Quantcast
Channel: Archives – Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
Viewing all 380 articles
Browse latest View live

Bagaimana Menafsir Peraturan?

$
0
0

Pak PurOleh: Purnomo Sucipto, Pemerhati Peraturan Perundang-undangan

Dalam menyusun peraturan, para perancang peraturan telah berupaya membuat rumusan yang tegas, jelas, dan mudah dimengerti. Bahkan, mereka seringkali menggunakan “penjelasan” untuk menghindari salah pemahaman. Namun demikian, untuk dapat memahami peraturan, penafsiran tetap diperlukan. Hal ini karena peraturan bukanlah produk yang sempurna, yang lengkap, dan tuntas. Upaya perancang dimaksudkan untuk mendekati sempurna.

Penafsiran peraturan terutama dilakukan oleh hakim dalam memutus suatu perkara. Pengacara, polisi, dan jaksa juga melakukan penafsiran untuk melaksanakan tugas masing-masing. Pegawai pemerintah dan masyarakat juga melakukan penafsiran, baik ketika menghadapi proses peradilan maupun dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Semakin banyak orang memahami cara menafsir peraturan akan semakin mudah melaksanakan peraturan dan semakin mudah pula menegakkan hukum. Upaya memperluas kemampuan penafsiran merupakan usaha memenuhi asas “setiap orang dianggap tahu peraturan”.

Dibawah ini akan disampaikan beberapa metode penafsiran yang dapat dilakukan. Hal pertama yang perlu dicamkan adalah satu prinsip dalam penafsiran peraturan yakni “apabila kata-kata dalam peraturan sudah jelas, maka tidak boleh ditafsir”.

1. Penafsiran Menurut Bahasa

Penafsiran ini memaknai suatu ketentuan dalam peraturan berdasarkan pada makna kata, kalimat, dan tata bahasa dalam pengertian sehari-hari. Hal ini karena pada dasarnya melakukan penafsiran adalah memberi arti pada kata, kalimat, dan tata bahasa suatu rumusan ketentuan tersebut. Penafsiran ini juga disebut penafsiran literal atau harfiah atau gramatikal.

Terhadap metode penafsiran ini terdapat dua kemungkinan.Pertama, hakim atau pembaca peraturan lainnya mengartikan kata-kata dalam peraturan secara literal dan tidak dianalisis secara mendalam. Kata-kata diartikan secara harfiah terlepas apakah hasil penafsiran itu masuk akal atau tidak. Kedua, hakim atau pembaca peraturan lainnya melakukan penafsiran lebih daripada sekedar membaca peraturan. Selain mengartikan kata-kata secara literal/harfiah, hakim atau pembaca peraturan lainnya juga mempertimbangkan apakah akan menghasilkan penafsiran yang adil dan masuk akal.

Contoh: Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet.

Dalam Pasal tersebut yang menjadi masalah adalah apa yang dimaksud dengan “pejabat karir”. Sebagian besar orang, terutama dalam dunia birokrasi, akan menafsirkan pejabat karir adalah pejabat pegawai negeri sipil. Sehingga, dengan penafsiran itu, yang dapat menjadi wakil menteri adalah pegawai negeri sipil. Tetapi apabila mempertimbangkan apakah masuk akal yang dapat menjadi wakil menteri hanya pegawai negeri sipil, maka dapat juga ditafsirkan bahwa tidak hanya pegawai negeri sipil saja yang dapat menjadi wakil menteri, karena karir tidak hanya dimiliki oleh pejabat selain pegawai negeri sipil, misalnya pejabat pada perusahaan swasta. Penafsiran yang terakhir sejalan dengan Putusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011.

2. Penafsiran Historis

Penafsiran ini dilakukan dengan cara melihat sejarah dan kondisi pada saat peraturan dibentuk, dengan melihat pada catatan debat pada saat peraturan dibuat (memorie van toelichting), misalnya saat debat anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyusunan undang-undang, atau melihat uraian dalam naskah akademik suatu peraturan.

Contoh: menafsirkan arti pejabat karir dalam rumusan Pasal Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet dengan melihat pada catatan debat di Dewan Perwakilan Rakyatada saat Undang-Undang Kementerian Negara dibahas. Catatan tersebut tentunya dapat dimintakan di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. Terakhir, dilakukan dengan melihat uraian penjelasan dalam naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kementerian Negara dimaksud.

3. Penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan (Teleologis)

Metode penafsiran ini tidak mempermasalahkan pengertian harfiah yang mempunyai arti ganda, melainkan melihat pada tujuan keseluruhan dari suatu peraturan. Pendekatan ini mengisi kekosongan aturan hukum dengan menafsirkan peraturan sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat peraturan.

Contoh:dengan metode penafsiran berdasarkan Tujuan Peraturan, rumusan Pasal “Yang dimaksud dengan “Wakil Menteri” adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet“ dapat diartikan sebagai berikut: tujuan adanya pengaturan keberadaan wakil menteri adalah untuk mewadahi kebutuhan untuk mendukung tugas menteri dalam menjalankan tugasnya. Menteri yang merupakan jabatan karir dan biasanya berasal dari politisi umumnya tidak menguasai bagaimana melaksanakan tugas-tugas birokrasi. Untuk itulah seorang wakil menteri diperlukan. Dengan demikian, berdasarkan metode berdasarkan Tujuan Peraturan, penafsiran yang lebih mendekati pengertian “pejabat karir” adalah pejabat yang berasal dari pegawai negeri sipil (birokrat). Namun tampaknya penafsiran ini tidak digunakan Mahkamah Konstitusi dalam memutus uji materi mengenai pejabat karir dimaksud.

Selain metode di atas, masih terdapat metode penafsiran lainnya, seperti metode sistematis, metode komparatif, metode futuristik, metode restriktif, dan metode ekstensif. Namun, semua penafsiran pada dasarnya merupakan  varian dari ketiga metode penafsiran di atas.

 


Bangkitnya Semangat Generasi Muda

$
0
0

Pak KafusOleh : Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Kabinet RI

Bangkitlah  wahai generasi mudaku, singsingkan kedua lengan bajumu, tatap masa depanmu, raih cita-citamu. Jangan kau terlena oleh situasi dan kondisi yang membuatmu lupa akan masa depan dan perjuangan hidup, mari kita bekerja… bekerja… dan bekerja.

Ingatlah pesan para pendiri bangsa, “Jangan kamu bertanya apa yang diberikan bangsa dan negara kepadamu, tetapi apa yang kamu berikan kepada  bangsa dan negaramu”. Pesan ini sangat berarti sekali karena membuka cakrawala/pola pikir serta semangat hidup masyarakat Indonesia, khususnya untuk memberikan motivasi kepada generasi muda Indonesia yang sedang menuntut ilmu dan bekerja untuk masa depan yang lebih baik.

Generasi muda dituntut  untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia,  karena kapan lagi dan siapa lagi kalau bukan generasi muda untuk memberikan yang terbaik kepada  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pesan tersebut menginspirasi  semangat Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908,  dimana pada waktu itu masyarakat Indonesia bangkit, dengan penuh semangat persatuan dan kesatuan, serta nasionalisme yang tinggi untuk memperjuangkan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai. Tentunya semangat generasi muda sekarang harus lebih baik dan  semakin maju daripada generasi muda tempo dulu, mengingat situasi dan kondisi negara sekarang sudah merdeka, aman dan tentram dari segala ancaman/penjajahan negara lain serta dapat menikmati hasil pembangunan.

Pemerintah mengharapkan dan membutuhkan generasi muda yang cerdas, tangguh, berintelektual, bermartabat, kreatif, inovatif, memiliki kesetiakawanan sosial serta penuh semangat perjuangan dan pengabdian yang tinggi. Ingatlah ke depan persaingan antar negara (globalisasi) di berbagai bidang pembangunan dan kehidupan  semakin meningkat, baik itu bidang ekonomi, sosial budaya, politik maupun hankam, terutama sekali di bidang informasi, komunikasi  dan teknologi yang serba canggih dan modern.

Generasi muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan memberikan kontribusi pemikiran dalam mengatasi persoalan bangsa. Di tengah banyaknya persoalan yang perlu diselesaikan bersama, jangan sampai semangat generasi muda memudar dan tidak berarti karena generasi muda itu harapan bangsa Indonesia.

Memaknai Lahirnya Hari Kebangkitan Nasional

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang diperingati setiap tanggal 20 Mei, setiap tahunnya adalah hari dimana pada waktu itu  masyarakat Indonesia bangkit dengan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran yang tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa itu, masyarakat Indonesia menginginkan adanya perubahan dalam tatanan kenegaraan dan kehidupan karena terjadinya penindasan dan penjajahan terhadap bangsa dan negara Indonesia.

Untuk memaknai Hari Kebangkitan Nasional ini,  sebaiknya generasi muda memperingati hari kebangkitan  nasional tersebut dengan penuh hikmat dengan mengingat perjuangan para pahlawan nasional kita. Selain itu, generasi muda perlu memperbaiki jati dirinya dengan berbagai aktivitas yang dapat bermanfaat bagi bangsa  dan negara, karena jika tidak,  maka kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin terpuruk.

Dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2015,  mau tidak mau kita harus mengingat kembali perjalanan sejarah bangsa kita, yang dimulai dengan lahirnya gerakan nasionalis pertama Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Lahirnya Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) itu, ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).

Tokoh-tokoh yang mempelopori Kebangkitan Nasional, diantaranya :  Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara ), Dr. Douwes Dekker (seorang turunan Belanda) yang juga dikenal dengan nama Multatuli, dan  Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sutomo, Ir. Soekarno serta tokoh-tokoh lainnya.

Kini adalah saat yang tepat jika generasi muda menjadikan Hari Kebangkitan Nasional sebagai penumbuh semangat untuk memperbaiki komitmen perjuangan bagi bangsa dan negara, mewujudkan impian menjadikan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur serta sejahtera.

Semoga Generasi Muda Indonesia ke depan lebih semangat lagi…..

Sail Tomini 2015, Mutiara Khatulistiwa untuk Kehidupan Masa Depan

$
0
0

Tomini 2015Oleh: Sjahriati Rochmah dan Aprizal, Keasdepan Bidang Industri, UKM, Perdagangan dan Ketenagakerjaan, Sekretariat Kabinet RI

Teluk Tomini merupakan teluk terbesar di Indonesia, dengan luas kurang lebih 6 juta hektar mempunyai potensi sumberdaya alam yang kaya dan unik. Teluk Tomini mempunyai peran penting bagi dunia karena letaknya yang persis berada di jantung segitiga karang dunia (coral triangel). Tepat berada di garis khatulistiwa dan memiliki ekosistem laut semi tertutup, sumberdaya perikanan yang besar, terumbu karang dan mangrove yang unik serta sumberdaya pesisir yang kaya akan potensi, membuat Teluk Tomini terkenal dengan keelokan bawah lautnya yang mengagumkan.

Teluk Tomini memiliki panjang garis pantai mencapai 2.400KM, dan secara administrastif berada di 3 (tiga) provinsi yaitu: Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara.

Pemerintah memiliki komitmen untuk melindungi ekosistem bahari dan meningkatkan pembangunan, industri, potensi dan kesejahteraan rakyat daerah-daerah pesisir dengan melakukan kegiatan tahunan berupa Sail di daerah-daerah pesisir tanah air. Teluk Tomini menjadi lokasi terpilih Sail di tahun 2015 dengan tajuk “Mutiara Khatulistiwa untuk Kehidupan Masa Depan”.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebelumnya menegaskan bahwa Teluk Tomini harus dikelola dengan sungguh-sungguh. “Terhadap lingkungan, sumberdaya alam, budaya nelayan, dan aktivitas usaha harus tetap berkelanjutan sehingga mampu mensejahterakan rakyat,” kata Menteri Susi.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani berharap Sail Tomini 2015, yang puncaknya akan dilaksanakan 19 Septermber mendatang, memiliki dampak dalam jangka panjang bagi perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat di kawasan itu.

“Sail Tomini ini jangan hanya seremonial saja, setelah dilaksanakan kemudian dilupakan,” kata Menteri Puan dalam sambutan peluncuran Sail Tomini dan Festival Boalemo 2015 di Jakarta, Selasa (5/5).

Menurut Puan Maharani, Kegiatan sail yang paling utama adalah setelah acara puncak yang mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi di provinsi dan kabupaten yang berada di Teluk Tomini, sehingga mampu mensejahterakan rakyat.

Sail Tomini 2015 akan dimeriahkan :
* Gebyar Batik Tomini,
* Lomba Perahu Naga,
* Pameran Potensi Daerah,
* Seminar Nasional dan Internasional,
* Rali Kapal Layar,
* Gerakan Membangun Kampung.

Puncak Sail Tomini  19 September 2015 di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Selain Sail Tomini juga akan diselengarakan Festival Boalemo tanggal 10 September 2015 di Pantai Bulihutuo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.

Guna mensukseskan acara Sail Tomini 2015, Panitia telah melakukan koordinasi terakhir Rabu (20/5) di Kantor Gubernur Gorontalo melibatkan  24 kementerian dan lembaga (termasuk Sekretariat Kabinet), pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota Gorontalo dan Sulawesi Tengah.

Mengenal Koleksi Benda Seni Kenegaraan (Bag-7)

$
0
0

Oleh: Kukuh Pamuji

Sujoyono-2Pada bagian ketujuh ini  kita akan mencoba untuk mengenal lebih dekat lukisan Sindudarmo Sudjojono, yang lebih dikenal dengan S.Sudjojono yang lahir di Kisaran, Sumatera Utara 1913. Sebagai seorang pelukis dan kritikus seni, S. Sudjojono merupakan penentang aliran Mooi Indie (hindia molek atau Indonesia jelita) yang dianggapnya tidak mengungkapkan alam dan jiwa masyarakat Indonesia sebenarnya yang pada saat itu di jajah oleh Belanda.

Mooi indie adalah cara pandang seorang seniman terhadap karya seni lukis yang menggambarkan keindahan alam yang ada di Hindia Belanda. Istilah ini muncul sekitar tahun 1920 – 1938-an. Pada awalnya istilah Mooi Indie dipakai untuk memberi judul reproduksi sebelas lukisan pemandangan cat air Du Chattel tahun 1930.

Istilah ini menjadi popular di Hindia Belanda sejak S. Sudjojono menggunakan istilah ini untuk mengejek pelukis-pelukis pemandangan dalam tulisan yang dibuatnya pada tahun 1939. Ia mengatakan bahwa lukisan pemandangan yang serba bagus, enak, romantis bagai di surga, tenang dan damai, tidak lain hanya mengandung satu arti: Mooi Indie (Hindia Belanda yang Indah), padalah kenyataannya sangat berbeda 180 derajat yang pada saat itu terjadi penindasan oleh penjajah Belanda. Sebaliknya, Sudjojono lebih menekankan pada kejujuran melihat realitas kehidupan yang ada di sekitarnya, sehingga objek-objek yang kumuh pun dapat diangkat menjadi sebuah tema untuk mengungkapkan kebenaran. Masa kecilnya yang pahit, dan kehidupan dewasanya yang pekat dengan pergaulan dan dialog yang sangat intensif dengan para tokoh pergerakan nasional, memberi warna sosialisme dan kerakyatan pada setiap pemikiran-pemikirannya.

Sebagai seorang pelukis yang sangat berjasa dalam menjadikan seni sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, ia banyak menghasilkan karya yang menjadi penanda zaman ketika Indonesia sedang memulai hidupnya. Beberapa lukisannya menjadi bagian dari koleksi benda seni kenegaraan yang dimiliki oleh Istana Kepresidenan. Setidaknya ada 10 lukisan yang saat ini tersebar di Istana Kepresidenan Jakarta, Istana Kepresidenan Bogor, Istana Kepresidenan Cipanas, dan Istana Kepresidenan Yogyakarta. Dari l0 lukisan tersebut beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

 

Foto.1: Markas Laskar Rakyat di Bekas Gudang Beras Cikampek.

Foto: Lukisan Markas Laskar Rakyat di Bekas Gudang Beras Cikampek.

Lukisan Markas Laskar Rakyat di Bekas Gudang Beras Cikampek menggambarkan nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.  Lukisan lainnya yang juga bertema perjuangan adalah Seko (Gerilya). Lukisan ini mengisahkan peristiwa pada saat terjadinya pergolakan Agresi Militer II di Yogyakarta, dimana dalam peristiwa ini ayah S. Sudjojono meninggal dunia karena tertembak peluru Belanda. Selanjutnya ada juga lukisan yang berjudul Kawan-Kawan Revolusi yang dibuat tahun 1947. Lukisan ini dibuat atas tantangan yang diberikan oleh Trisno Sumardjo yang diselesaikan Sudjojono dalam waktu kurang dari satu hari. Hal ini merupakan sebuah pembuktian atas kemampuan teknis melukis realisnya yang saat itu dianggap lambat.

Kawan-Kawan Revolusi seperti dituturkan oleh Mia Bustam (isteri pertama S.Sudjojono), dilatar belakangi oleh sikap heroik seorang pejuang yang bernama Bung Dullah yang berhasil mengebom 4 tank Belanda dengan sejumlah bom yang diikatkan dipinggangnya. Dalam lukisan ini, Bung Dullah berada di antara 19 wajah yang lain. Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam lukisan ini diantaranya: Tedja bayu, Mayor Sugiri, Basuki Resobowo, Surono, Trisno Sumarjo, Ramli, Suromo, Bung Dullah, Nindyo, Kasno, Oesman Effendi, Sudibio, Yudokusumo, dan Kartono Yudhokusumo.

