatnya perkembangan wilayah tersebut sehingga menyebabkan masyarakatnya hidup miskin dan tertinggal dari daerah-daerah lainnya. Untuk membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan akses terhadap transportasi bagi daerah-daerah tertinggal pemerintah berkewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana keperintisan.

Penyelenggaraan transportasi laut yang dibangun melalui pembangunan kapal perintis diupayakan untuk menjangkau seluruh pulau terluar, terpencil dan tertinggal di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan telah berkembangnya jaringan angkutan laut bertrayek maupun tidak bertrayek yang ditunjang oleh sistem pelayaran rakyat dan dilengkapi oleh jaringan angkutan laut perintis/PSO.

Layanan untuk pulau terpencil, terluar, dan teringgal saat ini telah diupayakan melalui angkutan laut perintis. Angkutan laut perintis dimaksud dilaksanakan dengan biaya yang disediakan oleh Pemerintah yang merupakan subsidi sebesar selisih biaya pengoperasian kapal pelayaran-perintis yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan pendapatan dan/atau penghasilan pada suatu trayek tertentu.

Penyelenggaraan pelayaran kapal perintis sebagai angkutan barang di laut ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan sesuai dengan trayek yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan dan menjaga keselamatan serta keamanan pelayaran dilaksanakan melalui skema Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut.

Kementerian Perhubungan sedang menyiapkan pembangunan kapal perintis sampai dengan tahun 2015-2017 sebanyak 53 Kapal dalam rangka meningkatkan aksesibilitas khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Pembangunan 50 (lima puluh) unit kapal perintis dan 3 (tiga) unit kapal induk perambuan tersebut dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015-2017, dengan total dana sebesar Rp. 3.451.098.564.198,-. pembangunan kapal perintis ini dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Program Tol Laut yaitu untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan konektivitas antarpulau di daerah terpencil, terdalam dan terluar, serta untuk menjamin tersedianya kebutuhan bahan pokok dan tumbuhnya pusat-pusat perdagangan dan industry (sumber diolah dari Kementerian Perhubungan).

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sebagai leading sektor dalam penyediaan transportasi publik telah mengupayakan jaringan trayek kapal perintis sebanyak 86 trayek termasuk jaringan trayek yang melayani pelayaran dari pelabuhan Bengkulu – Enggano – Bengkulu – Enggano – Linau – Enggano – Bengkulu – Sinakak – Sikakap – Muko Muko – Sikakap – Sinakak – Bengkulu dengan pagu kegiatan penyelenggaraan angkutan laut perintis pangkalan Bengkulu R-5 sebesar Rp. 10.816.568.000,-. Dalam daftar kegiatan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan hingga bulan Desember 2016 untuk menunjang angkutan laut perintis di kawasan barat dan kawasan timur dengan nilai kontrak dianggarkan sebesar Rp. 648.851.064.490,-.

Sebelum ada kapal perintis, Pulau Enggano yang berpenduduk lebih dari 3000 orang hanya dapat terlayani transportasi laut 1 (satu) kali dalam seminggu, kondisi tersebut sangat merugikan masyarakat yang menunggu pasokan bahan pangan sehingga bisa dipastikan harga bahan pokok akan melonjak. Dengan komitmen pemerintah kini kapal perintis tersebut telah melayani warga Pulau Enggano 2 (dua) kali dalam seminggu dengan menggunakan Kapal Sabuk Nusantara.

Selaras dengan konektivitas yang dijalin pemerintah dalam membangun indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, Pulau Enggano yang merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang terletak di Provinsi Bengkulu mempunyai potensi wisata yang patut dieksploitasi.

Potensi wisata Pulau Enggano dapat menjadi alternatif utama destinasi wisata lainnya yang sudah ada di Indonesia, dengan keunggulan keanekaragamanan ekosistem, meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan pulau-pulau kecil.

Salah satu potensi wisata yang bisa dikembangkan dari Pulau Enggano adalah wisata menyelam. Wisata ini dipusatkan di Pulau Dua yang memiliki pantai dengan gelombang yang relatif kecil dan banyak karang-karang. Keberadaan hutan mangrove juga dapat menjadi paket wisata bahari dengan tracking mangrove sejauh 2 kilometer. Untuk anda pemburu kuliner dapat menikmati hidangan ikan segar yang langsung di ambil dari keramba jaring apung yang dimasak dengan resep ikan asam padeh khas Bengkulu, atau bandeng siram tempoyak.

Eksploitasi pulau-pulau terluar seperti Pulau Enggano menjadi fokus pembangunan Pemerintah saat ini, penyelenggaraan angkutan laut perintis sebagai angkutan barang dan penumpang di laut ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia sehingga harga-harga barang serta kebutuhan sehari-hari bisa sama rata atau paling tidak kenaikannya tidak terlalu besar. Selain itu pemberdayaan daerah dengan mengembangkan potensi wisata merupakan pembangunan yang berkelanjutan karena resiko kerusakan lingkungan yang sangat kecil.

 

*)Benni Kusriyadi, S.ST, Sub Bidang Kenavigasian, Lalu Lintas dan Angkutan Laut pada Asisten Deputi Bidang Perhubungan


REFORMASI BIROKRASI DAN PERSAINGAN GLOBAL

$
0
0

Eddy-Cahyono-SugiartoBangsa  Indonesia tengah berada pada era persaingan global, kompetisi  antar negara luar biasa keras dan sengitnya. kita  harus berani keluar dari zona nyaman, diperlukan langkah-langkah terobosan, kecepatan kerja, lembaga-lembaga negara yang kuat dan efektif untuk mengatasi  masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan”

(Pidato Presiden Jokowi  di Sidang Tahunan MPR/DPR/DPR  16/8/2016)

Arus deras globalisasi tampaknya akan terus  mewarnai dinamika relasi antar bangsa, yang tentunya akan membawa pengaruh pada segala aspek kehidupan bernegara pada bangsa-bangsa di dunia, baik pada tatanan ekonomi politik dan  sosial dan budaya.

Globalisasi dan segala konsekuensinya menuntut transformasi mind set dari zona nyaman ke zona kompetisi, mendorong terciptanya  dynamic governance dalam mengimbangi perubahan  yang semakin cepat,  dan  persaingan global yang semakin tajam pada berbagai sendi kehidupan,  sebagai konsekuensi runtuhnya  konsepsi ruang dan waktu antara berbagai negara bangsa di dunia.

Arus deras globalisasi  telah mengubah dunia menjadi kampung global (global village),  perubahan strategi yang diambil suatu negara dalam memenangkan persaingan global akan memberikan “resonansi”  ke bagian dunia lainnya, terjadi aliainsi –aliansi strategis antar negara, yang suka atau tidak suka akan  berimplikasi terhadap negara lainnya.

Mencermati  perkembangan pada  dekade terakhir ini, sejatinya Indonesia sebagai negara bangsa,  telah masuk ke dalam global village, ditandai denganmeratifikasi perjanjian perdagangan bebas baik untuk APEC (AsiaPacific Economic Coorperation) dan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), maupun pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) sebagai kesepakatan  pasar tunggal Asia Tenggara.

Keterlibatan dalam global village ini sudah barang tentu menuntut adanya  perubahan paradigma  dalam memenangkan persaingan global, utamanya dalam meningkatkan daya saing,  dengan menjadikan teori keunggulan kompetitif  (competitive advantage theory) sebagai paradigma utama memenangkan persaingan global.

Keungulan kompetitif, sebagaimana pemikiran yang digagas oleh Prof. Michael Porter dari Harvard University pada pertengahan 1985, seyogyanya menjadi dasar baru bagi kita dalam peningkatan daya saing, karena  terbukti memiliki konstribusi dalam memacu kemajuan ekonomi  negara-negara  tetangga,   seperti Jepang, Singapura, dan juga Korea Selatan.

Daya saing dan produktivitas hanya dapat diraih bila kita  konsistensi dan fokus pada penyederhanaan sistem birokrasi dan manajemen, rekayasa dan inovasi teknologi, peningkatan kompetensi SDM dan peningkatan budaya produktif, kesemuanya ini menjadi prasarat guna  menjawab tantangan dalam mengatasi  masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan.

Reformasi Birokrasi sebuah pilihan strategi meningkatkan daya saing

Memacu peningkatan daya saing bangsa Indonesia menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Jokowi-JK, hal ini bukanlah tanpa alasan, mengingat  indeks daya saing Indonesia masih di posisi 4 dengan rasio indek 4,52, kalah dengan Malaysia, Thailand, dan  Singapura.  Demikian pula  peringkat kemudahan berusaha Indonesia masih di bawah negara lain yaitu 109 pada tahun 2016,  sebelumnya 120.

Pembangunan infrastuktur yang masif dilakukan dalam 2 tahun terakhir diharapkan dapat menjadi faktor pengungkit dalam  meningkatkan daya saing Indonesia melewati era kompetisi, kesiapan infrastruktur diyakini akan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing karena dengan infrastruktur efisiensi harga barang menjadi lebih murah, transportasi dan  biaya logistik juga akan jauh lebih murah.

Berbagai upaya terus diupayakan untuk menuju misi dimaksud, diantaranya dengan melakukan deregulasi  memangkas  birokrasi  perizinan, untuk meningkatkan kemudahan berinvestasi (ease of doing business) di Indonesia sehingga daya saing dapat terus ditingkatkan.

Disinilah urgensi reformasi birokrasi dalam mendukung percepatan perizinan, utamanya dengan membangun transparasi, akuntabilitas, efektif dan efesien guna peningkatan kualitas pelayanan yang memiliki korelasi positip terhadap peningkatan daya saing.

Kita patut bersyukur komitmen yang tinggi dalam mempercepat reformasi birokrasi dari pemerintahan Jokowi – JK   terus bergerak kearah yang diinginkan,  dengan menjadikan penerapan good governance dan pemerintahan yang berbasis elektronik (e-governance) menjadi turunan dari salah satu program prioritas, sejalan dengan  visi Nawacita, dalam mewujudkan kehadiran negara dan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.

Penerapan e-governance  yang pada intinya merupakan digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting,  e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev serta apllikasi custom lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tupoksi organisasi, sejatinya merupakan perwujutan reformasi birokrasi yang konstektual sebagai antitesa reformasi birokrasi prosedural (dokumen-dokumen administratif, absensi dan tunjangan kinerja).

Penerapan e-governance  dengan membangun dashboard kepemimpinan  pada masing-masing unit kerja akan berperan dalam mengukur performance pekerjaan yang dilaksanakan, siapa pelaksananya, waktu pelaksanaan, hingga keterserapan anggaran. Hasilnya akan dijadikan penilaian kinerja yang berimbas pada pemberian reward.

Dashboard Kepemimpinan

Percepatan implementasi pemerintahan yang berbasis elektronik (e-government)yang dilakukan secara masif menjadi pilihan solusi dalam meningkatkan daya saing, utamanya dalam memastikan mesin birokrasi  dapat dijalankan secara optimal guna menghasilkan keluaran sesuai dengan yang ditargetkan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

Dengan menerapkan dashboard kepemimpinan dan mengoptimalkan sistem teknologi informasi  dalam konteks reformasi birokrasi kontektual, setidaknya akan dapat membangun dan memperluas network, efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan publik, akuntabilitas dan transparansi serta memudahkan pencarian informasi dan data serta perkembangannya.

Penggunaan teknologi informasi akan lebih memudahkan birokrasi dalam memberikan pelayanannya, pelayanan yang cepat, murah dan tepat seperti yang diimpikan oleh sebagian masyarakat  dan dunia usaha, hal ini  secara agregat akan berimbas pada peningkatan daya saing.

Membangun dashboard kepemimpinan pada berbagai level manajemen pemerintahan  menjadi satu keniscayaan  sebagai tools bagi pemimpin organisasi  pada berbagai tingkatannya  dalam pengendalian perencanaan, pelaksaan, pengawasan sekaligus mengukur kinerja organisasi dan perseorangan.

Selain itu, kinerja organisasi pada berbagai levelnya dapat lebih difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcomes  (hasil), setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap kinerja unit kerja terkecil, satuan unit kerja di atasnya hingga pada organisasi secara keseluruhan.