Foto: Lukisan Kawan-Kawan Revolusi, S. Sudjojono (1947),

Foto: Lukisan Kawan-Kawan Revolusi, S. Sudjojono (1947),

Lukisan Kawan-Kawan Revolusi dibeli Bung Karno pada saat pameran Lukisan Seniman Indonesia Muda (SIM) yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal  25 Mei 1947 dengan cara menghutang dan baru terbayar dua tahun kemudian, tepatnya  tahun 1949 saat terjadi Agresi Militer II di Yogyakarta. Pada saat itu S. Sudjojono menemui Bung Karno untuk menagih hutang dengan mengenakan baju yang kumal. Ada perasaan kasihan pada diri Bung karno terhadap Sudjojono. Akhirnya dengan dialog singkat seperti yang dituturkan oleh Mia Bustam, Bung Karno kemudian menawarkan pakaian bekasnya yang masih bagus kepada S. Sudjojono. Di samping itu Ibu Fatmawati juga memberikan sejumlah uang, dan dengan uang tersebut S. Sudjojono sekeluarga kemudian berbelanja kebutuhan sandang pangan di Malioboro. Saat ini, ketiga lukisan yang disebutkan di atas, tersimpan di Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta

Seiring dengan makin merosotnya kondisi ekonomi serta fluktuasi yang terjadi pada pergerakan nasional, S. Sudjojono bersama teman-temannya di persagi menginginkan adanya perubahan pada struktur seni lukis yang mempunyai peran lebih besar bersama gerakan sosial lainnya untuk memperjuangkan kesadaran nasional di bidang kebudayaan. Untuk itu dia mencari dan menemukan struktur kesenian yang dapat menggambarkan realitas kehidupan dan nasionalisme dengan cara bersikap jujur dan tidak artifisial untuk melukis objek apa saja sebagai realitas kehidupan di sekitar mereka. Dengan kejujuran, mereka mencari teknik sendiri dalam mengungkapkan kepadatan hati mereka secara total tidak seperti yang biasa dilakukan oleh pelukis yang mengenyam teknik akademis.

Foto: Lukisan Di Depan Kelamboe Terboeka, S. Sudjojono,

Foto: Lukisan Di Depan Kelamboe Terboeka, S. Sudjojono,

Karya-karya yang secara tematik menggambarkan nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan Indonesia diolah dengan variasi objek seperti kehidupan pelacur, seni pertunjukan rakyat, kehidupan pejuang gerilya, atau pun pengungsian rakyat pada masa perang kemerdekaan. Melalui lukisan Di Depan Kelamboe Terboeka, misalnya  kita dapat menangkap tema dan ekspresi yang mengungkapkan depresi ekonomi, kesedihan, gelora kehidupan masyarakat yang kalut. Goresan kuas yang kasar dan bebas menunjukkan luapan emosi yang begitu pekat, kekuatan warna yang ditampilkan menunjukkan sebuah karya yang mengarah pada lukisan bergaya ekspresionisme.

”Di Depan Kelambu Terbuka” menyiratkan ekspresi dingin dan mencengkeram. Duka nestapa sangat terlihat dalam raut muka wanita tersebut. Pandangan  matanya yang nanar dengan jelas merefleksikan kemiskinan yang kemudian memaksanya untuk menjadi PSK di Batavia. Lukisan tersebut juga menggambarkan latar sosial Hindia Belanda pada tahun 1930-an yang sedang dilanda krisis ekonomi.

Selama bertahun-tahun sosok wanita dalam lukisan “Di Depan Kelambu Terbuka” tersebut menjadi rahasia keluarga Sudjojono. Wanita yang akhirnya diketahui bernama Adesi dari Cirebon, melarikan diri dari orang tuanya karena dipaksa untuk menikah dengan pilihan mereka. Kala itu Sudjojono bertemu dengan Adesi yang berprofesi sebagai seorang penjaja tubuh di daerah Senen. Saat ini lukisan Adesi menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor.

Foto: Lukisan Potret Seorang Tetangga, S. Sudjojono (1950),

Foto: Lukisan Potret Seorang Tetangga, S. Sudjojono (1950),

Lukisan Sudjojono yang lain, menggambarkan figur laki-laki yang berdiri di dalam rumah dilatarbelakangi sebuah kursi bambu tutul (lincak). Lukisan berjudul Potret Seorang Tetangga yang saat ini tersimpan di Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas, memperlihatkan perubahan pandangan Sudjojono ke arah realisme sosialis yang dipengaruhi oleh iklim politik Indonesia.  Pada saat itu Sudjojono berkarir dalam dunia politik dan tergabung dalam Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi kebudayaan di bawah PKI).

Pada saat itu Sudjojono berkarir dalam dunia politik dan tergabung dalam Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi kebudayaan di bawah PKI). Ia juga aktif di Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menjadi salah seorang wakil partai itu di DPR(S). Ia keluar dari PKI dan Lekra pada tahun 1959 karena partai itu terlampau mencampuri urusan pribadinya. Di sisi lain PKI sangat marah kepada Sudjojono, karena ia diketahui menghasut masyarakat untuk benci terhadap D.N. Aidit sebagai pimpinan tertinggi PKI.

 

 

 

Peran Lembaga Keuangan Non Bank Dalam Mendukung Sektor Pertanian

$
0
0

Arief KOleh:  Arief Khumaedy*)

Di sektor jasa keuangan non-bank, peran lembaga keuangan non-bank (LKNB) seperti asuransi, dana pensiun, dan pasar modal masih relatif kecil dalam perekonomian, sehingga belum  dapat secara optimal menjadi sumber pendanaan jangka panjang untuk menunjang kegiatan pembangunan ekonomi nasional.

Permasalahan yang muncul dalam pengembangan industri keuangan non bank meliputi akses terhadap jasa keuangan non-bank, tingkat pemahaman produk dan daya beli masyarakat, keragaman produk dan kebutuhan masyarakat, serta kepuasan dan perlindungan konsumen/nasabah atas penggunakan produk keuangan non-bank tersebut. Di bidang asuransi, Pemerintah telah memperkenalkan produk asuransi pertanian. Sedangkan permasalahan yang ada dalam produk asuransi pertanian adalah karena premi asuransi dianggap sebagai komponen biaya yang membebani petani, dan belum dilihat sebagai sarana yang dapat melindungi petani dari kerugian akibat kegagalan panen.

Dari uji coba asuransi pertanian di berbagai daerah kekhawatiran bahwa petani keberatan terhadap pembayaran polis ditengarai tidak terjadi. Dalam uji coba Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) tahun 2012 dan 2013) diasumsikan premi dibayar oleh petani sebesar 20% atau Rp 36.000/ha/MT. Petani bersedia mengikuti aturan asuransi pertanian tersebut, termasuk membayar premi sebesar 20% dan pembayaran premi tersebut tidak memberatkan dirinya. Petani menerima program asuransi sebagai salah satu bentuk perlindungan risiko usaha tani yang dipandang memberikan manfaat bagi petani ketika mengalami gagal panen karena masih memiliki modal kerja untuk bercocok tanam berikutnya.  Kemungkinan keberatan petani memang terjadi namun harus dicarikan jalan keluar. Sebagai misal di kabupaten Karawang-Jawa Barat petani yang tertarik ikut asuransi pertanian. Hal ini dikarenakan petani merasa tidak pernah mengalami gagal panen sehingga mereka tidak memerlukan asuransi, sementara mereka harus membayar premi asuransi sebesar Rp36 ribu per hektar (20% dari total premi) yang dirasa cukup memberatkan.

Perlu dipelajari kemungkinan implementasi asuransi pertanian secara nasional dengan menggunakan bantuan sebagian premi dari APBN. Bantuan pembayaran premi disini adalah adalah pembayaran premi untuk membantu dan mendidik petani dalam mengikuti asuransi pertanian dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. Sesuai dengan UU, Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi setiap Petani untuk menjadi peserta asuransi pertanian. Kewajiban pemerintah tersebut diatur dalam pasal 39, meliputi fasilitas-fasilitas: a) kemudahan pendaftaran untuk menjadi peserta; b) kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi; c) sosialisasi program asuransi terhadap petani dan perusahaan asuransi; dan/atau d) bantuan pembayaran premi. Selanjutnya pelaksanaan fasilitas asuransi pertanian di atas, diatur dengan Peraturan Menteri (pasal 39 ayat 3), dalam hal ini Peraturan Menteri Pertanian.

*****

Urgensi produk asuransi masuk dalam sektor pertanian, karena kegiatan di sektor pertanian dihadapkan pada risiko ketidakpastian yang besar. Ancaman kegagalan panen sering menghantui para petani, yang disebabkan karena faktor alam seperti bencana banjir bandang, kekeringan, perubahan iklim global atau serangan hama dan penyakit serta resiko ketidakpastian pasar. Petani sering menjadi korban akibat dari ketidakpastian ini, menyebabkan banyak petani yang beralih sebagai buruh migran di kota-kota besar. Mereka datang ke Jakarta atau Surabaya atau kota-kota besar lainnya, menjadi penjual bakso, kuli bangunan atau pekerjaan sejenisnya sesuai dengan ketrampilan dan kemampuan fisiknya.

Kecederungan yang ada saat ini, usaha di sektor pertanian kurang diminati oleh masyarakat. Indikasinya adalah terjadi penurunan Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP). Menurut hasil sensus pertanian tahun 2013, terjadi penurunan Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) sebesar 16,32 persen jika dibandingkan sensus pertanian tahun 2003. Penurunan paling banyak terjadi di RTUP subsektor hortikultura, mencapai 37,4 persen (6,34 juta rumah tangga). Penurunan juga terjadi di  RTUP subsektor tanaman pangan padi dan tanaman pangan palawija sebesar 0,41 persen dan 21,18 persen. (Sumber: Laporan Sensus Pertanian Tahun 2013, Badan Pusat Statistik).

Pendapatan yang tidak memadai untuk kelangsungan hidup keluarga petani ini yang menjadi penyebab terjadinya alih kerja dari sektor pertanian. Sebagai misal di Sumatera Barat   rata-rata pendapatan rumah tangga yang dihasilkan dari usaha di bidang pertanian sebagai usaha utama rumah tangga sebesar Rp 17,8 juta  per tahun atau +/- Rp1,5 juta perbulan. Rendahnya pendapatan dari sektor pertanian tersebut menyebabkan banyak anggota rumah tangga pertanian ikut bekerja di sektor diluar pertanian agar dapat menambah pendapatan rumah tangga. Di Sumatera Barat pekerjaan sebagai petani ini juga tidak menarik di mata kalangan usia muda. Hal ini nampak dari rata-rata umur petani di Sumatera Barat berasal daro golongan tua, yakni 47,09 tahun untuk petani laki-laki dan 48,61 tahun untuk petani perempuan.

Pemerintah berupaya maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan petani, apalagi petani sangat berperan dalam pencapaian kedaulatan pangan. Dalam visi misinya Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo – Jusuf Kalla, menyatakan ingin mewujudkan kedaulatan pangan. Beberapa kebijakan, program/kegiatan yang ditempuh guna mewujudkan kedaulatan pangan antara lain adalah: perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di tiga juta hektar sawah, penyediaan satu juta hektar sawah baru di luar Jawa, pendirian bank petani dan UMKM, dan gudang dengan fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi.

Selama ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan program untuk membantu petani. Kebijakan/program yang terdapat di sektor pertanian seperti subsidi bibit, subsidi pupuk, bantuan saprodi, serta kredit program untuk sektor pertanian (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Rakyat (KUR)). Bantuan-bantuan tersebut belum mencukupi untuk mengatasi masalah yang muncul terkait dengan gagal panen yang disebabkan oleh kondisi alam/faktor alam.

Asuransi pertanian diharapkan menjadi jaring perlindungan bagi usaha pertanian yang memiliki resiko yang besar tersebut.  Untuk melindungi petani agar lebih sejahtera telah didesain skema perlindungan dari kerugian dari kegiatan bertani.  Undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, mengamanatkan bahwa Pemerintah baik pemerintah Pusat dan Daerah berkewajiban melindungi petani dari kerugian gagal panen dalam bentuk asuransi pertanian. Pada pasal 37 ayat (1) berbunyi “Pemerintah  dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi pertanian”. Asuransi pertanian ini dimaksudkan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat: a) bencana alam; b) serangan organisme pengganggu tumbuhan; c) wabah penyakit hewan menular; d) dampak perubahan iklim; dan/atau e) jenis risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Menurut pasal 12 ayat 2, perlindungan petani diberikan kepada:

1)      petani penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan Usaha Tani dan menggarap paling luas 2 (dua) hektare;

2)      petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan paling luas 2 (dua) hektare; dan/atau petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tujuan Asuransi pertanian ini adalah Memberikan perlindungan kepada petani yang mengalami gagal panen dengan memberikan ganti-rugi keuangan sebagai modal kerja untuk usaha tani berikutnya.  Menurut Undang-undang nomor 19 tahun 2013, bahwa tujuan asuransi pertanian adalah untuk memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk bantuan modal kerja jika terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen sebagai akibat risiko bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit menular, dampak perubahan iklim, dan/atau jenis risiko lainnya. Diharapkan dengan adanya perlindungan ini petani tetap dapat melakukan usaha taninya, atau dapat menanam kembali setelah mengalami gagal panen.

Oleh karena itu manfaat bagi petani mengikuti asuransi pertanian,  antara lain adalah:

1)     melindungi petani dari sisi finansial akibat dari kerugian gagal panen,

2)     menaikkan daya tawar petani dimata lembaga pembiayaan, terkait dengan permintaan kredit petani,

3)     pendapatan petani yang stabil, karena adanya tanggungan kerugian dari perusahaan asuransi apabila terjadi gagal panen,

4)     Produksi dan produktivitas sektor pertanian yang semakin meningkat, akibat dari prasyarat mengikuti asuransi pertanian yang harus mengikuti tata cara bercocok tanam yang baik. Asuransi merupakan salah satu cara edukasi kepada petani untuk bercocok tanam secara baik, sebagai salah satu prasyarat mengikuti asuransi pertanian.

Sebagai pihak yang diberikan mandat oleh UU untuk menjalankan pemerintahan, termasuk pengelolaan APBN, manfaat yang diperoleh oleh Pemerintah dengan adanya program asuransi pertanian antara lain:

1)      mengurangi alokasi dana ad hoc terkait dengan bencana alam

2)      melindungi APBN dari kerugian, yaitu akibat konsekwensi pendaan bencana alam di sektor pertanian sudah di cover perusahaan asuransi,

3)      mengurangi kemiskinan bagi penduduk yang bekerja di sektor pertanian,

4)      meningkatkan produksi pertanian secara nasional, yang diharapkan dapat mengurangi impor.

Untuk menjalankan kegiatan asuransi pertanian ini perlu disusun aturan turunannya. Pada pasal 7 ayat 2e tersebut disimpulkan perlu adanya peraturan turunan berupa peraturan Menteri Pertanian untuk mengatur jenis risiko-risiko lain secara detail dan jelas yang akan dicover oleh asuransi pertanian. Kemudian, Permentan untuk mengatur mengatur kriteria “kerugian gagal panen” seperti apa yang perlu diasuransikan guna menghindari adanya tumang tindih dengan kewajiban pemerintah untuk mengganti kerugian gagal panen akibat kejadian luar biasa yang tercantum di pasal 7 ayat 2e.  Kementerian Keuangan selaku pengelola APBN mendukung pelaksanaan asuransi pertanian sebagaimana amanat UU no 19 tahun 2013.

****

Untuk mendukung pelaksanaan asuransi pertanian ini, saat ini sedang disiapkan peraturan turunan, yaitu:

- Peraturan Menteri Pertanian tentang Asuransi Pertanian

- Pedoman Asuransi Usahatani Padi (AUTP) dan Asuransi Ternak Sapi (ATS), dan

- Peraturan Menteri Keuangan asuransi bencana

Kiranya kebijakan asuransi pertanian ini perlu di segera direaliasasikan, kerena disamping memberikan kesejahteraan kapada petani juga akan mendukung produktifitas hasil pertanian meningkat yang tentunya berperan dalam mendukung kedaulatan pangan.

____

Penulis adalah staf di Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Keuangan dan Ketahanan Pangan pada Deputi Bidang Perekonomian

Misteri Permainan Oknum Beras Plastik

$
0
0

OktaOleh: Oktavio Nugrayasa, SE, M.Si*)

Kemunculan kasus peredaran beras sintetis yang berbahan dasar plastik di pasaran diduga bertujuan membuat teror dan kegaduhan di kalangan masyarakat sehingga memancing keresahan nasional, pada saat sebagian besar masyarakat Indonesia sebentar lagi akan menjalani momentum mendekati bulan Puasa dan Lebaran.

Disamping itu pula, pemerintah sedang serius memperbaiki pengelolaan tata niaga beras nasional agar nantinya masyarakat bisa mendapatkan kemudahan akses beras dengan harga yang sangat terjangkau serta mendapatkan beras yang sangat berkualitas dan bermutu baik. Peredaran beras plastik ternyata bukan hanya meresahkan seluruh masyarakat Indonesia tetapi sejumlah negara di kawasan ASEAN saat ini juga turut mengalami dan terkena dampak dari isu masalah hal yang sama.

Secara motif ekonomis dalam peristiwa beras plastik, peluang bagi pelaku bisnis usaha untuk mencampur beras dengan kandungan plastik adalah sangat kecil. Karena harga dari biji plastik di pasaran jauh lebih mahal dua kali lipat dibandingkan harga beras sehingga hampir pasti tidak ada keuntungan secara ekonomis yang diperoleh oleh pelaku usaha, termasuk importir yang terkait peredaran beras platik itu.

Pemerintah selalu berupaya mengamankan barang dan produk kebutuhan pokok makanan yang beredar luas di Indonesia. Terkait keamanan dan ketahanan pangan, pemerintah segera bertindak cepat dan reaktif melalui Disperindagkop Kota Bekasi dengan melakukan pengecekan dan pengujian sampel di lapangan ke laboratorium PT Sucofindo, berdasarkan laporan dari masyarakat yaitu ditemukan beras yang tercampur dengan senyawa plastik. Sementara Kementerian Perdagangan pada sore harinya juga langsung mengambil sampel beras plastik yang sama dalam rangka pengujian lebih lanjut.