Kita tentunya berharap pemimpin birokrasi pada berbagai level tingkatannya,  baik di pusat maupupn di daerah,  memiliki pemahaman dan kesadaran yang sama  untuk mewujudkan shared vision  melalui keteladanan dan kemampuan dalam mengayuh perubahan,  dengan melibatkan seluruh komponen organisasi,  terus mengembangkan SDM yang inovatif dan membangun budaya organisasi yang kondusif dalam  meningatkan daya saing. Semoga.

PLTN, Antara Kebutuhan dan Kekhawatiran

$
0
0

HamidiOleh:  Hamidi Rahmat

Semakin maju kehidupan suatu masyarakat, semakin sejahtera mereka, semakin maju negaranya, maka konsumsi listriknya semakin tinggi. Demikian pula halnya dengan negara kita, Indonesia, setiap tahun kebutuhan akan listrik selalu meningkat, baik karena pertambahan jumlah penduduk maupun karena peningkatan konsumsi tenaga listrik per kapita.

 

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menunjukkan bahwa konsumsi listrik Indonesia meningkat 69.962 MWh (46,23 %) selama 5 tahun dari 151.334 MWh pada tahun 2009 menjadi 221.296 MWh pada tahun 2014 atau meningkat 9,25 % per tahun.

Peningkatan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk sebesar 20,78 juta jiwa (8,98 %) selama 5 tahun dari 231,37 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi 252,15 juta jiwa pada tahun 2014 atau meningkat 1,79 % per tahun. Juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi tenaga listrik per kapita meningkat 0,23 MWh (35,38 %) selama 5 tahun dari 0,65 MWh pada tahun 2009 menjadi 0,88 MWh pada tahun 2014 atau meningkat 7,08 % pertahun.

 

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

 

Tahun Jumlah Penduduk

(Ribu Jiwa)

Konsumsi Tenaga Listrik (MWh) Konsumsi Tenaga Listrik Perkapita (MWh)
2009 231.369,50 151.334,00 0,65
2010 237.641,32 165.969,00 0,70
2011 241.990,70 178.279,00 0,74
2012 245.425,20 194.289,00 0,79
2013 248.818,10 208.035,00 0,84
2014 252.164,80 221.295,00 0,88

 

Sumber : Statistik Ketenagalistrikan, DJK KESDM, 2014

 

Penduduk yang mengkonsumsi tenaga listrik tidak hanya perduduk di perkotaan atau di pulau Jawa saja, tetapi juga penduduk di pedesaan di berbagai pulau yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan data yang dirilis oleh KESDM tentang rasio elektrifikasi Indonesia, yaitu jumlah rumah tangga di Indonesia meningkat 6.640.655 rumah tangga (11,41 %) selama 5 tahun dari 58.194.437 rumah tangga pada tahun 2009 menjadi 64.835.092 rumah tangga pada tahun 2014 atau meningkat 2,28 % per tahun.

 

Jumlah rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik meningkat 16.116.966 rumah tangga (41,78 %) selama 5 tahun dari 38.573.465 rumah tangga pada tahun 2009 menjadi 54.690.431 rumah tangga pada tahun 2014 atau meningkat 8,36 % pertahun. Dengan demikian, rasio elektrifikasi Indonesia meningkat 18,07 % selama 5 tahun dari 66,28 % pada tahun 2009 menjadi 84,35 % pada tahun 2014 atau meningkat 3,61 % per tahun.

 

Tabel berikut menunjukkan angka yang lebih detail :

 

Tahun Jumlah Rumah Tangga Jumlah Pelanggan Rumah Tangga Rasio Elektrifikasi

(%)

2009 58.194.473 38.573.465 66,28
2010 59.118.900 39.696.415 67,15
2011 62.092.031 45.294.035 72,95
2012 62.992.725 48.229.930 76,56
2013 64.204.615 51.688.927 80,51
2014 64.835.092 54.690.431 84,35

 

Sumber : Statistik Ketenagalistrikan, DJK KESDM, 2014

 

Jika trend tersebut terus berlanjut, maka jenis sumber energi yang dipakai selama ini tidak akan mampu lagi memenuhi kebutuhan untuk menggerakkan turbin pembangkit tenaga listrik. Apalagi ketersediaan bahan bakar minyak kita semakin terbatas. Oleh sebab itu perlu dicari sumber energi lain, terutama sumber energi baru dan/atau terbarukan (EBT).

 

Sebenarnya sumber energi terbarukan yang kita miliki cukup berlimpah, namun sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan. Misalnya panas bumi, angin, matahari, biofuel, biomassa, gelombang laut dan pasang surut. Sampai kini kontribusi sumber EBT sebagai sumber energi nasional, masih kurang dari 10%. Dari kontribusi yang kurang dari 10% tersebut, tenaga air merupakan yang terbanyak menyumbang energi nasional, diikuti oleh panas bumi. Sedangkan yang lainnya bisa dikatakan belum termanfaatkan. Sementara 90% dari sumber energi kita masih mengandalkan minyak, gas dan batubara, dimana produksi minyak kita sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk menenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

 

Ke depan kita perlu memaksimalkan pemanfaatan EBT. Permasalahannya, nilai investasi untuk membangun pembangkit listrik dengan tenaga EBT relatif mahal, sehingga dinilai tidak ekonomis jika tidak ada kebijakan khusus dari Pemerintah.

 

 

Kebijakan Pemerintah

 

Pasal 1 angka 4 Undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang Energi menyebutkan bahwa  sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), dan batubara tergaskan (gasified coal).

 

Selanjutnya dalam pasal 20 dinyatakan bahwa : (1) Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk memperoleh energi dari sumber energi setempat. (2) Penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (3) Penyediaan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan o!eh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonorniannya.

 

Pasal 9 Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menargetkan EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Sebagian kontribusi EBT tersebut juga bisa berasal dari nuklir, karena nuklir merupakan salah satu sumber energi baru, sebagaimana disebutkan dalam undang-undang nomor 30 tahun 2007.

 

Namun, Pasal 11 Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah membatasi pemanfaatan sumber energi nuklir. Pasal tersebut menyatakan bahwa energi nuklir dimanfaatkan dengan mempertimbangan keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi energi baru dan energi terbarukan sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.

 

Sampai saat ini, manurut Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto di sela-sela acara konferensi internasional South Pacific Environmental Radioactivity Assosiation (SPERA) di Denpasar (5/9/2016) bahwa peraturan perundang-undangan kita belum mengizinkan untuk melakukan eksploitasi secara komersial. Dalam arti, belum ada peraturan perundang-undangan yang menyatakan secara eksplisit bahwa investor bisa mengeksplorasi uranium tersebut.

 

Meskipun potensi uranium di Indonesia mencapai 78.000 ton yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, terutama di wilayah Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan di Mamuju Sulawesi Barat, baru Batan yang diperbolehkan mengambil uranium tersebut. Hal itu pun hanya sebatas untuk penelitian saja, seperti penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi (Kompas.com, 5/9/2016)

 

Selain peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas, regulasi yang mengatur tentang pengembangan energi berbasis nuklir antara lain tertuang dalam (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalansi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir; (3) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir; dan (4) Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Disamping itu, dalam RPJM Tahun 2015-2019 juga telah mengamanatkan pemanfaatan energi nuklir.

 

Pemanfaatan PLTN

 

Nuklir adalah energi yang bersih, tanpa menghasilkan polusi udara. Hal ini akan mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, dengan target penurunan emisi 41% atau 61,7 juta ton CO2 sampai tahun 2030.

 

Majalah Nutech, Edisi 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) sebagai lembaga pelaksana mempunyai tugas dalam penelitian dan pengembangan tenaga nuklir dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk keselamatan, ketenteraman, dan kesejahteraan rakyat. Batan sejauh ini telah melakukan berbagai studi dan sosialisasi terkait persiapan pembangunan PLTN komersial dalam rangka memperkuat posisi infrastruktur nasional sebagai pemangku kepentingan. Batan dapat melakukan pembangunan, pengoperasian dan komisioning reaktor daya non komersial, termasuk reaktor daya eksperimental (RDE).

 

Sedangkan penyediaan listrik yang memanfaatkan teknologi nuklir secara komersial dilakukan oleh pihak swasta, BUMN maupun koperasi. Dalam pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkitan listrik komersial, Batan berperan penting sebagai organisasi pendukung teknis, bukan sebagai operator.

 

Pada saat ini Batan merencanakan pembangunan RDE dengan daya antara 2,5-10 MWe atau setara dengan 10-30 MW thermal di Serpong Tangerang. RDE ini merupakan hilirisasi dari penelitian Batan dalam sektor energi selama lebih dari 20 tahun. Listrik yang dihasilkan RDE ini dapat digunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan listrik Batan dan pengembangannya ke depan terutama untuk laboratorium terpadu EBT.

 

Kepala Batan memproyeksikan bahwa nuklir akan masuk ke dalam sistem kelistrikan Jawa Madura Bali (Jamali) pada tahun 2027 sebesar 2.000 MW (2×1.000 MW) dan bertambah sampai tahun 2050 sebesar 12.000 MW. Untuk wilayah Sumatera sebesar 2.000 MW (2031) menjadi 8.000 MW (2050). Untuk wilayah Kalimantan 100 MW (2031) menjadi 800 MW (2050).

 

Persoalan utama dalam membangun PLTN adalah penerimaan masyarakat (public acceptance). Yang ditakutkan masyarakat awam adalah bahaya radiasi pengion. Padahal, menurut Kepala Batan, dalam setiap pembangunan PLTN wajib mempertimbangkan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan melalui peningkatan standar keselamatan dan keamanannya, sesuai dengan prinsip defense in depth, sehingga zat radioaktif yang dihasilkan reaktor dijamin tidak terlepas ke lingkungan, baik selama operasi normal maupun jika terjadi kecelakaan.

 

Ketika penulis beserta rombongan dari Sekretariat Kabinet mengunjungi reaktor serba guna Siwabessy di Batan Serpong pada tanggal 30 Desember 2015 yang lalu, sangat terkesan dengan pengamanan keselamatannya. Setelah keluar dari ruang reaktor, semua pengunjung dan pegawai (tanpa kecuali) diperiksa apakah terkena dampak radiasi. Rombongan penulis pun juga diperiksa sesuai prosedur tetap yang berlaku. Dari pengalaman tersebut, semua pengunjung dan pegawai tidak ada yang terkena radiasi. Untuk antisipasi, di ruang sebelah reaktor telah disediakan ruangan untuk membersihkan radiasi seandainya ada pengunjung atau pegawai yang terkena radiasi. Jadi, siapapun yang baru keluar dari bangunan reaktor pasti sudah bebas dari radiasi nuklir.

 

Jejak pendapat pada tahun 2013, menurut Kepala Batan, menunjukkan bahwa secara nasional 60,4% masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN. Bahkan Patrick Moore (Mantan Direktur Greenpeace) yang dulu menentang PLTN, kini menjadi pendukung energi nuklir. Salah satu alasannya adalah hanya energi nuklir yang paling mungkin menjadi sumber energi alternatif pengganti batubara yang polusinya besar.

 

Menurut Moore, ketakutan dan keengganan publik mengejar ‘keuntungan’ dari energi nuklir kerap disebabkan oleh mitos-mitos yang berkembang di seputar nuklir, semisal bahaya radiasi, kemungkinan serangan teroris terhadap PLTN dan mahalnya harga listrik yang dihasilkan dari PLTN. Bukan hanya Moore, tetapi juga sejumlah ilmuan lainnya yang mengubah pandangannya soal PLTN, seperti ilmuan Inggiris James Lovelock, penemu teori Gaia dan Stewart Brand, pendiri Whole Earth Catalog (Majalah Nutech, Edisi 1 Tahun 2014 hal 44-45).

 

Dari dalam negeri, Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir mengatakan, Indonesia sudah saatnya mengembangkan nuklir sebagai sumber daya energi utama yang dapat menopang ketersediaan dan kebutuhan energi nasional. Sebab, energi nuklir yang dimanfaatkan secara baik dapat menopang industri nasional yang selama ini banyak bergantung pada gas. Disamping itu, Soetrisno juga menekankan bahwa energi sebagai sektor yang penting bagi Indonesia seharusnya menjadi penopang utama pendapatan negara, salah satunya dengan mengembangkan energi nuklir (Kompas.com 26/8/2016).