Pengawasan dan Keamanan Bahan Pokok Makanan

Tak berhenti sampai disitu saja, Perwakilan Pemerintah RI di Tiongkok bersama Pemerintah setempat segera menelusuri arus peredaran beras plastik yang diduga berasal dari Tiongkok dan diekspor ke Indonesia. Disamping itu pula dibicarakan lebih lanjut tentang upaya penanganan dan pencegahan setelah dilakukan penelusuran.

Berdasarkan data dari Kantor Bea dan Cukai Tiongkok tercatat ekspor komoditas beras  Indonesia pada periode Januari-Maret 2015 nilainya sudah mencapai 182 juta dollar AS.

Dalam rangka pengawasan yang lebih optimal untuk semua produk yang beredar di pasaran, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan mengeluarkan kebijakan melalui Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) yang intinya mewajibkan merek-merek dari semua produk makanan dan minuman terutama bahan pokok agar terdaftar, sehingga Pemerintah nantinya dapat dengan mudah melakukan pengecekan serta pengawasan atas mutu serta kualitas bahan pokok yang akan diedarkan untuk dikonsumsi masyarakat luas.

Bukan sesuatu yang berlebihan, jika banyak pihak juga mempunyai sikap kekhawatiran yang sama jika campuran beras plastik masuk ke dalam beras raskin. Namun Pemerintah melalui Kementerian Sosial telah melakukan pengecekan langsung ke seluruh gudang milik Bulog serta telah memberikan tanggapan dan jaminan pada Jumat (22/5), dan memastikan bahwa beras yang ada di Bulog telah sesuai dengan standar, dan layak untuk dikonsumsi, serta aman dari kandungan zat berbahaya lainnya termasuk bahan plastik.

Yang pasti dengan adanya penemuan beras plastik telah membuka mata semua pihak untuk segera mendesak diperbaikinya sistem tata niaga beras nasional sehingga dapat meningkatkan kualitas keamanan dan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini cukup beralasan karenakan tata niaga beras nasional jika tertata dengan jauh lebih baik akan mempermudah dilakukan penelusuran atas pendaftaran produk beras beserta pengemasannya.

Pengawasan dan Perlindungan Konsumen

Beredarnya beras plastik di masyarakat bisa dikatakan sebagai bentuk terorisme terhadap sektor pangan dengan berusaha membodohi masyarakat Indonesia. Peredaran beras plastik tersebut harus segera ditelusuri sampai ke pelosok-pelosok di daerah yang tersebar di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan melibatkan aparat penegak hukum Kepolisian untuk mengusut tuntas dan menghukum seberat-beratnya mereka yang berani menyebarkan beras plastik tersebut.

Alasannya, beras plastik sangat membahayakan bagi kesehatan jika terlanjur dikonsumsi masyarakat, dan bisa menimbulkan berbagai penyakit berbahaya, serta yang lebih mengkhawatirkan dapat menjadikan keterbelakangan baik secara fisik dan mental setelah dikonsumsi anak-anak.

Untuk menjamin keamanan pangan keseluruhan, secepatnya Aparat Pemerintah yang ada di daerah-daerah dapat bertindak serentak dan menyampaikan himbauan kepada para pedagang beras di pasar-pasar tradisional untuk menyediakan alat penguji beras yang sederhana agar pembeli atau konsumen dapat sepenuhnya mempercayai. Jika beras dapat diuji dengan cara sederhana dan praktis, maka pembeli ataupun konsumen beras tidak akan ragu keasliannya, seperti yang dilakukan oleh Tim Sidak dari Kota Mojokerto ke Pasar Tanjung Anyar.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil sampel beras yang tengah dipasarkan oleh para pedagang dengan cara merendam di baskom berisi air es. Apabila beras yang direndam mengandung plastik akan mengapung akibat bobotnya yang ringan dan dipastikan beras tersebut palsu. Selain itu, bisa juga dilakukan dengan cara dibakar untuk memastikan keaslian beras dan tidak adanya campuran beras plastik.

Dalam kondisi saat ini, sudah saatnya segera mempersiapkan diri menjadi konsumen dan produsen yang cerdas, teliti dalam membeli atau menjual barang kebutuhan pokok, serta bagi para pelaku pembuatan kebijakan dituntut dapat memberikan formulasi kebijakan yang lebih efektif terutama bidang pengawasan dan perlindungan, terutama menjelang pemberlakuan perdagangan bebas AFTA 2015, yang secara hitung mundur tinggal beberapa bulan lagi

*) Kabid Ketahanan Pangan dan PDT, Deputi Bidang Perekonomian, Setkab RI

Pengisian Jabatan Struktural Instansi Sipil Oleh TNI/POLRI

$
0
0

Oleh: Purnomo Sucipto, Pemerhati Perundang-undangan

Pak PurBeberapa pihak belakangan ini mewacanakan pengisian jabatan struktural di instansi sipil tertentu oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Instansi yang dikehendaki adalah KPK, Lembaga Pemasyarakatan, dan Pemerintah Provinsi DKI.

Wacana ini mungkin didasari adanya kebutuhan pejabat yang memiliki karakter dan profil yang dipunyai anggota TNI/Polri. Ketegasan dan disiplin tampaknya menjadi karakter khas anggota TNI/Polri yang dinilai tepat melaksanakan tugas tertentu secara optimal pada jabatan struktural dimaksud. Namun perlu diingat, bisa-tidaknya wacana tersebut diwujudkan, hendaknyaterlebih dahulu melihat pada ketentuan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan,anggota TNI/Polri pada dasarnya tidak dapat menduduki jabatan struktural di instansi sipil. Hal ini dapat dibaca dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang mengatur: “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”.

Namun demikian, dalam pasal yang sama, Undang-Undang tersebut memberikan kemungkinan bagi anggota TNI untuk menduduki jabatan struktural di 10 (sepuluh) instansi sipil, yaitu:

  1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan;
  2. Kementerian Pertahanan;
  3. Sekretariat Militer Presiden;
  4. Badan Intelijen Negara;
  5. Lembaga Sandi Negara;
  6. Lembaga Ketahanan Nasional;
  7. Dewan Ketahanan Nasional;
  8. Badan Search and Rescue Nasional;
  9. Badan Narkotika Nasional; dan
  10. Mahkamah Agung.

Anggota TNI/Polri yang menduduki jabatan struktural di instansi tersebut tidak dialihkan statusnya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)/Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak hilang statusnya sebagai anggota TNI/Polri.

Alasan utama dimungkinkannya anggota TNI/Polri menduduki jabatan struktural di instansi sipil tanpa pengalihan status adalah dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat jabatan‑jabatan struktural tertentu di lingkungan instansi sipil yang tugas dan fungsinya sesuai dengan tugas dan fungsi TNI/Polri, sehingga jabatan tersebut dapat diduduki oleh Anggota TNI/Polri tanpa beralih statusnya menjadi PNS.

Ketentuan di atas diperkuat lagi dengan ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari TNI/Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam UU TNI dan UU Polri. Ini berarti, pengisian jabatan ASN oleh TNI/Polri hanya dilaksanakan di instansi pusat dan (bukan) instansi daerah dengan tetap mengacu pada UU TNI dan UU Polri.

Mengacu pada ketentuan di atas, berarti di luar instansi tersebut tidak dimungkinkan mengisi jabatan struktural dengan pejabat yang berasal dari TNI/Polri tanpa alih status. Khusus keberadaan anggota Polri yang menjadi pegawai KPK, hal itu telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini berlaku asas aturan khusus mengalahkan peraturan umum (lex specialis derogat legi generalis)yang merupakan dasar hukum. Hal ini berbeda dengan keberadaan anggota TNI pada institusi KPK yang belum ada dasar hukumnya.

Namun apabila pengisian jabatan struktural di instansi sipil tertentu oleh TNI/Polri tanpa pengalihan status akan dijadikan kebijakan pemerintah, maka peraturan perundang-undangan yang mengatur, terutama UU TNI, harus diubah terlebih dahulu dengan menambahinstansi yang diinginkan pada daftar kementerian/lembaga dalam Undang-Undang tersebut.

Apabila suatu instansi, baik yang masuk dalam daftar 10 (sepuluh) instansi di atas maupun tidak, tetap menghendaki dan membutuhkan pejabat yang berasal dari TNI/Polri, maka dapat menempuh beberapa cara. Pertama, anggota TNI/Polri yang menduduki jabatan struktural di instansi sipil dialihkan statusnya menjadi PNS. Misalnya, seorang anggota TNI berpangkat Kolonel atau anggota Polri berpangkat Komisaris Besar dialihkan statusnya menjadi PNS dengan pangkat Pembina Utama Muda IV/c. Konsekuensinya, anggota TNI/Polri yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai anggota TNI/Polri.

Kedua, merekrut pejabat struktural yang berasal dari TNI/Polri yang telah pensiun atau mengundurkan diri. Pilihan ini juga paling mudah dilakukan karena calon pejabatnya tidak terikat pada instansi tertentu, disamping memiliki karakter dan profil anggota TNI/Polri sebagaimana yang diinginkan. Namun, pilihan ini perlu pula mengacu pada skema rekrutmen yang diatur dalam UU ASN, misalnya ketentuan mengenai pengisian jabatan berdasarkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Sebagai catatan, alternatif manapun yang dipilih,perlu dipertimbangkan bahwa pada dasarnya jabatan struktural di lingkungan instansi sipil merupakan jabatan karier yang diperuntukkan bagi PNS. Apabila pengisian jabatan itu dilakukan secara masif dan menutup karir PNS, maka dapat menurunkan moral dan semangat kerja PNS. Selain itu, secara filosofi, seharusnya jabatan diisi oleh orang yang dididik, dilatih, dan memiliki pengalaman yang relevan untuk melakukan tugas suatu jabatan secara efektif.

Bagi TNI/Polri sendiri, kebijakan memberikan anggotanya secara secara masif dan tidak selektif ke luar instansi dapat berpotensi mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi  utamanya sebagai alat pertahanan negara. Waktu, biaya, dan energi telah dicurahkan untuk mendidik dan membentuk setiap anggota TNI/Polri pada hakikatnya dimaksudkan untuk mendarmabaktikan kemampuannya untuk membantu tugas-tugas TNI/Polri. Oleh karenanya, pengisian jabatan struktural di instansi sipil tertentu oleh anggota TNI/Polri harus dilakukan dengan selektif dan terbatas pada jabatan-jabatan yang memang tidak bisa tidak harus diduduki anggota TNI/Polri.

 

—–o0o—–

Pancasila: Sebuah Kesepakatan Sebagai Bangsa

$
0
0

AKOleh M. Arief. Khumaidi*)

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah bersifat final. Artinya menjadi kesepakatan nasional yang diterima secara luas oleh rakyat Indonesia. Hal ini  diperkuat  dengan Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian dikenal sebagai  sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966,  bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dirumuskan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR tersebut disahkan oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPRNo.IX /MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003, Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo.Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPRNo.IX/MPR/1978, tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, karena bersifat karena bersifat einmalig (final) atau telah dilaksanakan. Kemudian Pancasila sebagai dasar hukum ini diperkuat pada saat peristiwa reformasi tahun 1998, melalui Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998, pada Pasal 1 dinyatakan Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara ( philosophischegrondslaag) ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka. Menurut Ernest Renan,  syarat penting sebagai sebuah bangsa adalah: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble). Dilihat dari proses sejarah pembentukan Pancasila dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan kompromi dan konsensus nasional dari semua golongan masyarakat Indonesia, yang bersepakat untuk membentuk sebuah bangsa dengan dasar Pancasila.

####

Tanggal 1 (satu ) Juni ini dianggap kelahiran Pancasila.  Awal mulanya penetapan dapat dilacak dari peristiwa sejarah pembentukan konsep Pancasila. Dimulai dari Sidang pertama BPUPKI pada pada 29 Mei1 Juni 1945, beberapa anggota BPUPKI menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan tentang Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin mengusulkan tentang dasar negara di hadapan sidang pleno BPUPKI. Usulan ini dalam pidato dan secara tertulis disampaikan kepada BPUPKI.

Dalam uraian pidatonya Muh Yamin mengemukakan lima dasar negara yaitu:

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri ke-Tuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Kemudian, Muh Yamin menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan dasar negara yang disampaikan kepada BPUPKI. Rumusan usulan tertulis yang di sampaikan  oleh Muh Yamin ini berbeda dengan rumusan yang disampaikan secara lisan dalam pidatonya, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain Muh Yamin, anggota BPUPKI yang menyampaikan usul dasar negara adalah Ir Sukarno. Soekarno menyampaikan usulan ini pada taggal 1 Juni 1945, yang kemudian dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Soekarno menyampaikan tiga buah usulan calon dasar negara, yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.

Istilah Pancasila Soekarno yang mengemuka secara harfiah artinya lima dasar. Istilah Pancasila ini merupakan saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang pada saat itu duduk di sebelah Soekarno. Oleh karena itu rumusan Soekarno disebut yang lima prinsip disebut dengan Pancasila, yang tiga prinsip disebut Trisila, dan yang satu prinsip disebut Ekasila. Rumusan Pancasila yang dikemukaan oleh Soekarno adalah:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat, atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. Ketuhanan

Dari Pancasila tersebut diperas, ekstrak menjadi Trisila, yang rumusanya adalah  1) Sosio-nasionalisme, 2) Sosio-demokratis; 3) ke-Tuhanan. Kemudian dari  rumusan Trisila tersebut dapat di peras, di ekstrak menjadi Ekasila , yaitu  Gotong-Royong

Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato Soekarno ini lahir awalnya “Pancasila” pertama kali sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada mulanya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa adanya judul dalam pidato tersebut, dan baru kemudian mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato tersebut, yang kemudian dibukukan oleh BPUPK.

####

Pancasila menjadi dasar negara adalah “platform” berdirinya sebuah bangsa. Terdiri dari lima sila, yaitu 1). Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Kemanusian yang Adil dan Beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. 5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Bagi generasi saat ini, generasi  yang lahir jauh sebelum Pancasila lahir, maka sesungguhnya sejarah kelahiran ini adalah peristiwa besar, tidak hanya kesepakatan politik tapi juga peristiwa besar sebagai bangsa. Dapat dibayangkan di antara keragaman bangsa Indonesia yang terdiri dari penduduk yang berjumlah puluhan juta saat itu, dalam keragaman agama, suka dan ras, dalam suasana perjuangan kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain selama lebih dari 300 tahun, dalam kondisi kemiskinan yang mendera, namun mampu membuat kesapakatan besar sebagai bangsa.

Pancasila adalah ikatan sebuah Bangsa untuk membentuk sebuah negara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, melalui mekanisme pembuatan keputusan secara demokratis berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyarakatan, dengan tetap menjunjung komitmen persatuan Indonesia, dengan berperilaku yang ber- kemanusian, adil dan beradab, yang kesemuanya itu berdasar Ketuhanan yang Maha Esa.

Pancasila menjadi sakti bukan karena bendanya, tetapi pendukungnya, kita semua bangsa Indonesia, kita bersama untuk konsisten memegang teguh kesepakatan itu. Yaitu menjadikan Pancasila sebagai dasar sebuah bangsa, bangsa Indonesia. Seperti bunyi Pasal 1 Ketetapan  Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVIII/MPR/1998, bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Wallahu A’lam Bishawab.

____

*)Alumnus fakultas filsafat UGM, saat ini bekerja di Sekretariat Kabinet RI


Menengok Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1436H/2015M

$
0
0

Oleh: Ika Narwidya Putri*)

Haji-Ind-750x410Kementerian Agama tengah mempersiapkan beberapa hal terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1436H/2015M yang akan mulai dilaksanakan pada bulan Agustus ini. Sejumlah persiapan tersebut di antaranya penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), pelunasan haji di di Bank Penerima Setoran (BPS), dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji.

Pada Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Agama yang diselenggarakan Rabu, 22 April 2015, telah disepakati bahwa besaran BPIH Tahun 1436H/2015M  sebesar 2.717 dollar AS dengan asumsi nilai tukar 1 dollar AS adalah Rp. 12.500 maka jumlah rata-rata yang dikenakan pada setiap jemaah haji adalah Rp. 33.962.500. Biaya tersebut turun sebesar 15,6% atau sebanyak 502 dollar AS dibandingkan dengan BPIH Tahun 1435H/2014 yang ditetapkan pada angka 3.219 dollar AS. Penetapan biaya rata-rata BPIH pada akhirnya akan bervariasi bagi tiap jemaah haji bergantung pada lokasi embarkasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2015 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1436H/2015M, besaran BPIH tertinggi dikenakan pada jamaah haji embarkasi Makassar yakni sebesar 3.055 dollar AS, sedangkan besaran BPIH terendah dikenakan pada jamaah haji embarkasi Aceh sebesar 2.401 dollar AS.

Sama seperti 2 tahun sebelumnya, kuota jamaah haji masih mengalami pengurangan sebesar 20%. Tahun ini Indonesia mendapatkan kuota sebesar 168.800 jamaah haji. Kuota tersebut terdiri dari dua jenis, yakni haji reguler sebanyak 155.200 orang dan haji khusus sebanyak 13.600 orang. Usulan untuk meningkatkan kuota jamaah haji pun sebenarnya sudah diupayakan, namun hal ini terbentur pada kapasitas pelayanan Pemerintah Arab Saudi yang terbatas di tengah proyek perluasan Masjidil Haram yang belum pasti kapan akan terselesaikan. Rencananya para jamaah haji yang telah terdaftar akan diberangkatkan pada bulan Agustus 2015. Pemberangkatan tahun ini akan diprioritaskan bagi mereka yang belum pernah menunaikan haji.