 

Hasil kajian Wantannas menunjukkan bahwa PLN membangun pembangkit listrik berdasarkan pertumbuhan kebutuhan listrik daerah secara bertahap. Namun ketika daerah memerlukan pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi untuk mendukung percepatan realisasi perencanaan pembangunan daerah, maka PLN belum mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut.

 

Disamping itu, cukup banyak daerah yang mengalami krisis listrik untuk kebutuhan rumah tangga, terlebih lagi ketika pemerintah daerah akan merealisasikan rencana pengembangan industri di wilayahnya. Sampai saat ini masih banyak pengembangan industri terhambat pasokan listrik yang seharusnya terpenuhi secara berkelanjutan sepanjang tahun.

 

Oleh karena itu, energi Nuklir dapat menjadi sumber energi alternatif yang aman dan efisien bagi masyarakat di tengah keterbatasan energi yang bersumber dari fosil. Hasil survei Sigma Research periode Oktober – Desember 2015 menunjukkan bahwa 75% masyarakat Indonesia percaya PLTN akan menjamin ketersediaan pasokan listrik nasional. Angka ini jauh di atas hasil jejak pendapat pada tahun 2013 yang hanya 60,4% sebagaimana dikemukakan Kepala Batan.

 

Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa energi nuklir memang mampu menghasilkan listrik dalam jumlah besar dengan volume bahan bakar yang kecil. Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik nasional, termasuk kebutuhan listrik untuk industri, dan rasio elektrifikasi bisa mendekati 100% dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga !

Kegiatan Sail sebagai Media Promosi Pariwisata Indonesia

$
0
0

suryani ani ani

Oleh: Suryani *)

Peribahasa terkenal mengatakan bahwa “tak kenal maka tak sayang” maka, untuk bisa merasakan sayang, kenali dulu. Agaknya peribahasa tersebut sangat tepat jika dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mempromosikan keindahan obyek pariwisata Indonesia di mata dunia. Bagaimana dunia bisa menyukai Indonesia bila mereka tidak pernah melihat langsung pesona Indonesia?

Salah satu usaha Indonesia dalam memperkenalkan keindahan obyek wisata bahari adalah melalui kegiatan Sail yang sudah dilaksanakan 8 (delapan) kali sejak tahun 2009, diawali dengan Sail Bunaken, Sail Banda, Sail Wakatobi-Belitong, Sail Morotai, Sail Komodo, Sail Raja Ampat, Sail Teluk Tomini, dan untuk tahun 2016 digelar Sail Selat Karimata.
Dukungan Presiden terhadap kegiatan Sail juga disampaikan dalam pidato sambutan pada Puncak Acara Sail Tomini 2015, di Pantai Kayu Bura, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah yang intinya sangat mendukung kegiatan Sail dan berharap ada tindak lanjut setelah penyelenggaraan Sail Tomini 2015, agar tidak langsung senyap.

Adapun sasaran penyelenggaraan Sail adalah dalam rangka percepatan pembangunan dan pengembangan potensi sumber daya kelautan dan pariwisata Indonesia guna mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Sasaran kegiatan Sail ini sejalan dengan sembilan agenda prioritas pemerintah yang disarikan dalam istilah “Nawacita”, terutama di butir ke 3 (membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan) dan butir ke 7 (mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik).

Patut diketahui bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 95.181 km yang memanjang di 17.504 pulau (KKP, 2011), sehingga membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia (urutan ke 2 setelah Kanada).

Sebagai negara maritim, tak perlu diragukan bahwa potensi terbesar Indonesia adalah pesona kecantikan dan kekayaan alam lautnya yang luar biasa dan berpotensi menjanjikan lumbung devisa negara terutama dari sektor pariwisata bahari.

Indonesia dianugerahi memang banyak pantai cantik yang indah dengan keanekaragaman hayati laut namun, beberapa permasalahan seperti: minimnya pembangunan infrastruktur menuju obyek pariwisata, terbatasnya maskapai penerbangan, fasilitas perhotelan/penginapan belum memenuhi standar internasional, serta belum lengkapnya fitur website untuk mengakses informasi tentang obyek pariwisata di Indonesia, dan masalah lainnya, ternyata menghambat perkembangan wisata bahari Indonesia.

Menpar juga mengakui bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang menjadi penghambat sekaligus tantangan terbesar dalam pengelolaan pariwisata di Indonesia. Berdasarkan penilaian World Economic Forum (WEF) 2015, ada 3 (tiga) faktor dengan indeks daya saing yang masih rendah, yaitu: tourist service infrastructure, health and hygiene, dan environmental sustainability (sumber: Kempar). Bahkan untuk masalah kebersihan, Indonesia menduduki peringkat 2 (kedua) terburuk dunia setelah India. Menpar Arief Yahya juga mengemukakan bahwa “Ini menjadi PR kita bersama  termasuk para pengelola bandara nasional dan internasional di tanah air. Fasilitas toilet umum bersih di bandara mempunyai peran penting dalam memenangkan persaingan,” yang disampaikan pada saat membuka acara Penghargaan Sapta Pesona Toilet Umum Bersih di Bandara 2015 (pada 9 Oktober 2015).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, pengelolaan potensi pariwisata juga membutuhkan sinergi antara pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 1 Tahun 2014 Pasal 60 ayat (1a) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa  masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh akses terhadap bagian perairan pesisir yang sudah diberi izin lokasi dan izin pengelolaan. Artinya, masyarakat sekitar atau masyarakat lokal juga memiliki hak sekaligus tanggung jawab untuk mengelola kawasan pesisir, termasuk pengelolaan kawasan wisata.

Konsep pengelolaan kawasan wisata kolaboratif dengan melibatkan masyarakat lokal pun sebenarnya sudah diadopsi oleh pemerintah (Kementerian Pariwisata) melalui pengembangan program Desa Wisata. Pengembangan Desa Wisata diharap dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar.

Melalui pengelolaan kolaboratif dengan prinsip keberlanjutan lingkungan yang didukung dengan peningkatan promosi berbasis cost-efficient, peluang potensi wisata bahari Indonesia untuk menjadi destinasi wisata bahari nomor satu di Asia bahkan dunia, akan semakin kuat. Karenanya, mari kita dukung program Sail dan promosikan terus keindahan alam Indonesia agar impian Indonesia menjadi negara maritim yang hebat dan mampu menyejahterakan rakyatnya dapat terwujud.

*) Penulis adalah Kepala Subbidang Promosi, Pengembangan Destinasi dan Daya Tarik Pariwisata pada Asisten Deputi Bidang Kepariwisataan, Ristek, dan Lingkungan Maritim, Deputi Bidang Kemaritiman

Mengintip Pesona Selat Karimata

$
0
0

suryani ani ani

Oleh: Suryani *)

PULAU KARIMATA

Pulau Karimata adalah pulau berstatus Suaka Alam Laut (SAL) di mana keadaan alamnya, mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem yang perlu dilindungi perkembangannya agar berlangsung secara alami.

Gugusan Kepulauan Karimata yang terletak di Kabupaten Kayong Utara, ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 2240/DJ/I/1981 tanggal 15 Juni 1981, dengan luas 77.000 hektare.

Foto: Dok. Panitia Festival Karimata

Foto: Dok. Panitia Festival Karimata

Untuk sampai menuju Pulau Karimata, anda harus menggunakan transportasi air yang dapat ditempuh melalui dua rute yang berbeda, yaitu:

  • Melalui Pelabuhan Kakap dengan menggunakan kapal motor barang (carter) yang memasok sembako ke Kepulauan Karimata dengan waktu tempuh 8 jam. Jika memilih melalui rute ini, selama perjalanan anda akan beberapa kali singgah pada gugusan pulau di Kepulauan Karimata untuk memasok barang dagangan yang dibawa.
  • Melalui Pelabuhan Senghie dengan menggunakan speed boat selama 4 jam menuju Sukadana, kemudian dilanjutkan dengan naik perahu kelotok selama 12 jam menuju Pulau Karimata. Atau dapat menggunakan Kapal Express selama 7 jam dengan tujuan Ketapang, dan kemudian menyeberangi lautan menuju Pulau Karimata dengan waktu tempuh 12 jam.

Kondisi topografi pulau seluas 77.000 hektare ini terdiri dari dataran rendah sampai dengan dataran tinggi, yakni dari 0 – 1030 m di atas permukaan laut dengan keindahan panorama taman laut yang menakjubkan.

Secara geografis, kepulauan ini berada di selat perairan antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, kurang lebih 100 kilometer sebelah Barat kota Ketapang, yang berada pada 1°25¢ – 1°50¢ Lintang Selatan dan 108°40¢ – 109°10¢ Bujur Timur.

Terdapat 2 (dua) pulau besar pada gugusan Kepulauan Karimata, yaitu Pulau Karimata dan Pulau Serutu, serta 9 (sembilan) pulau kecil lainnya, antara lain Pulau Kelumpang, Pulau Buluh, Pulau Belian, Pulau Busung, Pulau Segunung, Pulau Genting, Pulau Serungganing dan Pulau Kera.

Alam bawah laut Karimata, Kayong Utara. Foto: Dok. Panitia Festival Karimata 2015

Alam bawah laut Karimata, Kayong Utara. Foto: Dok. Panitia Festival Karimata 2015

Pulau Karimata memiliki beberapa tipe ekosistem di kawasan SALnya, mulai dari tipe ekosistem terumbu karang, hutan pantai, hutan mangrove, sampai dengan tipe ekosistem perbukitan tinggi dengan potensi flora yang terdiri dari ragam jenis tanaman laut dan tumbuhan tingkat tinggi yang tumbuh di bukit Pulau Karimata (data: Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang).

Begitu pula untuk jenis faunanya, mulai dari fauna perairan laut, sampai dengan fauna perairan air tawar, darat, dan udara. Melihat dari letaknya yang terpisah dari Pulau Kalimantan Besar (Borneo), diperkirakan jenis fauna yang terdapat pada kawasan ini banyak yang tergolong endemik (spesial karena hanya ada pada suatu wilayah atau daerah tertentu saja dan tidak ditemukan wilayah lain), diantaranya yang baru terdata antara lain Duyung (Dugongdugong), Tuntong (Batagurbaska), dan Kura-kura Gading (Olitia borneensis).

KABUPATEN KAYONG UTARA

Kabupaten Kayong Utara memiliki 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Sukadana (sebagai ibukota Kab. Kayong Utara), Kecamatan Pulau Maya Karimata, Kecamatan Simpang Hilir, Kecamatan Teluk Batang, dan Kecamatan Seponti. Untuk bisa menjangkau wilayah Sukadana, sebagai pusat kegiatan Sail Selat Karimata, dibutuhkan waktu kurang lebih 4 (empat) jam perjalanan menggunakan speed boat dari kota Pontianak.

Untuk mencapai Pulau Karimata, ada ada 3 (tiga) maskapai penerbangan yang bisa mengantar anda menuju Ketapang, yaitu:

  1. Garuda Indonesia dengan rute penerbangan: Ketapang – Pontianak (jadwal penerbangan setiap hari Senin, Selasa, Kamis, Sabtu, pada pukul 07.00 WIB dan 10.00 WIB dan hari Rabu, Jumat, Minggu pada pukul 16.00 WIB); dan Pontianak – Ketapang (jadwal penerbangan setiap hari Senin, Selasa, Kamis, Sabtu pada pukul 06.30 WIB dan hari Rabu, Jumat, Minggu pada pukul 08.40 WIB).
  2. Kalstar dengan rute penerbangan: Ketapang – Semarang – Bandung (jadwal penerbangan setiap hari pada pukul 08.40 WIB); Bandung – Semarang – Ketapang (jadwal penerbangan setiap hari pada pukul 12.00 WIB); Ketapang – Pontianak (jadwal penerbangan setiap hari pada pukul 07.00 WIB, 13.30 WIB, 14.30 WIB, 14.50 WIB); dan Pontianak – Ketapang (jadwal penerbangan setiap hari pada pukul 06.30 WIB, 07.50 WIB, 12.30 WIB, 16.15 WIB).
  3. Aviastar dengan rute penerbangan: Ketapang – Jakarta (jadwal penerbangan setiap hari pada pukul 08.30 WIB); Jakarta – Ketapang (jadwal penerbangan setiap hari pada pukul 07.00 WIB).