Pelaksanaan ibadah haji mendatang bertepatan dengan musim panas. Kondisi tersebut dapat mengancam kesehatan jamaah haji karena tidak terbiasanya masyarakat Indonesia dengan musim panas yang suhu terekstrimnya dapat mencapai 55 derajat celcius. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, maka Kepala Pusat Kesehatan Haji, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, telah melakukan sejumlah upaya di antaranya: (a) proses proaktif dalam proses rekrutmen Tim Kesehatan Haji Indonesia/Daerah; (b) mempersiapkan standar pelayanan mengacu pada Joint Commission International (JCI) dengan tahap awal berdasar standar Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS); (c) mengintegrasikan pembiayaan jemaah sakit/wafat dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan merumuskan Coordination of Benefit (COB); (d) mempersiapkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi; (e) melaksanakan kemitraan dengan kementerian/lembaga terkait dan organisasi masyarakat.

Di samping sejumlah persiapan yang dilakukan, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga tengah menindaklanjuti penunjukan Indonesia sebagai pilot project E-Hajj (electronic hajj) pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1436H/2015M. Menurut keterangan Menteri Agama, E-Hajj yang memanfaatkan teknologi informasi dalam pelayanan ibadah haji akan memudahkan pendokumentasian nomor visa dan passport. Manajemen penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia didukung oleh Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu) sejak tahun 1996. Siskohat kemudian berkembang hingga sekarang dengan beberapa modifikasi mempertimbangan kekurangan yang selama ini menghambat penyelenggaraan ibadah haji.

Sejak 2014, Kementerian Agama sudah menerapkan Siskohat generasi kedua yang semakin memberikan kemudahan dari segi proses pendaftaran haji yang bisa dilakukan sepanjang tahun dan pemantauan jumlah uang yang sudah disetorkan. Namun demikian, bukan berarti Siskohat generasi kedua tidak akan menemui hambatan. Hambatan yang dimaksud dapat muncul dari keterbatasan sarana SDM yang melayani dan perangkat komputer yang ada di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di mana proses entry data pendaftaran haji berlangsung. Di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bandung misalnya, petugas pelayanan pendaftaran haji hanya ada 4 orang dengan jatah kuota jamaah haji mencapai 2002 orang sedangkan daftar antrean sudah mencapai 22 orang. Di samping itu, hanya ada 1 perangkat komputer yang digunakan untuk pendataan. Aspek keamanan data menjadi prioritas penting apabila hal tersebut terjadi di beberapa daerah.

*) Analis Kedeputian Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sekretariat Kabinet

Ihwal Pembatalan Perda

$
0
0

Pak PurOleh: Purnomo Sucipto*)

Indonesia memasuki era otonomi daerah secara luas sejak berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 sampai dengan berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014 sekarang ini. Pada era ini, DPR dan Pemerintah Daerah diberikan kebebasan mengatur daerahnya dengan membuat peraturan daerah (Perda). Namun sebagaimana jamaknya kebebasan, secara naluri, kebebasan cenderung digunakan seluas-luasnya. Atas dasar latar belakang inilah pembatasan berupa pembatalan Perda menjadi perlu. Tanpa pembatasan, daerah berpotensi membuat Perda yang tidak sejalan dengan kerangka NKRI serta dasar dan arah kebijakan nasional. Adanya data bahwa ribuan peraturan daerah telah dan akan dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri menunjukkan hal itu.

Berikut ini diuraikan mengenai jenis-jenis Perda yang menjadi obyek pembatalan, sebab-sebab Perda dibatalkan, pejabat yang berwenang membatalkan, instrumen pembatalan, dan akibat serta sanksi. Uraian dimaksudkan agar pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum dapat memahami duduk persoalan yang sebenarnya. Perda yang dimaksud menjadi obyek pembatalan adalah Perda provinsi, peraturan gubernur, peraturan kabupaten/kota, dan peraturan bupati/walikota. Pada uraian ini Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota disebut dengan istilah Perkada.

Sebab-Sebab Pembatalan Perda

Suatu Perda dapat dibatalkan karena 3 (tiga) sebab, yaitu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (PUU) yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan kesusilaan. Evaluator Perda, yakni Menteri dan Gubernur, akan menggunakan ketiga poin tersebut sebagai instrumen untuk menilai batal tidaknya suatu Perda.

Bertentangan dengan Ketentuan PUU yang Lebih Tinggi

Dalam menyusun Perda, legislator dan perancang tidak dapat sebebas-bebasnya merumuskan suatu ketentuan Perda. Mereka harus mempertimbangkan PUU yang lebih tinggi, seperti UUD Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden. Hal ini sesuai dengan asas hukum lex superiori derogat legi inferiori, yang artinya apabila terdapat perbedaan pengaturan maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi melumpuhkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah. Dengan demikian, Perda menjadi tidak berlaku ketika bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tersebut di atas.

Bertentangan dengan Kepentingan umum

Perda yang akan diberlakukan tidak boleh mengakibatkan terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat,terganggunya akses terhadap pelayanan publik,terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan/atau diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.

Bertentangan dengan Kesusilaan

Perda yang akan diberlakukan tidak boleh bertentangan dengan norma yang berkaitan dengan adab dan sopan santun, kelakuan, dan tata-krama masyarakat tempat Perda itu berlaku.

Pejabat yang Berwenang Membatalkan Perdadan Instrumen Hukumnya

Pada dasarnya Menteri dengan Keputusan Menteri berwenang membatalkan Perda provinsi dan peraturan gubernur. Sementara, Gubernur, dengan Keputusan Gubernur, berwenang membatalkan Perdakabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota. Namun, dalam hal gubernur tidakmembatalkan Perda kabupaten/kota dan/atau peraturan bupati/walikota, Menteri yang membatalkan.

Akibat Pembatalan Perda

Terhadap Perda yang telah dibatalkan, kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan. Sementara terhadap Perkada yang telah dibatalkan, kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perkada dan selanjutnya kepala daerah mencabut Perkada dimaksud Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan.

Keberatan Pembatalan Perda

Dalam hal DPRD dan Pemerintah Daerah Provinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda provinsi dan gubernur tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan gubernur, gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari sejak keputusan pembatalan Perdaatau peraturan gubernur diterima. Sementara, dalam hal DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda kabupaten/kota dan bupati/walikota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan bupati/walikota, bupati/walikota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari sejak keputusan pembatalan Perdaka bupaten/kota atau peraturan bupati/walikota diterima.

Sanksi                                                                                                               

DPRD dan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur dikenai sanksi. Sanksi berupa sanksi administratif; dan/atausanksi penundaan evaluasi rancangan Perda. Sanksi administratif  dikenai kepada kepala daerah dan anggota DPRDberupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama 3 (tiga) bulan.Sanksi tidak diterapkan pada saat DPRD dan pemerintah daerah masih mengajukan keberatan kepada Presiden untuk Perda provinsi dan kepada Menteri untuk Perdakabupaten/kota.

*) Pemerhati Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

 

 

Urgensi Pembangunan Universitas Islam Moderat

$
0
0

AKOleh. M. Arief Khumaidi*)

Beberapa waktu yang lalu (5/6/2015) dalam Rapat Terbatas (Ratas) di Istana Bogor,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggagas perlunya pembangunan perguruan tinggi Islam yang moderat. Presiden Jokowi mengundang sejumlah rektor dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) guna membahas gagasan pembangunan sebuah perguruan tinggi  Islam yang moderat, yang merupakan sebuah universitas yang besar, yang akan menjadi kiblat perguruan tinggi Islam, bahkan di dunia. Pembangunan universitas Islam tersebut menurut penulis menarik untuk di bahas.

Benar, sangat urgen pembangunan universitas Islam yang bercirikan moderat, dikarenakan Indonesia secara geo-politik maupun geo-ekonomi memiliki potensi yang besar, yakni sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dengan mayoritas Islam yang moderat, rukun dan hidup berdampingan dengan agama lain.

Kalangan dunia Islam telah mengapresiasi Indonesia mampu mengelola keragaman penduduk untuk menjadi sebagai bangsa yang hidup rukun dan toleran. Dunia juga mencatat Indonesia sebagai negara yang penduduk Islamnya terbesar di dunia muslim mampu melaksanakan demokrasi tanpa adanya konflik yang berarti. Kehidupan masyarakat Islam yang damai seperti ini menjadi sebuah cermin bahkan miniatur di dunia, bahwa Islam yang telah lekat dalam diri bangsa Indonesia yang plural menimbulkan citra yang baik, bahwa Islam telah memberikan “rahmatan lil alamiin” terhadap bangsa Indonesia.

Keberadaan  Indonesia sebagai negara yang mayoritas pendudukan berkeyakinan Islam,  yang cinta damai akan mematahkan pandangan bahwa terorisme dan anti demokrasi yang selama ini diidentikkan dengan Islam. Oleh karena itu ajaran Islam yang moderat tersebut perlu dijaga, sebab dapat memunculkan citra Islam di Indonesia yang cinta damai. Sehingga pemikiran bahwa Islam identik dengan terorisme dan anti demokrasi terpatahkan.

Tentunya ciri Islam di Indonesia yang damai ini harus dilestarikan, salah satunya melalui pengkajian-pangkajian yang mendalam, intensif dan bercorak akademis, yaitu dalam sebuah universitas. Diharapkan perguruan tinggi Islam moderat yang bertaraf internasional tersebut dapat membuat terobosan dalam pola didiknya dengan materi ajaran tentang nilai-nilai keislaman yang moderat. Dengan adanya perguruan tinggi Islam yang bertaraf internasional, maka di kemudian hari, Indonesia mampu melahirkan ilmuwan Islam, seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, yang pemikiran dan ilmu pengetahuannya diakui dunia sampai saat ini. Oleh karena itu, Presiden Jokowi, bersama-sama dengan Wapres Jusuf Kalla, merasa perlu menggagas mengenai sebuah perguruan tinggi Islam moderat di Indonesia yang betul-betul sebuah universitas yang besar yang akan menjadi kiblat perguruan tinggi Islam dunia.

****

Memang, opini-opini yang berkembang di pemberitaan di dunia selama ini tandai dengan kekerasan, terorisme dan intoleran yang seringkali dilabelkan pada Islam. Sebutlah peristiwa-peristiwa pemboman di masjid di karenakan berbeda mazdab seperti serangan bom bunuh diri di dua masjid di ibu kota Yaman, Sanaa, Jumat, 20 Maret 2015. Pelaku bom bunuh diri menyerang Masjid Badr dan Masjid al-Hashoosh yang digunakan muslim Syiah Houthi di Sanaa untuk salat Jumat. Akibat serangan tersebut, 137 orang tewas dan 345 luka-luka. Tindakan inteleran seperti ini jangan sampai terjadi kembali di Indonesia, jangan sampai terulang peristiwa seperti penyerangan dan pengusiran warga Syiah di Sampang Madura pada tanggal 26 Agusuts 2012. Penyerangan yang dilakukan oleh warga terhadap jemaah Ahmadiyyah di Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang Banten pada tanggal 6 Februari 20122 yang mengakibatkan tiga orang tewas, dua mobil, satu motor, dan satu rumah, dan penyerangan penganut warga Ahmadiyah. Tindakan seperti ini telah melukai perasaan warga Indonesia pada umumnya.

Peristiwa seperti itu telah menciptakan opini buruk tentang Islam, yang dekat dengan kekerasan, yang jauh dari misi Islam sesungguhnya menjadi rahmat untuk semesta (rahmatan lil alamiin).  Kekerasan ini jauh berbeda dengan keteladanan umat Islam yang terdapat dalam catatan-catatan sejarah, yang sering ditemukan adalah sikap toleran, pemaaf, tenggang rasa (tasamuh) terhadap perbedaan yang terdapat dalam masyarakat.

Pada jaman kehidupan Rasulullah Muhammad saw di kota Madinah diwarnai oleh masyarakat warga yang heterogen, terdiri dari Muslim, Yahudi, Nasrani dan dengan berbagai suku atau kabilah. Perbedaan yang terdapat di masyarakat Madinah pada waktu itu dicarikan titik temu, yang dikenal dengan “Kalimatun sawa’” (terdapat dalam Al Quran Surat 3:64). Prinsip pencarian titik temu agama-agama didasarkan pada kenyataan mendasar bahwa masing-masing umat memiliki aturan jalan menuju kebenaran (syir’ah) dan cara atau metode perjalanan menuju kebenaran (minhaj) sehingga semua umat memiliki kecenderungan yang sama menuju ke sana. Maka ditegaskan dalam ayat ini untuk ber-“ta’alu”,  atau “marilah menuju ketinggian atau marilah melampaui perbedaan-perbedaan syir’ah dan minhaj menuju titik temu, bukan kebalikannya mencari: titik beda.

Kalau Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu persilisihkan (QS:5:48). Maka memaksa menjadi satu umat yang serba monoisme tidak dibenarkan.

Dalam Al Hujarat (12):13 disebutkan: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahu, Maha Teliti.

Berkehidupan berdasar kalimatun sawa’ ini dicontohkan Rasullullah Muhammad SAW pada saat membangun konstitusi Madinah yang terdiri dari 47 Pasal. Dalam satu pasalnya dijelaskan “tidak satupun bangunan dalam lingkungan kasisah dan gereja yang boleh dirusak, begitu pula tidak dibenarkan harta gereja untuk membangun masjid atau rumah orang-orang muslim. Barang siapa melakukan hal tersebut maka telah melanggar perjanjian Allah dan melawan Rasul. Isi Piagam Madinah lainnya antara lain adalah orang Yahudi dari Bani Auf diakui sebagai satu bangsa dengan orang-orang beriman, tetapi dalam beragama secara masing-masing. Ketetapan ini berlaku bagi anak cucu mereka, kecuali yang telah berbuat aniaya.

Sikap tasamuh ini juga dapat ditemukan pada masa peradaban Islam di Andalusia, Spanyol, yang terjadi rentang tahun 711-1429 M, juga telah berhasil dibangun budaya dan peradaban yang sangat sarat dengan nilai-nilai human yang agung diwilayah ini. Keragaman peradaban Islam di Andalusia dipengaruhi  oleh adanya struktur kehidupan sosial yang sangat beragam, yang terdiri dari etnis Barbar, Arab, Muwalladum (penduduk) pribumi, Yahudi dan Kristen dan etnis Negro, Slav dan Frank. Peradaban Andalusia yang muslim itu dapat hidup bersama secara damai dalam kurun waktu yang cukup panjang, yaitu 8 abad.

Pada masa pemerintahan al Aziz  (+950m),  salah seorang pemimpin di dinasti Fatimiyah yang syiah, memperlakukan orang Kristen dengan baik, begitu juga sangat menghargai orang-orang muslim sunni yang berbeda dengan dirinya.  Orang-orang sunni memiliki kebebasan bernegara dan beragama, bahkan banyak  para da’i  sunni yang belajar di al azhar, Mesir.

Sikap toleransi penting untuk diamalkan karena berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam hal khazanah intelektual, peradaban Islam merupakan puncak perkembangan pada peradaban Sumeria, dengan ciri perkotaan yang sangat menonjol. Salah satu ciri perkotaan Islam (madani) ini adalah  kesarjanaan atau intelektualisme. Pada zaman pra modern ketika itu tidak ada masyarakat manusia yang memiliki etos keilmuan yang begitu tinggi seperti pada masyarakat muslim,  mereka telah mencapai peradaban yang  gemilang pada zamannya. Etos keilmuan ini yang kemudian diwariskan oleh peradaban muslim kepada negara-negara Barat, yang  kemudian dikembangkan hingga memasuki zaman moderen, yang kelanjutan kemajuannya tersebut dapat kita lihat dan rasakan sampai saat ini.

Akibat jaminan kreatifitas dan toleransi terhadap perbedaan telah munculkan karya-karya besar di jaman di jaman Abbasiyah.  Jaman Harun al Rasyid dan al Makmun mendirikan akademi pertama  yang dilengkapi dengan  lembaga penterjemah. Al Mansur salah satu khalifah Abbbasiyah terkenal dengan politikus yang demokratis, pemberani, cerdas, teliti, disiplin, kuat beribadah, sederhana, fasih berbicara, dan dekat dengan rakyat. Pada jaman periode Abbasiyyah pada masa khalifah yang toleran ini muncul ilmuwan yang dikenal sebagai fugaha legendaris sampai saat ini seperi Imam Hanifah (700-767M), Imam Malik (713-795), Imam Syafei (767-820) dan Imam Ahmad ibnu Hambal (780-855),

Dengan adanya tasamuh, sikap toleran dan pemaaf dan tidak mudah mengkafirkan, hasilnya juga dapat dilihat dari pengaruh ajaran–ajaran Islam di berbagai daerah di Indonesia. Kekayaan simbol, budaya, seni, artefak Islam di Indonesia adalah bukti Islam telah menjadi daging di Nusantara, telah menginternalisasi di masyarakat,  yang dibuktikan dengan karya karya pujangga yang penuh dengan pengaruh  Islam, seperti serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV, Wulang Reh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, karya Serat Wirid Hidayat Jati karya Ronggowarsito. Karya-karya pujangga ini merupakan  karya sastra Islam yang berwajah Jawa. Kemudian juga munculnya Kasultanan di Demak, Surakarta, Yogyakarta dan  Banten, Tidore, dan belahan Nusantara lainnya, juga budaya-seni lokal yang bermuatan Islam di berbagai daerah. Inilah bukti kultur Islam yang berkembang di Indonesia, akibat sikap toleran pembawa dakwah Islam pada masanya.

****

Kemunduran peradaban Islam  disebabkan oleh adalah lekatnya sikap-sikap tidak toleran terhadap perbedaan, baik intra Islam maupun antar Islam. Sikap-sikap tidak toleran terhadap  mazhab atau golongan lain yang berbeda dengan dirinya dan sikap yang terlalu fanatik terhadap mazhab dan golongan sendiri yang menyebabkan peradaban Islam mengalami mundur setelah sebelumnya  memimpin dunia melalui peradabannya yang tinggi, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, karya sastra dan moralitas.