Setelah sampai di Ketapang, anda dapat mencapai ibu kota Kabupaten Kayong Utara (Sukadana) menggunakan jalur darat selama kurang lebih 2 jam. Selain itu, anda juga dapat memilih jalur lain, yaitu melalui jalur laut. Penyedia jasa transportasi speed boat setiap hari melayani pelayaran dari Dermaga Kapuas Indah Pontianak menuju Sukadana selama 6 jam atau melalui Dermaga Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya menuju Kayong Utara selama 4 jam perjalanan laut.

OBYEK WISATA SEKITAR KARIMATA

Terdapat beberapa obyek wisata menarik di sekitar Pulau Karimata yaitu: Pantai Pulau Datuk, Lubuk Baji, Bukit Mendale, dan Kepulauan Karimata, tepatnya di Desa Betok dan Desa Padang yang menawarkan panorama bawah laut yang cocok untuk snorkling atau selam, serta Taman Nasional Gunung Palung (TNGP). Dari obyek-obyek wisata tersebut,terdapat 4 (empat) obyek wisata yang akan kami ulas, yaitu:

  1. Pantai Pulau Datuk
Pantai Pulau Datuk

Pantai Pulau Datuk

Pantai Pulau Datuk merupakan obyek wisata berupa taman wisata yang ada di Sukadana (ibukota Kabupaten Kayong Utara). Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai di Pantai Pulau Datok dari pusat kota Sukadana. Di sini anda dapat menikmati indahnya pemandangan pantai yang masih asri dan alami dengan ombak tenang dan pasir putih.

Biasanya, pada saat umat Hindu merayakan hari Raya Nyepi, mereka mengadakan Upacara Melasti (ritual yang digelar dengan tujuan untuk menghanyutkan kotoran alam menggunakan air kehidupan) di Pantai Pulau Datuk.

  1. Lubuk Baji

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Lubuk Baji berada di kawasan TNGP yang terletak di Desa Begasing, merupakan wisata alam yang di dalamnya terdapat beberapa air terjun. Obyek wisata ini dapat dicapai dengan berjalan kaki (mendaki) selama 8 jam, dari pintu masuk di Air Pauh Desa Sutra, Kecamatan Sukadana.Namun jangan risau, panorama matahari terbit (sunrise) sangat mempesona dari puncak ketinggian ini, akan mampu menghilangkan rasa penat anda setelah lelah lama mendaki.

Lubuk Baji merupakan salah satu tujuan menarik di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Bila bernasib baik, para wisatawan memiliki kesempatan melihat orangutan liar atau setidaknya dapat mencari tanda-tanda kehadiran mereka berupa sarang atau jejak-jejak lain. Anda pun dapat mengamati hewan lain di Lubuk Baji seperti Owa-owa, Monyet Merah Daun, Beruang Madu Malaya, Rangkong, Pelatuk, dan banyak jenis amfibi, reptil dan invertebrata.

Selain pesona faunanya, anda juga bisa menikmati berbagai jenis flora misalnya dari family anacardiaceae (tumbuhan yang memiliki ciri-ciri habitus perdu, suku mangga-manggaan), pakis, tanaman obat, pohon buah-buahan, dan ragam jenis anggrek yang sangat indah.

  1. Bukit Mendale

Obyek wisata Bukit Mendale berada di Desa Gunung Sembilan, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Bukit Mendale memang belum banyak dikenal masyarakat luar, namun bukit yang memiliki ketinggian kurang lebih 450 Mdpl ini memiliki pesona keindahan tersendiri. Dari puncak bukit Mendale, anda dapat menyaksikan indahnya pemandangan gunung palung, garis pantai berkelok, lengkap dengan hamparan laut yang menawan, serta rumah-rumah penduduk kota sukadana yang bertumpuk rapi, terlebih jika disaksikan pada waktu matahari terbit (sunrise), dan untuk mencapai puncak Bukit Mendale, anda hanya cukup berjalan kaki sekitar kurang lebih 105 menit saja.

  1. Taman Nasional Gunung Palung (TNGP)
Foto: dok. Panitia Sail Selat Karimata

Foto: dok. Panitia Sail Selat Karimata

Sebagai salah satu taman nasional yang terlengkap di antara taman-taman nasional yang ada di Indonesia, sudah selayaknya TNGP mendapatkan perhatian. TNGP terletak di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat, berada di ketinggian 900-1.116 mdpl dengan luas wilayah sekitar 90.000 hektare.

TNGP menjadi salah satu kawasan konservasi bagi orang utan di Indonesia. Orangutan Borneo adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar yang seluruh sub-spesiesnya langka dan terancam punah. Berdasarkan studi genetika, dari orangutan Borneo, terdapat tiga sub-spesies orangutan yang telah diidentifikasi, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang ditemukan di barat laut Borneo, Pongo pygmaeus wurmbii di Borneo bagian tengah, dan Pongo pygmaeus morio di timur laut Borneo (sumber: World Wide Fund for Nature/WWF). Saat ini hanya terdapat sekitar 10% dari populasi orang utan yang hidup di dunia atau sekitar 2.200 ekor orang utan berada di sini.

Ekosistem kawasan TNGP meliputi hutan rawa, rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan mapah tropika, hutan mangrove, hutan pegunungan.

Jenis flora yang dapat ditemukan antara lain jelutung, ramin, damar, pulai, rengas, kayu ulin, tanaman bakau, kendeka dan berbagai tanaman obat. Flora unik lainnya yang dapat dijumpai adalah anggrek hitam. Anda dapat melihat flora unik ini di Sungai Matan pada bulan Februari – April setiap tahunnya dan biasanya hanya mekar selama 5-6 hari.

Bunga Anggrek Hitam

Bunga Anggrek Hitam

Jika kita berbicara tentang keunikan dan keindahan panorama bumi khatulistiwa, pastilah tak akan ada habisnya.

Apa yang saya ulas dalam tulisan ini hanyalah sekelumit informasi tentang indahnya obyek wisata di sekitar Selat Karimata, khususnya Kabupaten Kayong Utara selaku tuan rumah penyelenggaraan Sail Selat Karimata 2016. Masih ada kawasan lain di sekitar Selat Karimata yang tak kalah indahnya seperti Belitung, Kepulauan Riau, dan Jambi yang tentu saja belum mampu menggambarkan seluruh kecantikan alam dan pesona Indonesia yang pasti mengundang decak kagum bagi siapapun yang memandangnya.

Hanya ada satu cara untuk membuktikan betapa luar biasanya keindahan alam Nusantara, yaitu dengan mengunjunginya dan anda pun akan mengucapkan, “Indonesiaaa….Wonderfull!

*) Penulis adalah Kepala Subbidang Promosi, Pengembangan Destinasi dan Daya Tarik Pariwisata pada Asisten Deputi Bidang Kepariwisataan, Ristek, dan Lingkungan Maritim, Deputi Bidang Kemaritiman

Selat Karimata, Potensi Wisata Bahari yang Tersembuyi

$
0
0

Difa artikelOleh: Difa Giovani**

Indonesia merupakan negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi pembangunan SDA dan jasa-jasa lingkungan/environmental services yang sangat besar, namun hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu potensi sektor pembangunan yang belum dikembangkan secara optimal adalah pariwisata bahari (marine tourism).

Menurut undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan: “Wisata Bahari atau Tirta adalah usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana, serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk”. Dengan 17.504 pulau, 95.181 km garis pantai, pantai dan laut yang indah, keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari terbesar di dunia (Mann, 1995; Allen, 2002). Salah satu potensi tersebut berada sepanjang pesisir Selat Karimata.

Selat Karimata adalah selat luas yang menghubungkan Laut China Selatan dengan Laut Jawa. Selat ini terletak di antara Pulau Sumatera dan Kalimantan. Lebar selat ini sekitar 150 kilometer apabila diukur dari Kalimantan hingga Pulau Belitung. Belitung dipisahkan dari Pulau Bangka oleh Selat Gaspar. Bangka terletak dekat pesisir timur Sumatera yang dipisahkan oleh Selat Bangka. Kepulauan Karimata terletak di Selat Karimata. Selat Karimata juga merupakan salah satu selat terbesar di Indonesia.

Berikut adalah beberapa destinasi wisata yang terletak sepanjang Selat Karimata:

1. Pantai Pengudang, Provinsi Kepulauan Riau

Pantai Pengudang

Pantai Pengudang

Indonesia memiliki banyak destinasi menawan, salah satunya adalah Pantai Pengudang di desa Pengudang, kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Dari ibukota kabupaten ke pantai, cukup dengan menempuh waktu sekitar 30-45 menit. Namun ingat, jalan terjal dan tikungan tajam mewarnai rute ke pantai, sehingga perlu ekstra hati-hati dalam berkendara. Meski demikian, pantai pasir putih ini layak disambangi. Pasalnya, pantai yang dikelilingi bentangan ilalang dan jejeran pohon kelapa, serta batu-batu besar dengan susunan yang unik, menciptakan suasana yang begitu damai, sangat cocok untuk bersantai sejenak dan menghilangkan kepenatan.

2. Pulau Kepayang, Provinsi Kalimantan Barat

Pantai Kepayang

Pantai Kepayang

Pulau Kepayang merupakan salah satu pulau di Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Pulau ini terkenal dengan lautnya yang hijau dan nelayan yang menjemur hasil tangkapannya. Tak hanya itu, lingkungan sekitar pulau yang bersih dan warga setempat yang ramah juga menjadi ciri khas pulau ini. Rencananya, pemkab akan menjadikan pulau ini sebagai destinasi konservasi. Setiap pelancong yang datang wajib melakukan aktivitas ramah lingkungan. Di sekitar Pulau Kepayang terdapat destinasi lain yang dapat dikunjungi, antara lain pulau Serunai, Desa Padang, atau Tanjung Serunai.

3. Pulau Belitung, Provinsi Bangka-Belitung

Pantai Tanjung Kelayang

Pantai Tanjung Kelayang

Kepopuleran Belitung meroket tatkala film “Laskar Pelangi” sukses di dunia perfilman Indonesia. Rute pesawat menuju Belitung bertambah dan selalu penuh di musim libur sekolah. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten cepat berbenah sehingga Pulau Belitung menjadi destinasi favorit para pelancong. Tengok saja Pantai Parai Tenggiri, Pantai Penyusuk, Pulau Lengkuas, Danau Kaolin, tempat pengungsian Soekarno-Hatta, hingga Museum Kata Andrea Hirata. Pembangunan pariwisata di Belitung semakin masif, terutama setelah kawasan Tanjung Kelayang ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) oleh Presiden RI pada tahun 2016.

4. Taman Nasional Berbak, Provinsi Jambi

Taman nasional Berbak

Taman nasional Berbak

Potensi wisata di Provinsi Jambi ini terletak di kawasan Pesisir Timur Jambi, tepatnya Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Taman Nasional Berbak sebagai kawasan konservasi lahan basah terluas di Asia Tenggara mempunyai peranan penting untuk habitat berbagai jenis flora, fauna, dan ekosistemnya, sehingga dapat dinikmati sebagai wisata edukasi. Di dalam hutan Taman Nasional Berbak terdapat habibat satwa langka seperti harimau Sumatera (pantrea tigris sumatrae), tapir, buaya, dan berbagai jenis burung, serta berbagai tumbuhan langka, yakni berbagai jenis bunga anggrek juga hidup disana.

Masih banyak lagi destinasi wisata yang terletak di sepanjang Selat Karimata, semuanya menyimpan potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata bahari yang dapat menarik tidak hanya wisatawan domestik, tapi juga wisatawan mancanegara. Yang dibutuhkan adalah promosi, agar destinasi tersebut sampai ke telinga para penikmat wisata bahari di seluruh pelosok dunia. Diharapkan dengan diselenggarakannya kegiatan Sail Selat Karimata 2016, lokasi-lokasi yang selama ini tersembunyi dapat turut “tampil” dan menyemarakkan pariwisata bahari Indonesia.

**Penulis adalah Analis Perekonomian pada Kedeputian Kemaritiman

Viewing all 380 articles
Browse latest View live