Pada masa Islam Klasik  telah mucul nama-nama besar dalam dunia ilmu pengetahuan, yang tidak hanya diakui di kalangan dunia Islam namun juga di belahan dunia lainnya, seperti al Kindi, al Farabi, Ibn Rusyd, Abu Bakr al Razi, al Rumi, Al Khawarizmi, al-Birumi.  Para ilmuwan tersebut juga mengalami sasaran kritik dan berpolemik dengan kalangan-kalangan agamawan, khususnya para ulama figh pada saat itu. Namun indahnya, walaupun mereka berdebat, namun tidak pernah menyeret pada sikap intoleran terhadap yang pandangan yang lain.  Para ilmuwan tersebut orang-oang yang tulus dalam beragama, meskipun berbeda dengan cara beragama dengan yang lain. Seperti al Kindi, disamping seorang ilmuwan, namun juga seorang penghafal al Quran, yang mengamalkan al bathiniah (penganut kebatinan).

Gejala radikalisme dan tidak toleran dengan perbedaan merugikan umat dan bangsa. Sikap parokialis yaitu sikap sempit hati, yang menolak sesuatu yang bukan berasal dari kalangan sendiri sebagai hal yang salah dan anggapan bahwa dirinya atau kelompoknya yang paling benar. Sikap tersebut berlawanan dengan sikap kosmopolitan dan universalisme yang ditaudalankan oleh Nabi SAW, yang kemudian dipraktekkan oeh umat Islam di masa klasik.

Berkembangnya sikap-sikap intoleran tersebut telah menyedot energi masyarakat pendukung serta memalingkan perhatian masyarakat pada hal-hal yang mendasar dan menentukan dalam perkembangan dan kemajuan zaman.  Rasydi Ridha seorang pembaharu abad 19 menyatakan bahwa mereka yang fanatik buta itu mengingkari ajaran agama bahwa perbedaan adalah rahmat.  Apalagi secara fanatik memandang cara berfikir atau mazhab yang dianut selain mazahab dan golongannya dengan pandangan tidak suka dan dimanifestasikan dengan sikap kekerasan. Mengingkari perbedaan adalah rahmat tidak sesuai dengan sunatullah.

****

Semoga, melalui pendirian Univeristas Islam yang moderat tersebut, akan meneruskan kembali Islam yang mengkedepankan dimensi  moralitas Islam, yang menyebarkan hawa atau semangat rahmatan lil alamiin. Menjaga Islam sebagai rahmatan lil alamiin.  Amiin.

____

*) Alumnus fakultas filsafat UGM, saat ini aktif di Sekretariat Kabinet RI

Layakkah Indonesia Menjadi Negara Poros Maritim Dunia?

$
0
0

Foto Sendiri Di TVOleh:  Alfurkon Setiawan*)

Suatu pertanyaan yang perlu dijawab, “ layakkah Indonesia menjadi negara poros maritim dunia “ ?. Mengingat masalah ini gaungnya sudah menggema dan membumi ke seantero jagat raya, tinggal menunggu realisasinya saja dari pemerintah Indonesia.

Indonesia untuk menuju negara poros maritim dunia, tidaklah mudah, tentunya harus ditunjang dengan pembangunan infrastruktur di sepanjang pantai yang ada di Indonesia, sehingga transportasi kelautan semakin mudah. Selain itu, hubungan dari pulau ke pulau menjadi lebih cepat dan efesien serta pembangunan di daerah pesisir semakin berkembang.

Untuk itu,  diperlukan kebijakan pembangunan dari Pemerintah yang berorientasi pada bidang kelautan dengan meningkatkan biaya/Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)  untuk bidang kelautan/kemaritiman sehingga infrastruktrur di daerah pesisir dan pulau dapat dikembangkan. Sumber Daya Manusia bidang kelautan harus ditingkatkan, dan kualitas pelabuhan  pun harus ditingkatkan  menjadi bertarap internasional.

Apalagi bagi Indonesia yang sudah lama pelaksanaan pembangunanya fokus berorientasi pada daratan seperti jalan tol dan pembangunan lainnya. Jadi, keinginan untuk mengelola kekayaan maritim/kelautan dan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut pasti akan menemui tantangan dan hambatan. Mengingat pemerintah Indonesia belum pernah mencoba untuk  membangun secara menyeluruh dan berkelanjutan tentang ekonomi kelautan/Kemaritiman.

Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya  menikmati keuntungan dari sektot kemaritiman, baik dari segi kemakmuran maupun pengaruh di tingkat internasional. Pemerintah Kabinet Kerja baru mulai dengan program membangun transportasi/tol laut untuk mempermudah lajunya perekonomian bagi daerah /masyarakat pesisir laut.

Secara geo-politik, historis dan budaya, Indonesia bisa dijadikan sebagai negara maritim, mengingat wilayah daratan Indonesia dalam satu kesatuan yang dikelilingi oleh lautan, dengan 2/3 wilayahnya merupakan laut dan jumlah pulau terbanyak di dunia, serta salah satu garis pantai tepanjang di dunia. Yang lebih menguatkan lagi, bahwa Indonesia berada di daerah equator, antara dua benua Asia dan Australia. Antara dua Samudera Pasifik dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara.  Karena itu, sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi agar memenuhi standar internasional.

Indonesia juga memiliki 4 (empat) titik strategis yang dilalui 40% kapal-kapal perdagangan dunia yaitu : Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makasar, yang bisa memberikan peluang besar untuk memfasilitasi Indonesia menjadi pusat industri perdagangan serta pelayaran maritim dunia.

Berdasarkan penelitian Bappenas,Indonesia memiliki 18 titik maritim dunia. Potensi kelautan Indonesia begitu besar. 80 persen dari perdagangan di seluruh dunia bergantung pada pengiriman barang melalui laut. Sementara, 60 persen dari pengiriman melalui laut tersebut melewati perairan Indonesia. Namun, Indonesia harus menengok kesuksesan ekonomi negara-negara maritim besar. Apakah mereka mengabaikan potensi maritimnya? Atau mereka merasa rugi dengan pembangunan ekonomi dan militer maritimnya?. Dan apakah mereka  menjadi negara besar dan maju dengan membangun poros maritimnya? Semua itu perlu analisa dan kajian yang serius dan mendalam dari para pakar pembangunan. Beberapa contoh negara yang dapat dijadikan acuan antara lain :  Amerika Serikat, China, Inggris, Belanda, dan India.

Rencana pembangunan ”tol laut” untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, pembangunan pelabuhan, perbaikan transportasi laut, serta keamanan maritim, mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia.

Jika Pemerintah yang didukung oleh masyarakat Indonesia, serius dan memiliki tekad yang tinggi untuk melaksanakan program pembangunan Poros Maritim Dunia, maka program yang besar ini akan bisa terealisasi. Jika pembangunan Poros Maritim Dunia ini bisa direalisasi maka akan banyak manfaat dan keuntungan yang diperolah oleh pemerintah Indonesia, dan juga untuk pemerataan pembangunan antara daratan dan lautan.

Kesiapan SDM dan Penegakan Hukum

Menurut Son Diamar dalam paparannya yang berjudul “ Mewujudkan Negara Kepulauan Yang Maju”, ada lima pilar pembangunan maritim untuk dikembangkan. Pertama, membangun SDM, budaya, dan iptek kelautan unggulan dunia. Kedua, mengembangkan ekonomi perikanan, pariwisata, ESDM, pelayaran, dan konstruksi kelautan. Ketiga, mengelola wilayah laut, menata ruang terintegrasi darat, dan laut serta mengembangkan kota-kota ‘bandar dunia’ menggunakan prinsip berkelanjutan. Keempat, pembangunan sistem pertahanan dan keamanan berbasis geografi negara kepulauan. Kelima, mengembangkan sistem hukum kelautan.

Selain itu, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia diperlukan penegakan hukum. Pemerintah harus bertekad untuk  memberantas kasus pencurian ikan oleh kapal asing di perairan nusantara.  Sekitar 5.000 – 7.000 kapal yang beredar di perairan Indonesia, sekitar 90 persennya ilegal. Ironisnya hal itu didiamkan selama bertahun-tahun.

“Saya sampaikan jangan sampai terjadi lagi dalam pemerintahan saya. Ini pesan, baik kepada polisi air, KSAL, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), dan kepala daerah. Kita ingatkan bahwa sumber daya alam laut kita milik negara dan bangsa,” kata Jokowi dalam sambutannya pada peringatan Hari Nusantara Tingkat Nasional 2014 di Pantai Siring Laut, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Demi terwujudnya Indonesia menjadi negara poros maritim dunia, diperlukan  adanya kebijakan dan strategi pembangunan yang jelas sesuai dengan visi dan misi yang telah dikemukakan pemerintah. Seperti sektor kelautan dan perikanan yang mampu menghasilkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi tinggi dan inklusif secara berkelanjutan, serta berkontribusi secara signifikan bagi terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam waktu tidak terlalu lama.  Mengingat sudah adanya keinginan dari pemerintah untuk memusatkan pembangunan kearah maritime/kelautan dan tersedianya sumberdaya laut yang melimpah.

Semoga niat baik ini dapat segera terwujud………..

*) Kepala Pusat Data dan Informasi Setkab

 

 

 

 

Mau Mengangkat Anak? Periksa Dulu Aturannya!

$
0
0

PurnomoOleh: Purnomo Sucipto*)

Masyarakat tersentak dengan berita dugaan pembunuhan dan pemerkosaan seorang anak perempuan 8 tahun bernama Angeline. Belakangan diketahui anak itu merupakan anak angkat dari seorang perempuan bernama Margriet.

Cerita bahwa korban adalah perempuan kecil dan anak angkat menjadi perhatian masyarakat dan pembeda. Sembari gemas menunggu proses hukumnya, masyarakat bertanya, apakah ada kecenderungan anak angkat mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua angkatnya. Tidakkah ada pengaturan untuk mencegah kecenderungan itu?

Sebenarnya telah ada instrumen hukum untuk mencegah kecenderungan penyimpangan dan pelanggaran dalam pengangkatan anak, yakni dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah. Peraturan yang langsung mengatur pengangkatan anak adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Dalam peraturan itu telah diatur jenis, syarat-syarat, tata cara, bimbingan, serta pengawasan dan pelaporan pengangkatan anak. Apabila peraturan tersebut dilaksanakan, maka mestinya penyimpangan dan pelanggaran dapat dihindarkan.

Latar belakang peraturan tersebut adalah melihat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan pengangkatan anak, yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak, cara mendapatkan warisan bahkan pengangkatan anak untuk tujuan jual beli organ tubuh anak. Dengan peraturan itu diharapkan dapat dicegah terjadinya penyimpangan dan pelanggaran yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak. Berikut ketentuan-ketentuan dalam peraturan itu.

Syarat umum pengangkatan anak

  • Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
  • Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
  • Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
  • Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya.
  • Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Syarat anak yang akan diangkat

  1. belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
  2. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
  3. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
  4. memerlukan perlindungan khusus.

Syarat calon orang tua angkat

  1. sehat jasmani dan rohani;
  2. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
  3. beragama sama dengan agama calon anak angkat;
  4. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
  5. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
  6. tidak merupakan pasangan sejenis;
  7. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
  8. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
  9. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
  10. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
  11. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
  12. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
  13. memperoleh izin Menteri Sosial dan/atau kepala instansi sosial.

Penetapan

Permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan. Pengadilan selanjutnya menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.

Bimbingan

Bimbingan dalam rangka pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat yang meliputi penyuluhan, konsultasi, konseling, pendampingan, dan pelatihan bagi calon orang tua angkat, masyarakat,dan aparat pelaksana.

Pengawasan

Pengawasan dilaksanakan agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran dalam pengangkatan anak. Pengawasan dilaksanakan untuk mencegah pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan, mengurangi kasus-kasus penyimpangan atau pelanggaran, danmemantau pelaksanaan pengangkatan anak.

Pengawasan

Pengawasan dilaksanakan terhadap orang perseorangan, lembaga pengasuhan, rumah sakit bersalin, praktek-praktek kebidanan danpanti sosial pengasuhan anak. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak dilakukan oleh Pemerintah (Kementerian Sosial) dan masyarakat. Pengawasan oleh masyarakat dilakukan antara lain oleh orang perseorangan, keluarga, kelompok, lembaga pengasuhan anak, dan lembaga perlindungan anak.

Pengaduan

Dalam hal terjadi atau diduga terjadi  penyimpangan atau pelanggaran terhadap pelaksanaan pengangkatan anak, masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada aparat penegak hukum dan/atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia, instansi sosial setempat atau Menteri Sosial. Pekerja sosial menyampaikan laporan sosial mengenai kelayakan orang tua angkat dan perkembangan anak dalam pengasuhan keluarga orang tua angkat kepada Menteri Sosial atau kepala instansi sosial setempat. Semua administrasi yang berkaitan dengan pengangkatan anak berada di Kementerian Sosial.

Berkait dengan masalah di atas, pemerintah juga tampak melakukan upaya untuk dalam rangka perlindungan anak. Upaya itu salah satunya dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak. Dalam Inpres ini Presiden memerintahkan menteri-menteri dalam kabinet untuk melakukan langkah dan aksi dalam rangka mencegah kejahatan seksual terhadap anak.

Perlu kami sampaikan, bahwa peraturan tersebut diatas merupakan instrumen hukum pencegahan atau sebelum pelanggaran hukum terjadi, sedangkan ketika pelanggaran itu telah terjadi dapat diberlakukan peraturan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelanggaran administrasi kependudukan, penelantaran anak, dan pelanggaran ketentuan pidana dalam KUHP. Dan ini merupakan ranah kewenangan penegak hukum dan peradilan.

*) Pemerhati Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

 

Mengejar Pemain Harga Barang Kebutuhan Pokok

$
0
0

sembako1Oleh: Satgas Hukum Setkab

Ancaman Presiden

“Siapa pun yang main-main dengan harga kebutuhan pokok akan saya kejar”. Demikian ancaman Presiden Joko Widodo beberapa hari yang lalu menyikapi kecenderungan kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok menjelang Lebaran.

Mungkin Presiden geram kepada si pelaku pemain harga. Di saat semua orang bergembira menyambut Ramadhan dan Lebaran, ada sedikit orang yang mengganggu kegembiraan itu. Mereka mengumpulkan barang, menyimpan, menunggu, dan menjualnya dengan harga berlipat ketika persediaan di pasar berkurang. Mereka memanfaatkan momen perekonomian yang bergerak lebih cepat dengan menimbun barang-barang kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat.

Dilihat dari sudut manapun, baik moral, etika, agama, perekonomian nasional, maupun hukum, perbuatan penimbunan barang untuk meninggikan harga tidak dapat dibenarkan. Uraian berikut dibatasi pada aspek hukum saja yang menjadi kompetensi tim penulis. Selebihnya menjadi wilayah kerja rohaniawan, motivator, dan ahli ekonomi.

Instrumen Hukum

Negara telah memiliki beberapa instrumen hukum untuk ‘mengejar’pelaku usaha yang melakukan penyimpanan dan penimbunan tersebut. Instrumen hukum tersebut ialah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan).

Di dalam ketentuan Pasal 53 UU Pangan diatur bahwa Pelaku Usaha Pangan dilarang menimbun atau menyimpan Pangan Pokok melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh Pemerintah. Demikian juga dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan diatur bahwa Pelaku Usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.

Sanksi Pidana dan Administrasi

Sanksi yang ditentukan oleh undang-undang tersebut meliputi sanksi pidana dan sanksi administratif (berupa denda, penghentian kegiatan produksi atau peredaran, dan pencabutan izin). Sanksi pidana diberikan apabila Pelaku Usaha melanggar ketentuan dalam Pasal 133 UU Pangan dan Pasal 107 UU Perdagangan. Apabila Pelaku Usaha Pangan melanggar ketentuan Pasal 133 UU Pangan, maka Pelaku Usaha Pangan diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Sedangkan, apabila Pelaku Usaha melanggar ketentuan Pasal 107 UU Perdagangan, maka Pelaku Usaha diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Sanksi pidana ini diberikan kepada Pelaku Usaha (Pangan) dalam 2 (dua) kondisi  yang berbeda. Dalam keadaan Pelaku Usaha Pangan menimbun atau menyimpan melebihi jumlah maksimal dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, maka dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 133 UU Pangan. Selanjutnya, apabila Pelaku Usaha menimbun ketika terjadi kelangkaan, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, maka dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 107 UU Perdagangan. Diharapkan dengan adanya ancaman pidana ini para Pelaku Usaha tidak melakukan praktik penyimpanan atau penimbunan barang kebutuhan pokok.

Aturan sanksi pidana kepada para penyimpan atau penimbun barang bukan merupakan suatu hal yang insidentil atau baru diberlakukan oleh Pemerintah saat ini saja. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno hal ini pernah diberlakukan melalui UU Nomor 1 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat tentang Penimbunan Barang-Barang (UU Nomor 17 Tahun 1951) sebagai Undang-Undang. Hal ini menunjukkan bahwa memang praktik penyimpanan atau penimbunan barang telah terjadi sejak dulu dan kerap merugikan atau mengancam ketahanan nasional Indonesia.

Sementara itu, sanksi administratif diberikan apabila Pelaku Usaha Pangan melanggar ketentuan mengenai jenis komoditas, mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan yang ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 52 Undang-Undang Pangan). Agar sanksi dapat dilaksanakan, diperlukan peraturan presiden dan peraturan menteri yang mengatur mengenai jenis komoditas, mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan sebagai dasar pengenaan sanksi.

Upaya Pre-emptif dan Preventif

Selain upaya pengejaran yang bersifat represif melalui pengenaan sanksi pidana, Pemerintah juga melaksanakan upaya pre-emptif dan preventif. Upaya pre-emptif dilakukan dengan menghimbau kepada para Pelaku Usaha untuk tidak melakukan praktik penyimpanan atau penimbunan barang, sedangkan upaya preventif dilakukan melalui pengawasan terhadap pemenuhan ketersediaan dan/atau kecukupan pangan pokok. Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan) dan Pemerintah Daerah terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran pangan oleh Pelaku Usaha.

Kementerian Pertanian memiliki pengawas yang diberikan wewenang untuk memantau dan mengevaluasi seluruh tempat dan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan pangan (Pasal 110 ayat (1) UU Pangan). Sementara itu, Kementerian Perdagangan juga memiliki petugas pengawas yang dapat merekomendasikan penarikan barang, penghentian kegiatan usaha, dan pencabutan perizinan apabila ditemukan bukti awal tindak pidana perdagangan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha (Pasal 100 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UUPerdagangan).

Untuk menangani praktik penimbunan barang kebutuhan pokok mesti memerlukan keterlibatan berbagai instansi, antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Pemerintah Daerah, serta aparat penegakan hukum seperti Kepolisan dan Kejaksaan. Efektivitas penanganannya akan bergantung pada koordinasi dan sinergi di antara instansi tersebut.

Selain upaya Pemerintah di atas, Menteri Perdagangan juga telah menyampaikan rancangan peraturan presiden yang mengatur mengenai jenis komoditi,  mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan pangan pokok dan kebutuhan pokok, dan barang penting oleh pelaku usahasebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Peraturan presiden tersebut nantinya akan menjadi alat kontrol untuk menekan dan mengendalikan harga kebutuhan pokok.

Dengan adanya beberapa peraturan perundang-undangan tersebut, praktik penyimpanan atau penimbunan barang kebutuhan pokok diharapkan dapat segera teratasi agar harga barang kebutuhan pokok kembali normal dan masyarakat dapat merayakan Lebaran dengan penuh kegembiraan.

 

 

Kebijakan Strategis Transfer ke Daerah dan Dana Desa 2016

$
0
0

Rupiah-1Oleh: Joko Tri Haryanto*)

Pembangunan daerah dan desa menjadi salah satu agenda utama pemerintahan baru sebagaimana yang tercantum dalam Nawa Cita ketiga ”membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.

Hal tersebut sekiranya selaras dengan kebijakan yang sudah dijalankan oleh pemerintah terkait pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana sejak 1 Januari 2001 Indonesia resmi mengimplementasikan pola otonomi daerah dari sisi kewenangan serta desentralisasi fiskal dari sisi keuangannya.

Kebijakan tersebut didasarkan kepada Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah direvisi menjadi UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Meskipun sudah dijalankan sejak era Orde Lama, ada hal yang membedakan pelaksanaan desentralisasi fiskal di era reformasi saat ini. Jika sebelumnya otonomi daerah diletakkan di level provinsi, maka desentralisasi fiskal yang dijalankan saat ini justru menitikberatkan penyerahan kewenangan di level kabupaten/kota demi memperpendek rentang birokrasi. Di sisi lain, desentralisasi fiskal juga dimaksudkan sebagai salah satu policy bagi pemerintah untuk menciptakan aspek kemandirian dalam memenuhi aspek penciptaan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan umum. Karenanya, seluruh fungsi kewenangan diserahkan kepada daerah, kecuali di 5 bidang kewenangan yakni keuangan dan moneter, pertahanan dan keamanan, sistem peradilan, keagamaan, dan politik luar negeri yang masih menjadi urusan Pemerintah Pusat.

Sebagai konsekuensi penyerahan kewenangan kepada daerah, pemerintah juga wajib mengalihkan sumber-sumber pembiayaan kepada daerah sesuai asas money follows function. Selain penyerahan sumber-sumber pembiayaan tersebut, kepada masing-masing daerah juga diberikan keleluasaan untuk menciptakan sumber-sumber penerimaan daerahnya sendiri dengan tetap memperhatikan aspek legalitas hukum nasional. Sayangnya, heterogenitas daerah di Indonesia sangat beragam. Beberapa daerah memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang luar biasa. Beberapa daerah lainnya memiliki sumber pajak yang besar. Namun hampir sebagian besar daerah lainnya justru tidak dikaruniai SDA dan sumber pajak yang memadai. Akibatnya, pemerintah tetap harus memberikan bantuan kepada daerah melalui mekanisme Transfer ke Daerah (TkD).

TkD dalam APBN terdiri dari Dana Perimbangan (Daper) dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (Otsus). Daper terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH dan DAU diberikan kepada daerah dalam bentuk block grant, dan dapat digunakan secara mandiri oleh daerah tanpa ada aturan penggunaannya. Sementara DAK bersifat spesifik dengan aturan yang tegas dalam mekanisme pemanfaatan di daerah. Secara filosofi, DAU dan DAK digunakan sebagai alat pemerataan antardaerah (horizontal imbalances), sementara DBH digunakan sebagai pemerataan fiskal antara pusat dan daerah sekaligus sebagai koreksi atas eksploitasi SDA di era Orde Baru.

Sebagai sebuah mekanisme penyeimbang, idealnya besaran TkD ini berkurang seiring dengan meningkatnya aspek kemandirian di daerah. Faktanya, kondisi ini justru tidak terjadi di lapangan. Secara umum, besaran TkD justru terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data pemerintah, dalam tahun 2006, alokasi TkD telah mencapai Rp226,4 triliun atau 33,7% total Belanja Negara. Sementara dalam APBN-P 2012, besaran TkD mencapai Rp478,7 triliun atau 30,9% dari total Belanja Negara. Hasil kesepakatan APBN-P 2014 menetapkan besaran TkD sebesar Rp596,5 dengan tambahan alokasi Dana Desa (DD).

Bersama dengan alokasi belanja subsidi, anggaran TkD ini kemudian membebani APBN setiap tahunnya. Ketika pemerintah berhasil mereformasi kebijakan subsidi BBM di era pemerintahan yang baru, beban TkD dalam APBN masih terjadi hingga saat ini. TkD juga menimbulkan pola ketergantungan baru daerah terhadap Pemerintah Pusat. Jika sebelumnya alokasi subsidi BBM dianggap sebagai salah satu pemicu munculnya kemacetan di beberapa kota besar, alokasi TkD khususnya DAU, justru habis hanya untuk belanja rutin pegawai semata. Hampir di semua daerah, persentase alokasi belanja rutin pegawainya mencapai di atas 50%, bahkan ada beberapa daerah yang mencapai 70%.

Dengan persentase alokasi tersebut, tujuan penciptaan kemandirian di daerah terasa semakin jauh dari harapan. Ruang fiskal APBD yang sedianya dialokasikan untuk belanja pembangunan dan infastruktur, semakin lama semakin mengecil serta tidak signifikan dalam mengentaskan permasalahan pembangunan dan kemiskinan di daerah. Sebetulnya daerah masih memiliki sumber pendanaan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak dan retribusi daerah, BUMD dan berbagai PAD lainnya. Namun dengan rata-rata kemampuan PAD seluruh daerah hanya berkisar antara 15%-20% dari total kebutuhan daerah, tentu jauh dari yang diharapkan. Angka tersebut sekaligus mengindikasikan rendahnya kemandirian daerah dalam membiayai pelaksanaan kewajiban dan kewenangannya.

Pembatasan Belanja Pegawai

Tingginya beban alokasi belanja pegawai ini kemudian dipandang sebagai permasalahan utama rendahnya kemampuan membangun di daerah, bersama dengan persoalan kelembagaan dan korupsi. Keseluruhan masalah inilah yang kemudian harus dipandang secara serius oleh pemerintah terkait dengan evaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal. Jangan sampai pelaksanaan desentralisasi justru dianggap gagal dan Indonesia akan terus berada dalam situasi yang mengarah kepada jurang kehancuran.

Sementara itu sinyal positif sepertinya diperlihatkan oleh pemerintah seiring dengan pembahasan draf revisi UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam keterangannya, pemerintah menyampaikan adanya rencana pembatasan porsi belanja pegawai maksimal 50% dari total Belanja Daerah. Jika belanja pegawai dapat dibatasi hingga maksimal 50%, maka alokasi belanja pembangunan dan infrastruktur pelayanan umum dapat ditingkatkan di level yang signifikan. Dalam konteks kekinian, pemerintah juga mewajibkan masing-masing daerah untuk membatasi alokasi belanja pegawainya demi mengakomodasi kebutuhan Pilkada serentak yang akan segera dijalankan.

Dalam kesempatan lainnya, Menteri Keuangan (Menkeu) juga menyebutkan bahwa pemerintah sendiri telah menyusun rencana kebijakan strategis TkD dan DD tahun 2016 di antaranya adalah memenuhi arahan Presiden terkait penyediaan dana block grant pembangunan infrastruktur 100 miliar per kabupaten/kota, melanjutkan affirmative policy terkait DAK untuk daerah-daerah tertinggal, terluar, terpencil serta yang kapasitas pemerintahannya belum memadai dalam memberikan fungsi pelayanan publik.

Berikutnya adalah kebijakan pengalokasian DAU tetap difokuskan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antardaerah sehingga bobot terbesar wajib diberikan kepada daerah-daerah dengan kapasitas fiskal rendah. Terakhir adalah pemenuhan alokasi DD sebesar 10% dari dan diluar dana TkD. Rencana tersebut kemudian diapresiasi secara positif oleh beberapa pengamat. Meskipun dinilai normatif, namun rencana tersebut menawarkan konsep reformasi kebijakan anggaran di daerah.

Dalam kacamata penulis, rencana tersebut sebetulnya cukup baik namun perlu disempurnakan dengan beberapa kebijakan mendasar lainnya. Reformasi formula penghitungan DAU misalnya menjadi catatan yang perlu diperhatikan khususnya dari aspek transparansi dan akuntabilitas. Alokasi dasar belanja pegawai daerah juga wajib dikeluarkan dalam formulasi penghitungan DAU. Jika tidak, selamanya beban belanja pegawai daerah akan selalu membebani APBN.

Catatan berikutnya terkait dengan komposisi besaran DAU dan DAK. Sebagai mekanisme anggaran yang bersifat spesifik (ear marking), DAK sepertinya perlu diperluas komposisinya demi menciptakan pertumbuhan dan pembangunan di daerah. DAU justru perlu untuk ditinjau kembali besarannya seiring dengan pembatasan belanja pegawai, karena faktanya DAU hanya merepresentasikan belanja pegawai semata. Mekanisme evaluasi dan transparansi kebijakan anggaran daerah juga perlu dipertegas. Instrumen reward and punishment  perlu benar-benar dijalankan sesuai sistem penganggaran kinerja.

Daerah yang berprestasi perlu diberikan reward sementara daerah yang kinerjanya buruk perlu diberi punishment baik dalam bentuk penundaan anggaran atau pengurangan anggaran. pemerintah juga perlu melakukan berbagai inovasi dan berpikir out of the box. Janganlah semua permasalahan di daerah hanya diatasi dengan memberikan tambahan anggaran. Perlu dipikirkan inovasi pengentasan kemiskinan di daerah misalnya dengan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau berbagai kegiatan yang bersifat komunal lainnya. Justru ke depannya, jika pemberdayaan sektor komunal tersebut dapat diciptakan, Pemerintah Pusat tidak perlu campur tangan dalam mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan, pengangguran dan masalah sosial di daerah lainnya.

Jika relasi hubungan masyarakat, pemerintah dan seluruh stakeholders tersebut dapat diwujudkan, penulis yakin bahwa pola desentralisasi fiskal di Indonesia akan menjadi best practice yang akan dirujuk oleh seluruh negara di dunia, karena memang kita memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mewujudkannya.

*) Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI

 


Mengenal Koleksi Benda Seni Kenegaraan (Bag-8)

$
0
0
Foto: Perkampungan di Bali, Lee Man Fong

Foto: Perkampungan di Bali, Lee Man Fong

Oleh: Kukuh Pamuji

Pada kesempatan ini kita akan mengenal koleksi lukisan Lee Man Fong, salah satu pelukis istana yang diangkat oleh Bung Karno untuk menggantikan Dullah yang mengundurkan diri pada tahun 1960. Lee Man Fong lahir di Guangzhou, China, pada 14 November 1913. Ayahnya Lee Ling Khai adalah seorang pedagang tulen yang sama sekali tidak mengenal dunia seni. Hal inilah yang menyebabkan bakat menggambar Lee Man Fong pada masa kecil tidak mendapat dukungan yang memadai.

Lee Man Fong sempat mengenyam pendidikan di Anglo-Chinese School dan belajar melukis pada gurunya yang bernama Lingnan. Pada saat belajar di Sekolah Dasar Yeung Cheng School, bakat melukisknya ditempa oleh kepala sekolahnya yang bernama Mei Yutian. Pada usia 16 tahun Man Fong mendapat guru gambar yang kuat, Huang Qingquan dan sudah mampu melukis dengan media cat minyak.

Foto: Menyisir Rambung, Lee Man Fong

Foto: Menyisir Rambung, Lee Man Fong

Sang ayah yang aktif dalam dunia politik akhirnya harus menghadapi kenyataan pahit. Bisnis yang dijalaninya bangkrut dan akhirnya pada tahun 1929 ia meninggal dunia karena sakit. Karena terlilit kesulitan hidup di Singapura, pada Tahun 1932 Man Fong memutuskan hijrah ke Batavia. Kemampuan Fong dimanfaatkan oleh rekannya untuk membuat mingguan bernama Shin Po. Setelah mingguan ini bangkrut Man Fong pindah ke perusahaan Kolf & Co yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan, dan dagang di jalan Harmoni Jakarta.

Disela-sela kerja pada perusahaan tersebut, Man Fong tetap melukis   Dengan kemampuan seni yang dimilikinya, Man Fong banyak mengangkat tema-tema sederhana untuk lukisannya, mulai dari binatang hingga pemandangan alam. Lukisannya bersifat orisinil dengan figur-figur realistik dan penerapan warna yang matang. Ia berhasil menggabungkan antara gaya lukis Barat dan gaya Chinese art. Kerja melukis Man Fong akhirnya terdengar oleh Direktur Dutch Indies Art Association yang juga merupakan dosen Bung Karno, Prof. Wolff Schoemaker dan memasukkan lukisan Man Fong dalam pameran yang diadakan di gedung Kolf & Co.

Foto: Sepasang Ayam Kapas, Lee Man Fong (1950)

Foto: Sepasang Ayam Kapas, Lee Man Fong (1950)

Setelah pameran ia keluar dari tempat bekerjanya dan mendirikan biro reklame sendiri bernama Linto. Sampai tahun 1940 biro reklame ini menjadi salah satu yang terbesar di Jakarta. Pada tahun 1941 Man Fong meninggalkan secara total pekerjaan di biro reklame dan fokus pada kegiatan melukis. Ia memulai mengunjungi Bali, terinspirasi para pelukis asing yang tinggal disana. Ketika berada di Bali, ditemani Chia Chun Kui ia menghasilkan puluhan lukisan yang selanjutnya dipamerkan di Batavia. Karena para peminat lukisannya begitu banyak, pamerannya dilanjutkan di Hotel Savoi Homan  Bandung, tepatnya pada bulan Juli 1941.

Nama Man Fong mulai terdengar oleh Bung Karno sejak tahun 1946 ketika ia berpameran tunggal di Jakarta. Bahkan Bung Karno mengetahui bahwa Man Fong memperoleh beasiswa dari Belanda. Pasca kemerdekaan, selama tiga tahun Man Fong berkesempatan ke Eropa untuk belajar dan mengunjungi museum bersama isterinya yang disponsori oleh Molino Scholarship dan dimediasi oleh Dr. van Mook. Pada tahun 1949 di Belanda ia berpameran tunggal di Arti et Amiciatic, Amsterdam. Karya-karyanya cukup mempengaruhi masyarakat disana sehingga mendapat kesempatan berpameran di dua tempat terhormat: Societe Nationale des Beaux Arts dan Salon des Independants, Paris pada tahun 1950.

Foto: Dua Ikan Mas Hitam, Lee Man Fong

Foto: Dua Ikan Mas Hitam, Lee Man Fong

Pada saat yang sama, tahun 1950 Bung Karno telah memiliki lukisan Man Fong yang berjudul Sepasang Ayam Kapas. Lukisan ini semula dipasang di rumah Pegangsaan Timur 56, lalu dipindahkan ke Istana Merdeka. Saat ini lukisan tersebut dipasang di Kantor Presiden. Berdasarkan penilaian aset yang dilakukan pada tahun 2011, lukisan Sepasang Ayam Kapas bernilai  Rp 1,397,000,000.

Selain Sepasang Ayam Kapas, terdapat koleksi yang lain seperti: “Wanita Menyisir Rambut”, saat ini terpasang di Istana Kepresidenan Bogor memiliki nilai aset Rp 3.351.000.000; “Perkampungan di Bali” terpasang di Perkantoran Istana Kepresidenan Jakarta (R. Kepala Biro Pengelolaan Istana) memiliki nilai aset Rp 5.185.000.000; “Dua Ikan Mas Hitam” terpasang di Istana Kepresidenan Bogor memiliki aset Rp 3.565.000.000,- dan “Membakar Sate” yang saat ini terpasang di Istana Kepresidenan Cipanas memiliki nilai aset Rp 3.225.000.000. Setidaknya ada 24 lukisan Lee Man Fong yang menjadi koleksi Istana Kepresidenan hingga saat ini. Jumlah ini sekaligus menjadi jumlah koleksi terbanyak yang dimiliki Istana Kepresidenan setelah Basoeki Abdullah.

Foto: Membakar Sate, Lee Man Fong

Foto: Membakar Sate, Lee Man Fong

Lukisan Lee Man Fong sangat disukai Presiden Soekarno karena dapat menjadi ventilasi ditengah sibuknya revolusi. Ia bekerja sebagai pelukis istana diusulkan oleh Dullah dan Bung Karno tidak keberatan. Dullah menyampaikan kepada Lee man Fong bahwa menjadi pelukis istana memiliki dilema, hidup penuh kebanggaan tetapi gaji kecil dan kurang memiliki kebebasan. Lee Man Fong sempat berpikir dan akhirnya memutuskan untuk menerimanya dengan syarat memiliki asisten. Untuk itu, dipilihlah Lim Wasim dan Bung Karno menyetujuinya.

Selama menjadi pelukis istana Lee man Fong jarang sekali ke istana, karena kesibukan melukisnya tidak bisa diganggu, tetapi di sisi lain ia tidak mau mengecewakan Bung Karno. Hal yang sangat penting untuk melihat kedekatan hubungan antara Bung Karno dan Lee Man Fong adalah ketika Lee Man Fong mendapatkan hadiah status kewarganegaraan menjadi orang Indonesia.

Lee Man Fong telah mencintai Indonesia sejak 1940, tetapi statusnya masih mengambang. Ia tidak mau kembali ke china dan juga tidak mau menetap di singapura. Tepat pada tahun 1961 ia resmi menjadi warga negara Indonesia. Ia bekerja sebagai pelukis istana pada tahun 1961 – 1965 dan mengundurkan diri setelah terjadinya peristiwa 30 September 1965.

Pada dasarnya Lee Man Fong bukanlah seorang yang senang dengan dunia politik, tetapi cap “Sukarnois” telah memberikan stigma yang berlebihan pada dirinya. Pada pasca peristiwa G 30 S/PKI, para “Sukarnois” dianggap berhaluan kiri, sehingga harus ditangkap dan dipenjara. Pada saat Soekarno turun, dan keadaan politik di Indonesia sangat kacau, tahun 1967 Lee man Fong akhirnya mengambil keputusan untuk meninggalkan Indonesia dan menetap di Singapura hingga tahun 1985, dan selanjutnya pelukis istana digantikan oleh Lim Wasim. Ketika kondisi Indonesia sudah mulai tenang, Lee man Fong kembali lagi ke Indonesia tahun 1986 dan meninggal di Indonesia pada 3 April 1988.

 

 

 

Exit Strategi Membalik Perlambatan Ekonomi

$
0
0

Edi COleh: Eddy Cahyono Sugiarto*)

Kondisi perekonomian global yang masih belum menentu  tampaknya akan menjadi  isu strategis yang perlu diantisipasi, dengan melakukan langkah terobosan guna membalik pelambatan pertumbuhan ekonomi, utamanya dengan mengelola resiko ketidakpastian.

Ketidakpastian rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang kemungkinan pada September 2015, serta perekonomian Yunani yang terus mengalami tekanan,  akibat belum adanya  titik temu  utang Yunani dengan Uni Eropa, berpotensi memunculkan ancaman gejolak perekonomian global.

Perkembangan perekonomian global tersebut  dampaknya telah mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi. Tiongkok  sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap Indonesia sebagai mitra dagang utama Tiongkok.

Indikatornya dapat dicermati dari merosotnya nilai ekspor Indonesia sepanjang Sepanjang lima bulan terakhir, yang turun sebesar 12 persen menjadi 64,83 miliar dollar AS. Bahkan sepanjang Mei saja, nilai ekspor Indonesia turun 4 persen menjadi 12,56 miliar dollar AS.

Meskipun terdapat surplus neraca perdagangan secara akumulatif Januari-Mei 2015 sebesar 3,75 miliar dollar AS, namun surplus ini lebih disebabkan penurunan yang lebih tajam dari impor dibandingkan penurunan ekspor. Impor bahan baku dan barang modal Januari-Mei 2015 turun sebesar 18,91% dan 14,62% dibandingkan dengan tahun lalu.

Gejala pelambatan pertumbuhan ekonomi juga telah mendorong Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, menjadi 2,8%.  Indonesia juga telah merevisi angka asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2016, dari sebelumnya pada kisaran 5,8 – 6,2 persen menjadi 5,5-6,0 persen.

Berbagai  dinamika ekonomi global yang memiliki interdependensi diyakini akan sangat mewarnai pilihan exit strategi kebijakan guna memastikan bergeraknya mesin pertumbuhan ekonomi, demikian pula dengan Indonesia, perlu memastikan pilihan exit strategi yang ditempuh agar dapat menjamin tetap bergeraknya mesin pertumbuhan ekonomi  ditengah pelambatan global.

 Exit strategi : Memacu pembangun infrastruktur

Dalam kondisi ekonomi global yang masih belum menentu diperlukan langkah mitigasi sebagai exit strategi agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan infrastruktur salah satu solusinya,  karena memiliki efek turunan dalam menggerakkan berkembangnya investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Komitmen pemerintah dalam memacu berbagai pembangunan infrastruktur pada berbagai wilayah diharapkan dapat menjadi pengungkit bergeraknya sektor-sektor ekonomi produktif, menurunkan disparitas harga, memeratakan pembangunan dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.

Berbagai percepatan pembangunan proyek infrastruktur, seperti proyek listrik 35.000 MW PLTA Jatigede (2 x 55 MW), PLTU Pangkalan Susu unit III dan IV Sumut (2 x 220 MW), PLTU Takalar, Sulawesi Selatan (2 x 100 MW) serta percepatan pembangunan jalan tol trans Sumatera dan trans Jawa diyakini dapat menjamin tumbuhnya pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Pusat pertumbuhan ekonomi baru diharapkan akan bermunculan dengan dibangunnya Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.818 kilometer yang dimulai dari pelabuhan Bakauheni (Kabupaten Lampung Selatan), serta percepatan pembangunan 9 ruas prioritas jalan Tol Trans Jawa, yang menghubungkan Jakarta hingga Surabaya sepanjang 615 km, yang ditargetkan akan selesai di 2018.

Percepatan berbagai pembangunan infrastruktur tersebut secara ekonomi akan mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.

Percepatan investasi infrastruktur seyogyanya mendapatkan fokus perhatian prioritas dari para pelaksana K/L, pemda serta masyarakat dalam mendukung percepatan pembebasan lahan yang dibutuhkan, hal ini penting mengingat signifikannya  tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi (60 persen).

Studi dari World Bank (1994) menunjukkan elastisitas produk domestik bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7 persen sampai 44 persen.

Peran vital infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi telah dibuktikan oleh kesuksesan berbagai program ekonomi yang bertumpu pada infrastruktur, diantaranya program New Deal oleh Presiden Roosevelt, pada saat resesi di Amerika Serikat tahun 1933, yang dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur secara signifikan,  telah memberikan dampak positif meningkatkan ekonomi dan lebih 6 juta penduduk dapat bekerja kembali.

Pembangunan infrastruktur  yang masif memiliki daya yang kuat untuk menggerakkan ekonomi. Melalui proyek-proyek infrastruktur terjadi perputaran uang, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar, serta penggarapan yang melibatkan banyak perusahaan. Hasilnya adalah modernisasi, kesetaraan pembangunan, dan stabilitas.

Pembangunan infrastruktur menjanjikan pertumbuhan ekonomi sekaligus daya saing yang positif. Pembenahan infrastruktur di saat kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan harus mendapat sambutan positif. Dampak dari pembenahan infrastruktur juga bisa dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga dapat kembali menggairahkan perekonomian.

Memacu pembangunan infrastruktur merupakan pilihan tepat ditengah rendahnya  daya saing global infrastruktur Indonesia, pada posisi ke 61 atau salah satu yang terburuk di lingkup ASEAN. Percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.

Oleh karena itu momentum bergeraknya pembangunan infrastruktur  di Indonesia perlu terus dikendalikan dan dikawal implementasinya,  dengan fokus mengurai hambatan utama seperti kelancaran perizinan di tingkat pemda  hingga pembebasan lahan.

Penegakan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan bagi pembangunan untuk kepentingan umum dipastikan harus dapat berjalan di lapangan, sehingga perlu didorong optimalisasi pengendalian  guna mengurai sumbatan serta mendorong sinergitas K/L dalam menangani permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh kementerian teknis.

Dengan meningkat tajamnya anggaran pembangunan infrastruktur pada tahun 2015 diharapkan K/L pusat dan daerah dapat lebih memacu langkah-langkah persiapan yang matang mulai feasibility-study, mekanisme lelang, land-clearing, serta aspek-aspek teknis lainnya.

Kita tentunya berharap dengan meningkat tajamnya anggaran pembangunan infrastruktur serta momentum masifnya pembangunan berbagai infrastruktur,  dapat terus diikuti dengan sinkronisasi kebijakan dari level paling atas hingga ke bawah, sehingga mempercepat penyelesaian berbagai pembangunan infrastuktur guna berkonstribusi dalam tetap menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Semoga

*) Tenaga Profesional pada Kantor Staf Presiden RI

Potensi Keuangan Syariah Dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi

$
0
0

Pak ArifOleh. M. Arief Khumaidi*)

 Peluang jasa keuangan dan ekonomi berbasis syariah (keuangan syariah) terbuka lebar. Apalagi dengan adanya bonus demografi, dimana kelas menengah tumbuh berkembang dengan pesat. Kebutuhan kelas menengah untuk menabung dan berinvestasi serta terhadap layanan jasa keuangan yang beragam, baik di lembaga perbankan syariah maupun  lembaga keuangan non-bank syariah seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, obligasi syariah, perusahaan pembiayaan syariah, reksadana syariah dan lainnya diperkirakan juga akan meningkat.

Menurut Bank Dunia pada Juni tahun 2011, kelas menengah di Indonesia tumbuh dengan sangat cepat, yaitu 7 juta orang setiap tahun. Pada tahun 1999, kelas menengah ini tumbuh secara signifikan, yaitu  45 orang juta atau 25% dari jumlah penduduk Indonesia. Kemudian pada tahun 2010 menjadi 134 juta orang, dan pada 2015 kelas menengah Indonesia mencapai 170 juta atau 70% dari total jumlah penduduk Indonesia. Kelas menengah yang merupakan kelompok penduduk yang memiliki kekuatan “expenditure” per hari antara 2 – 20 dollar AS ini berpotensi menjadi sumber pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan seiring peningkatan pendapatan kelas menengah tersebut.

Bank Dunia juga menyebutkan, pada tahun 2014 tercatat hanya 36,1% dari orang dewasa di Indonesia yang memiliki account di lembaga keuangan formal. Dengan demikian sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum mempunyai akses pada layanan jasa keuangan formal, sehingga peluang tumbuhnya keuangan berbasis syariah masih sangat terbuka luas.

Sementara di sisi lain, keuangan berbasis syariah yang terdiri dari perbankan, pasar modal dan jasa keuangan syariah non-bank serta aktivitas bisnis berbasis ekonomi syariah lain telah berkembang dan tumbuh dengan subur,  namun pertumbuhannya dirasakan masih perlu dioptimalkan. Berdasarkan data dari OJK, sampai dengan kondisi Maret 2015  pangsa pasar keuangan syariah tercatat mencapai 4,7%, dengan volume usaha berjumlah Rp. 268,4 triliun.

####

Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dijelaskan bahwa Sistem perbankan syariah di Indonesia dilaksanakan menurut kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda. Sistem ini menghadirkan dua alternatif jasa perbankan, yaitu sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional. Kedua sistem ini secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat dalam upaya meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Cara operasional sistem perbankan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, yang merupakan alternatif sistem perbankan yang bercirikan saling menguntungkan bagi nasabah dan bank. Sistem Syariah menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi dengan menghindari  kegiatan transaksi keuangan spekulatif. Sistem syariah ini melaksanakan kegiatan investasi yang menjunjung etika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam kegiatan produksi.

Sistem perbankan ganda ini menawarkan beragamnya produk serta layanan jasa perbankan dengan skema keuangan yang lebih bervariatif baik melalui bank konvensional maupun bank syariah, dimana perbankan syariah berpotensi menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dinikmati seluruh masyarakat Indonesia.

Meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah itu dapat menciptakan harmoni antara sektor keuangan dengan sektor riil, akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, yang berperan dalam mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

Pengembangan keuangan syariah ini semakin jelas dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008, yang akan mendorong pertumbuhan Lembaga Keuangan berbasis syariah berkembang semakin cepat.

Untuk memberikan pedoman bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia, pada tahun 2002 Bank Indonesia telah menerbitkan Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, antara lain berisikan kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional, serta hubungan dengan kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), juga international best practices dari lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti Islamic Financial Services Board /IFSB, AAOIFI dan IIFM.

Sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia juga telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar, pengembangan produk yang beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Berbagai program dan kegiatan telah dan akan dilakukan dalam tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain: menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008, membangun pemahaman perbankan syariah sebagai beyond bankin, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 yaitu, menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010, yaitu menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Disamping itu juga program pengembangan produk melalui variasi produk yang beragam yang didukung dengan keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas tersebar dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami oleh masyarakat. Untuk menunjang hal ini juga dilakukan program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung seperti media cetak, elektronik, online/web-site.

Kegiatan sosialisasi tersebut antara lain melalui Kampanye Nasional Aku Cinta Keuangan Syariah yang dihadiri oleh Presiden Jokowi pada tanggal 14 Juni 2015 kemarin di Parkir Selatan Senayan Jakarta. Kampaye Nasional Aku Cinta Keuangan Syariah ini merupakan salah satu upaya untuk mensosialisasikan dan meng-edukasi masyarakat mengenai keuangan dan ekonomi syariah kepada setiap lapisan masyarakat sehingga masyarakat dapat memahami peluang, manfaat dan dasar pemikiran layanan jasa keuangan syariah. Hal itu tentunya akan bermuara pada upaya dari semua pihak untuk melakukan langkah-langkah yang lebih nyata untuk mempercepat perkembangan industri keuangan berbasis syariah nasional agar dapat mengoptimalkan potensi yang besar keuangan syariah untuk kemaslahatan bangsa.

#####

Niat baik untuk mempercepat perkembangan keuangan syariah adalah agar dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan potensi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan semakin meratanya kue pembangunan nasional, dengan mengoptimalkan perkembangan ekonomi dan keuangan berbasis syariah di berbagai sektor, antara lain dari perdagangan, wirausaha, perbankan, investasi, asuransi dan sektor pembangunan ekonomi lainnya.

Keuangan berbasis syariah ini memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, setidaknya dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu:

Pertama, dalam menjalankan kegiatannya  keuangan syariah bertumpu pada nilai-nilai luhur dan etika berbisnis yang santun sesuai tradisi Bangsa Indonesia, seperti misalnya penghargaan terhadap waktu, kejujuran bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, menghindari perilaku spekulatif dalam transaksi keuangan dan penerapan sistem jaminan sosial melalui konsep zakat, sedekah dan wakaf. Dengan nilai-nilai ini, usaha berbasis syariah menyeimbangkan antara aspek keuntungan dan aspek kemanusiaan.

Usaha berbasis syariah tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi semata, namun juga distribusi ekonomi yang lebih merata. Prinsip kegiatan usaha dalam ekonomi syariah menempatkan aspek keuntungan ekonomi dan aspek humaniora secara seimbang, diharapkan dapat menciptakan sistem keuangan yang tidak berorientasi pada keuntungan semata, namun juga memperhatikan aspek kemanusian.  Kegiatan investasi dan pengelolaan keuangan yang berlandaskan etika seperti ini juga telah menjadi trend di beberapa negara di dunia. Seperti semangat investasi beretika yang terkait dengan dampak terhadap lingkungan dan masyarakat sejalan dengan semangat yang terkandung dalam ekonomi syariah yang universal ini. Nilai-nilai ini telah  lama tertanam telah menjadi tradisi luhur bangsa Indonesia.

Kedua, keuangan berbasis syariah merupakan salah satu pilar dalam membangun perekonomian nasional, khususnya terkait dengan pengembangan UMKM dan pembiayaan infrastruktur. Saat ini jumlah nasabah keuangan syariah sudah mencapai +18 juta rekening, dimana saat ini Indonesia merupakan negara yang memiliki lembaga keuangan mikro terbesar di dunia, yang sebagian berbentuk Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan koperasi jasa keuangan syariah.

Indonesia juga merupakan negara penerbit sukuk negara terbesar, serta merupakan satu-satunya negara yang menerbitkan sukuk ritel. Hal ini merupakan modal awal yang harus terus dikembangkan agar keuangan syariah menjadi pilar utama dalam pembangunan nasional, khususnya dalam mendukung pengembangan UMKM dan pembiayaan infrastruktur. 

Penguatan basis investasi berdasarkan prinsip syariah, seperti dalam industri keuangan syariah diharapkan dapat memperkuat struktur sistem keuangan nasional secara keseluruhan,  yang dapat mendukung proses penyaluran dana dan investasi masyarakat ke dalam penyediaan modal guna menyokong proses pembangunan ekonomi secara berkesinambungan. Keberadaan sistem keuangan syariah yang berada dibawah pengawasan OJK ini,  yang telah menerapkan pengaturan berbasis risiko akan menambah stabilitas sistem keuangan dan pada saat yang sama memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat terhadap jasa keuangan berbasis syariah yang aman dan efisien.

Menguatnya keberadaan lembaga keuangan syariah secara domestik dipandang sebagai peluang bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya dalam bentuk investasi syariah. Peluang investasi berdasarkan prinsip syariah  sebagai bentuk diversifikasi portfolio sumber permodalan dari luar negeri yang berguna menyokong program pembangunan nasional. Pada saat ini perkembangan instrument investasi syariah semakin berkembang secara internasional yang telah dapat dimanfaatkan dengan baik oleh komunitas internasional.

Sebagai negara besar dengan berbagai potensi ekonomi, sepatutnya Indonesia dapat menjadi pusat perkembangan keuangan syariah global.  Guna mencapai keinginan kita menjadi leader dalam pengembangan keuangan syariah global dan memanfatkan perkembangan sektor jasa keuangan syariah ini bagi kemaslahatan bangsa, perlu kerjasama antar kementerian, lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah terkait untuk bersama-sama saling mendukung pengembangan sektor jasa keuangan syariah, mengatasi berbagai hambatan perkembangan industri jasa keuangan syariah, dan secara sinergis melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor jasa keuangan syariah.

Kesadaran masyarakat menggunakan usaha keuangan syariah perlu dibangun, yang tentu saja ini harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan jasa keuangan syariah dan kemudahan akses keuangan bagi masyarakat luas.  Apabila semua potensi ekonomi berbasis syariah yang telah ada saat ini terus dikembangkan, maka kita optimistis bangsa Indonesia akan menjadi pusat perkembangan keuangan syariah di tingkat dunia.

Untuk menuju ke arah tersebut, segenap potensi dan modal yang sudah dimiliki harus dikelola dengan baik. Salah satu kuncinya adalah pembangunan pemahaman masyarakat secara berkelanjutan, inovasi layanan, serta perlindungan kepada nasabah. Membangun dan memperluas pemahaman masyarakat mengenai keuangan dan bisnis ekonomi berbasis syariah, menjadi dorongan yang nyata bagi peningkatan kualitas keuangan syariah dalam membangun perekonomian nasional.

_____

*) Bekerja di kedeputian bidang perekonomian

Mengurangi Korupsi di Kepolisian

$
0
0

Purnomo SuciptoOleh: Purnomo Sucipto, Pemerhati Undang-Undang

Berbagai survei, baik yang dilakukan oleh institusi di dalam maupun luar negeri menunjukkan, bahwa organisasi kepolisian Indonesia sarat dengan korupsi. Terhadap hasil survei ini sepertinya tidak ada sangkalan. Masyarakat, bahkan pihak kepolisian sendiri, tampaknya bersetuju bahwa memang begitulah keadaannya. Lalu apa?

Identifikasi terhadap penyebab maraknya korupsi polisi telah banyak dilakukan melalui tulisan atau diskusi. Faktor sosial budaya, kurangnya pengawasan, dan kesalahan pendekatan merupakan penyebab yang sering dimunculkan. Faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan satu sama lain. Identifikasi masalah memang diperlukan karena menentukan darimana dimulainya pemecahannya dan apa prioritasnya. Sayang sekali, identifikasi itu tidak banyak yang diikuti dengan saran solusi yang konkrit dan terapan.

Banyak orang beranggapan bahwa tidak mungkin mengubah budaya polisi dalam berkorupsi. Perubahan budaya memerlukan waktu yang panjang dan hanya dapat dicapai melalui evolusi. Kenyataannya hal itu mungkin saja. Kesulitan tidak berarti tidak dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Halangan seharusnya tidak dianggap sebagai tertutupnya kemungkinan. Selalu ada cara yang dapat digunakan untuk memberantas korupsi. Kesuksesan Hongkong dalam usahanya memerangi korupsi dapat diambil sebagai contoh. Pada tahun 1970-an, posisi Hongkong adalah salah satu negara paling korup di dunia. Hanya dalam waktu 10 tahun Hongkong berhasil menjadi salah satu dari negara terbersih di dunia dalam hal korupsi.

Untuk itu, adalah penting mendidik masyarakat untuk mengetahui akibat negatif korupsi pada kepolisian mereka. Mereka mesti ditunjukkan bahwa pemberian hadiah (bentuk paling dasar dan umum dari korupsi) pun merupakan pendorong bagi korupsi di masa mendatang. Masyarakat harus menghentikan membuat permaafan dan menyadari bahwa masalah korupsi polisi tidak dapat selesai dengan sendirinya. Warga masyarakat sering berpikir sistem hukum tidak berada di bawah pengawasan mereka dan konsekuensinya mereka tidak dapat mengubah perilaku yang menyimpang. Mereka menganggap organisasi kepolisian adalah birokrasi dengan kehidupannya sendiri.

Sebenarnya anggota masyarakat dapat menulis petisi kepada pihak yang berwenang dan membiarkan para pejabat tahu bahwa korupsi adalah masalah serius dan harus diatasi. Warga masyarakat kelas menengah dan atas dapat memainkan peranan untuk mengungkapkan kebiasaan korupsi polisi karena mereka umumnya tidak khawatir polisi akan menjebak mereka dengan misalnya menaruh narkoba di mobil mereka. Mereka juga tidak harus khawatir mata pencahariannya akan terganggu karena kasus itu. Meskipun demikian, kenyataannya kebanyakan orang tetap merasa khawatir mereka akan mendapat kesulitan karena tindakan pengungkapan itu.

Terdapat sejumlah alasan mengapa korupsi merupakan masalah untuk semua, bukan hanya warga masyarakat tertentu. Polisi harus melindungi dan melayani semua lapisan masyarakat karena masyarakatlah yang membayar gaji mereka. Masyarakat harus berani mengungkapkan korupsi polisi. Jika masyarakat terus menganggap polisi sebagai pemegang kekuasaan tak terbatas dan apabila polisi menganggap dirinya sebagai aparat yang tertutup, bebas dari pengawasan eksternal, maka korupsi pun akan terus meraja.

Dari dalam kepolisian sendiri dapat dibuat sejenis shock-therapy dengan membuat program anti korupsi. Terapi ini harus diterapkan untuk kondisi yang melibatkan skala populasi yang besar, seperti polisi lalu lintas. Kepala polisi dapat memerintahkan kepada Unit Polisi Lalu Lintas untuk menolak semua bentuk penyuapan dan bentuk korupsi lainnya selama waktu tertentu. Kepada polisi diberikan biaya operasional yang cukup dengan dibarengi ancaman pemecatan apabila tidak melaksanakan program ini.

Kita dapat memperkirakan hasilnya: masyarakat akan terkejut akan apa yang sedang terjadi. Ini tidak mengherankan, karena korupsi polisi merupakan bentuk korupsi yang paling mudah dilihat dan ditemui oleh masyarakat. Dapat diharapkan program tersebut akan mempunyai multiplier effects pada unit lain di kepolisian, pada badan-badan penegakan hukum dan masyarakat umum. Jika kondisi ini dapat dipertahankan, pengaruhnya akan seperti bola salju. Tentu saja Kepala Polisi tidak dapat bekerja sendiri untuk melaksanakan program ini. Dia dapat bekerja dengan komisi disiplin dalam Polri untuk menindak polisi yang tidak mendukung program ini. Jika eksperimen ini berhasil maka program tersebut dapat dijadikan model bagi program anti korupsi pada unit-unit yang lain di kepolisian dan pada organisasi masyarakat lainnya.

Semua usaha di atas pada akhirnya akan membangun citra yang baik dari oganisasi polisi. Citra yang baik harus dibangun karena merupakan bagian yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas polisi. Polisi sendiri sering mengakui bahwa mendapatkan dukungan dan penghormatan publik adalah tantangan terbesar yang mereka hadapi. Prasyarat untuk mendapatkan dukungan dan penghormatan publik bagi badan penegakan hukum adalah sistem penegakan hukum secara keseluruhan berjalan efektif dan tidak memihak; hukum dapat dijangkau oleh masyarakat umum; dan ada mekanisme yang efektif untuk mengawasi dan menjaga kepercayaan itu dengan tegaknya hukum dan ketertiban.

Hanya jika prasyarat ini telah terpenuhi, dapat diharapkan publik memainkan peranan penting dengan melaporkan kejahatan, memberikan kesaksian melawan tersangka, dan berhenti menyerahkan hukum ke tangannya sendiri. Hal ini tidak akan terjadi secara otomatis tetapi promosi melalui pendidikan publik dengan berbagai cara dan bukti bahwa sistemnya mulai berfungsi sebagaimana seharusnya.

Selamat ulang tahun Polisi-ku…

Mengerek Kinerja Perpajakan 2015

$
0
0

rupiahOleh Joko Tri Haryanto, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI*

Pada awalnya, pemerintah mencanangkan tahun 2015 ini sebagai tahun awal kebangkitan perpajakan di Indonesia. Pemerintah sadar bahwa negara modern adalah negara yang mampu memanfaatkan peran perpajakannya secara optimal. Karenanya seiring dengan kesuksesan reformasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), pemerintah berusaha mengeskalasi peran perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam kesepakatan APBN-P 2015, besaran target penerimaan perpajakan ditetapkan sebesar Rp1.489,3 triliun atau 84,5% dari total pendapatan negara. Jika dibandingkan target awal APBN 2015 sebesar Rp1.379,9 triliun, angka tersebut sudah mengalami penyesuaian. Dengan sumbangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp269,1 triliun maka total target pendapatan negara secara keseluruhan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp1.761,6 triliun.

Di tengah perlambatan ekonomi global paska krisis Eropa dan Amerika Serikat, beberapa pengamat sebetulnya sempat meragukan target tersebut. Beberapa bahkan menyebutkan pemerintah terlalu optimis bahkan boleh dikatakan sedikit tidak realistis, terlebih jika hanya mengandalkan pertumbuhan pajak secara alamiah. Catatan tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi perpajakan selalu lebih rendah dari target, juga perlu diwaspadai. Realisasi APBN-P 2013 misalnya hanya mencapai 95,7% dari target atau lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2012 yang mencapai 98,5%.

Untungnya, realisasi belanja negara dalam APBN-P 2013 juga mengalami perlambatan hingga 95,0% target atau lebih rendah jika dibandingkan realisasi belanja negara di tahun 2012 yang mencapai 96,3% dari APBN-P 2012, sehingga keberlanjutan fiskal masih dapat terjaga di level yang memadai dengan defisit 2,23% PDB atau sekitar Rp202,8 triliun sementara debt ratio mencapai 23,4% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Defisit fiskal yang relatif terjaga membuat pemerintah masih memiliki fleksibilitas dalam melakukan beberapa akselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Pengalaman twin deficit di pertengahan 2013 memberikan pelajaran yang sangat berarti atas pentingnya menjaga stabilitas ini.

Kinerja 2015

Sayangnya, keraguan akan pencapaian kinerja pemerintah sepertinya mulai terbukti. Berdasarkan data yang dihimpun Direktorat Jenderal Pajak (DJP), hingga medio 31 Mei 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp377,0 triliun atau 29,13% dari target APBN-P 2015 sebesar Rp1.489,3 triliun. Penurunan penerimaan perpajakan di bulan Mei 2015 dari Rp111,9 triliun menjadi Rp66,9 triliun kemudian dianggap sebagai salah satu faktor utama melemahnya kinerja tersebut.

Dari sisi realisasi per komponen, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) NonMigas sudah mencapai Rp215,7 triliun dibandingkan realisasi tahun 2014 sebesar Rp195,1 triliun. Secara teori, PPh NonMigas ini merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui pertumbuhan kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Pertumbuhan yang tertinggi dicatatkan oleh PPh Pasal 26 yakni 23,1%, atau sebesar Rp15,1 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp12,2 triliun. PPh Pasal 26 ini adalah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak luar negeri. Pertumbuhan tinggi selanjutnya dari PPh Final yakni 21,5%, atau sebesar Rp 38,3 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 31,5 triliun. Pencapaian ini sekiranya merupakan buah keberhasilan dari kebijakan pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Pertumbuhan yang cukup besar juga tercatat dari PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi yaitu 15,7% atau sebesar Rp3,1 triliun dibandingkan periode yang sama 2014 sebesar Rp2,7 triliun. Kemudian disusul realisasi PPh Pasal 25/26 Badan yakni 11,2% atau sebesar Rp82,7 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp74,5 triliun. Untuk PPh Pasal 21 pertumbuhan tercatat 9,1% atau sebesar Rp46,3 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp42,4 triliun. Pertumbuhan lainnya adalah PPh Pasal 23 yakni 10,1% atau sebesar Rp10,8 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp9,8 triliun. Pertumbuhan yang dicatatkan PPh NonMigas, PPh Pasal 26, PPh Final, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi tersebut patut disyukuri karena mencerminkan meningkatkan partisipasi masyarakat, baik wajib pajak Orang Pribadi maupun wajib pajak Badan dalam membayar pajak.

Namun demikian, DJP juga mencatat adanya penurunan pertumbuhan dari PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor. PPh pasal 22 mengalami penurunan hingga 5,8% atau Rp2,3 triliun dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp2,4 triliun. Sementara realisasi PPh Pasal 22 Impor mengalami penurunan sebesar Rp12,3% atau Rp17,2 triliun dibandingkan realisasi tahun 2014 sebesar Rp19,6 triliun. Penurunan juga diperlihatkan oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6,1% atau Rp141,6 triliun dibandingkan realisasi tahun 2014 sebesar Rp150,7 triliun.

Berdasarkan hasil stress test Bank Indonesia, perlambatan ekonomi di kuartal pertama tahun 2015 yang ditandai dengan kurs Rupiah yang melemah dan penurunan impor Indonesia dari awal tahun hingga akhir April 2015 berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan PPh Pasal 22 Impor. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada PPN Impor yang mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 10,7% atau sebesar Rp53,7 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp60,1 triliun. Demikian pula halnya dengan PPnBM Impor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 28,4% atau sebesar Rp1,8 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp2,6 triliun.

Penurunan konsumsi dalam negeri berkontribusi pada penurunan penerimaan PPN Dalam Negeri sebesar 1,9% atau sebesar Rp82,2 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp83,8 triliun. Penurunan konsumsi atas barang mewah berdampak pada penurunan pertumbuhan PPnBM Dalam Negeri sebesar 8,5% atau sebesar Rp3,8 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp4,1 triliun. Pertumbuhan positif justru diperlihatkan oleh PPN/PPnBM Lainnya sebesar 1,4% atau sebesar Rp80,6 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp79,5 miliar.

Belum pulihnya ekonomi di sektor migas yang ditandai masih berlangsungnya  penurunan lifting minyak bumi dan anjloknya harga minyak berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PPh Migas sebesar 54,2% atau sebesar Rp17,2 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp37,6 triliun. Penurunan pertumbuhan PPh Migas ini sudah diperkirakan sebelumnya mengingat target penerimaan PPh Migas di APBN-P 2015 sebesar Rp49,5 triliun jauh berkurang dibandingkan target penerimaan PPh Migas di APBN-P 2014 sebesar Rp87,4 triliun.

Penurunan pertumbuhan yang besar juga dicatatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni 50,2% atau sebesar Rp449,9 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 904,0 miliar. Salah satu penyebab penurunan pertumbuhan PBB adalah belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak. Selain itu, diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 Tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi juga turut berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PBB. Penurunan terakhir dicatatkan Pajak Lainnya yakni 4,8% atau sebesar Rp2,0 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp2,1 triliun.

Meskipun mendapatkan prospek pertumbuhan yang kurang menggembirakan, dalam beberapa kesempatan pemerintah masih merasa yakin bahwa target penerimaan perpajakan tahun 2015 cukup realistis untuk dicapai. Beberapa jurus agresif juga terus dijalankan demi misi pencapaian target. Barang mewah misalnya, menjadi salah satu komoditas yang diincar untuk diperluas sebagai basis penerimaan perpajakan yang baru melalui revisi aturan kriteria barang sangat mewah yang terkena PPh 22 sebesar 5% dari harga jual. Hal yang terpenting adalah revisi obyek menjadi semua pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi, semua jenis kapal pesiar/yacht dan sejenisnya, rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi, apartemen dan kondominium sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan atau luas bangunan dengan ukuran lebih dari 400 meter persegi, kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 personal berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), MPV, minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc serta kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual di atas Rp300 juta atau berkapasitas di atas 250 cc.

Yang terbaru, pemerintah juga mewacanakan pelonggaran hak milik properti oleh Warga Negara Asing (WNA) melalui rancangan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang Hak Pakai Properti oleh WNA. Di dalam regulasi yang ada saat ini, WNA hanya memiliki hak pakai dan hak guna usaha bukan hak kepemilikan. Hak pakai properti oleh WNA pun dibatasi 25 tahun, serta dapat diperpanjang selama 20 tahun dan 25 tahun kemudian. Dengan revisi tersebut, maka ke depannya WNA boleh memiliki hak atas properti untuk apartemen mewah dengan harga tertentu dan tidak untuk landed house. Penerapan aturan ini nantinya akan diseleraskan juga dengan rencana penerapan PPnBM properti.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 601/KMK.01 Tahun 2015 yang sudah mulai berlaku sejak bulan lalu. Beberapa layanan unggulan yang diatur dalam regulasi tersebut adalah permohonan legalisasi salinan dokumen wajib pajak berupa surat keterangan domisi wajib pajak luar negeri yang menerima penghasilan melalui kustodian. Kemudian pelayanan permohonan Surat Keterangan Fiskal (SKF) wajib pajak yang bersifat gratis dan jangka waktu penyelesaian paling lama 15 hari kerja. Juga diatur masalah permohonan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) cetak ulang PBB sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan dan lainnya. Yang terakhir adalah regulasi mengenai pelayanan permohonan pemindahbukuan karena kelebihan pajak dengan jangka waktu pelayanan 30 hari dan gratis untuk biaya pengurusan.

Dengan memperhitungkan segala potensi pencapaian dan rintangan yang ada, penulis sejujurnya masih merasa cukup yakin bahwa pemerintah akan dapat mencapai target penerimaan perpajakan 2015. Syaratnya tentu saja dukungan dari segenap aparat perpajakan, masyarakat serta pelaku usaha. Namun jika nanti akhirnya target tersebut tetap tidak akan tercapai, jalan yang sudah dirintis tahun 2015 ini, diharapkan akan menjadi infrastruktur yang sangat berguna bagi pencapaian tahun-tahun berikutnya.

*)Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja

Viewing all 380 articles
Browse latest View live